“Alex, tunggu,” sergahku sambil mengikutinya menuruni tangga. “Alex, aku ingin bicara denganmu. Alex ya Tuhan, berhentilah sebentar,” keluhku. Aku tak bisa mengimbangi langkah-langkah kakinya yang lebar. Padahal aku hanya terpaut dua jengkal lebih pendek darinya. Tapi Alex sama sekali tak menggubrisku. Malah mempercepat langkahnya menuju halaman belakang yang disulap menjadi arena flat track motocross berbentuk oval, tempat pertama kalinya Alex mengajariku menunggangi motocross dengan wearpack pinjaman miliknya yang sudah kekecilan dan mencuri motorcross Chris yang sedang ada pertemuan mendadak dengan presiden sponsornya untukku. Masih teringat bagaimana Chris memarahiku dan Alex habis-habisan saat dia tahu. Dia menganggap motocross adalah salah satu mesin pencabut nyawa untukku. Setela

