Senja mendengus pelan saat menatap orang yang kini sudah menampilkan cengiran lebarnya. Bahkan saking lebarnya membuat Senja ilfil sendiri.
"Lo kerja di sini? Ya ampun, kenapa nggak bilang, sih? Kan bisa gue anterin tadi," ujar orang itu sambil tersenyum sumringah.
Orang itu beranjak duduk di bangkunya. Senja pun memaksakan senyumannya kemudian membungkuk hormat.
"Silahkan dinikmati," ujarnya dengan ramah tanpa mengindahkan ucapan orang itu tadi.
Kemudian ia langsung berjalan cepat menuju dapur. Hatinya mendadak panas. Kenapa harus ketemu lagi, sih?
Ia kesal. Dimana-mana selalu ada Raga. Lelaki itu lama-lama mirip penguntit. Entah hanya kebetulan atau memang betul-betul menguntit, yang jelas dimana Senja ada, pasti ada Raga.
Raga, mantan Senja yang begitu menyebalkan. Lelaki itu masih sering menganggu Senja. Menggodanya dengan gombalan-gombalan receh yang tidak akan membuat Senja tertarik.
Gadis itu tampak menyesali kenapa dulu bisa pacaran dengan lelaki tengil macam Raga ini. Apa yang bisa ia banggakan dari Raga? Murid nakal, suka bikin onar, menyebalkan, kerjaannya bikin orang naik darah. Pokoknya Raga itu nggak ada bagus-bagusnya kalau dibandingin Dilan. Akan tetapi, Raga jauh lebih pintar dari Dilan, Senja akui.
Iya, Senja akui kalau soal nakalnya mereka itu sama aja. Tapi bedanya, meskipun Raga nakal, Raga itu pintar. Otaknya encer kayak air. Bahkan lelaki itu sering mewakili sekolahnya untuk ikut berpartisipasi di berbagai lomba. Dan pastinya selalu membawa pulang piala yang besar. Jadi masih ada yang bisa dibanggakan dari Raga. Bahkan guru-guru pun tidak masalah dengan kenakalan Raga asalkan masih dibatas wajar.
Memang nakalnya kebangetan. Hobi tawuran, gabung di geng motor, merokok di sekolah. Parah, kan? Apa coba yang membuat Senja dulu bisa jatuh cinta sama Raga?
Emm... mungkin karena Raga memperlakukan Senja dengan baik? Iya, lelaki itu tidak pernah melakukan hal buruk kepada Senja. Hanya saja... yang membuat hubungan keduanya kandas adalah lelaki itu selingkuh.
Makanya Senja jadi benci banget ke Raga. Padahal dulu ia sudah setia dengan Raga. Tapi lelaki itu malah mempermainkan perasaannya. Sekarang giliran Senja udah suka ke Dilan, Raga ngejar-ngejar lagi. Benar-benar nggak tau malu si Raga.
Siska yang melihat Senja menekuk wajahnya sedikit penasaran. Wanita itu berjalan mendekati satu-satunya pegawai miliknya yang masih sekolah itu. Sebenarnya, dulu Siska tidak ingin mempekerjakan Senja. Selain anak itu yang masih sekolah, Siska juga bisa menjalankan bisnis kedainya itu sendirian.
Hanya saja, melihat tatapan memohon dari Senja kala itu membuatnya meluluhkan hati. Dengan tak tega, wanita itupun mengangkat Senja menjadi pegawainya.
Siska sempat bertanya alasan Senja ingin bekerja. Dan jawaban anak itu membuatnya terenyuh. Senja bilang ia ingin bekerja agar tidak memberatkan beban orang tuanya. Ia tidak mau orang tuanya harus bekerja terlalu keras. Selagi Senja bisa membantunya, kenapa tidak?
Siska yakin, kedua orang tua Senja pasti merasa beruntung karena memiliki anak sebaik Senja. Bolehkah Siska merasa iri pada orang tua Senja?
"Kenapa, Ja?" Tanya Siska. Wanita itu sudah duduk di sebelah Senja.
Senja menoleh kemudian tersenyum kecil. "Kenapa apanya, tan?" Tanya balik gadis itu.
Siska menghela nafas pelan. "Kamu kenapa? Kok kayaknya kesel gitu?" Siska mengulangi pertanyaannya agar Senja paham.
Anak itu tampak ber-oh ria sambil mengganggukan kepalanya. Sangat lucu. Gadis polos seperti Senja nyatanya adalah anak yang begitu tangguh dan tegar.
Senja menggelengkan kepalanya sembari meringis kecil. "Nggak papa kok, tan," ujarnya.
