Bab 10 - Ayana Dibawa Ke Tempat Indah

1298 Kata
Ayana tidak tahu tujuan mereka pergi. Tetapi, pemandangannya sangat indah! Ayana membuka kaca jendela mobil dan membiarkan angin masuk menerpa wajahnya. Calvin memandangnya bahagia, senyuman lebar dari Ayana membuatnya mabuk kepayang. "Kita mau ke mana sebenarnya, Mas?" tanya Ayana. "Ke tempat sejuk yang bisa melunturkan semua penatmu," jawab Calvin. "Ada ya tempat seperti itu?" tanya Ayana. "Jelas ada!" "Apa Jovanka pernah Mas ajak ke sana?" tanya Ayana lagi. "Tidak, Jovanka tidak pernah mau aku ajak keluar. Dia lebih betah di rumah." Ayana mengerutkan bibirnya, Andai kau tau bahwa istrimu sangat membencimu, pasti kau sedih, Mas, ujarnya dalam hati. "Kalau kamu lebih suka di rumah atau travelling?" tanya Calvin. "Ayana itu suka sekali travelling, tapi sayangnya sejak dulu aku disibukkan mencari sesuap nasi demi bertahan hidup," jawabnya sambil tersenyum manis. "Wah, pasti Ayana seorang perempuan tangguh," puji Calvin, merasa seperti bicara dengan kembaran Jovanka. "Ya, bisa dibilang begitu." "Pasti pria yang berada di sisimu merasa bangga padamu," ujar Calvin coba mengikuti arah pembicaraannya. "Haha, jangan bicarakan masalah pria. Damian payah!" Ayana keceplosan. "Dia menyakitimu?" "Ya, dia memilih untuk bertunangan dengan wanita pilihan mamanya. Memutuskan aku tepat di malam tahun baru," jawabnya jujur. "Tahun berapa?" Calvin mulai curiga. Rasanya dia baru saja melalui malam tersebut sebagai dirinya sendiri. "Kalau aku bilang, apa Mas akan percaya?" tanyanya. Calvin tersenyum, percaya tidak percaya ya tetap harus didengar. "Katakanlah," jawabnya. "Tahun 20-" leher Ayana mendadak sakit, seperti tertusuk jarum. Wanita itu