Siska memincingkan matanya tak percaya. "Ah, yang bener? Terus kenapa nih muka kok ditekuk mulu?"
Senja lagi-lagi menampilkan senyuman lebarnya. "Nggak papa tante sayang," katanya meyakinkan Siska.
Siska hanya tertawa kecil melihat tingkah Senja. Jujur, Siska sangat menyayangi Senja seperti anaknya sendiri. Mungkin karena faktor ia yang tidak bisa memiliki keturunan.
Sejak hadirnya Senja, Siska merasakan kebahagiaan yang tak terduga. Gadis itu membawa rasa hangat untuk hatinya yang dingin. Gadis itu mampu membuat Siska merasa seperti menjadi ibu.
Siska tampak mengeluarkan amplop berwarna putih. Itu adalah gaji Senja. Siska menggaji Senja perhari kerja. Tujuannya agar anak itu bisa memiliki uang setiap harinya.
"Nih, uang buat kamu," ujarnya sambil menyodorkan amplop itu kepada Senja.
Senja tampak berbinar menatap amplop putih itu. Kemudian tangannya terulur menerimanya. "Wah! Makasih, ya, tan," ucap Senja dengan tulus.
Siska pun mengangguk sambil tersenyum kecil. "Iya, sama-sama," balasnya.
Siska menilik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Yaudah, kamu pulang, gih. Nanti dicariin lagi sama bunda," pinta Siska karena jam sudah menunjukkan pukul lima sore.
Meskipun kedai miliknya tutup pukul sembilan malam, Siska tetap memulangkan Senja sebelum maghrib menjelang. Alasannya karena ia merasa kalau Senja butuh waktu istirahat dan mempersiapkan diri untuk sekolah esok hari.
Senja pun mengangguk. "Yaudah, kalo gitu Senja pulang dulu, ya? Tante nggak papa, kan, kalo Senja tinggal?" Tanya Senja memastikan kalau Siska benar-benar bisa menangani kedai sendirian.
Siska pun mengangguk meyakinkan. Kemudian mengelus sayang kepala Senja. "Nggak papa. Ini juga, kan, udah jamnya kamu pulang kerja."
Senja tertawa kecil. Merasa senang dengan perlakukan Siska. "Tante kayak bunda, deh. Suka ngelus-ngelus kepala Senja," ujar gadis itu.
Siska melebarkan matanya. "Oh, ya? Berarti bundanya Senja sayang banget dong sama Senja?"
Senja mengangguk antusias. "Iya, dong. Bunda tuh sayang banget sama Senja," kata gadis itu layaknya orang yang paling bahagia di dunia.
"Yaudah. Pulang, gih," suruh Siska.
Senja pun menyalimi tangan wanita paruh baya itu. "Senja pulang, ya, tan. Assalamualaikum,"pamit gadis itu.
"Waalaikumsalam. Hati-hati, Ja!" Seru Siska pada Senja yang sudah berjalan menjauh.
Gadis itu tampak berbalik dan mengacungkan jari jempolnya ke arah Siska. Siska hanya geleng-geleng melihat tingkahnya.
***
Senja berjalan riang menuju komplek rumahnya yang jaraknya tidak begitu jauh. Mulutnya bersenandung kecil menyanyikan lagu-lagu yang disukai oleh bundanya.
Bagi Senja, apapun yang disukai oleh bunda maka Senja akan menyukainya juga. Dengan begitu ia akan merasa lebih dekat dengan sang bunda.
Senja tersenyum tipis saat melihat ada toko aksesoris di depan sana. Gadis itupun merogoh tasnya. Mencari amplop pemberian Siska. Senja melebarkan matanya saat melihat ada tiga lembar uang berwarna merah di dalam amplop itu.
Uang itu menurutnya terlalu banyak. Sedangkan ia bekerja saja hanya beberapa jam. Apa mungkin Siska salah memasukkan uangnya?
Senja pun mencari ponselnya dan berniat menghubungi Siska.
"Hallo, Ja? Ada apa?" Tanya Siska diseberang sana.
"Tante nggak salah ngasih aku uang? Ini kebanyakan," jawab Senja sambil mengigit bibir bawahnya.
Terdengar tawa kecil dari Siska. "Nggak, sayang. Itu emang gaji kamu," ujar Siska.
"Tapi... banyak banget, tante," kata Senja lagi.
"Anggap aja itu bonus dari tante karena kamu kerjanya bagus."
"Makasih, ya, tan. Tante selalu baik sama Senja," ucap Senja dengan tulus.
"Senja udah tante anggap kayak anak sendiri," ucap Siska sambil tersenyum tipis diseberang sana.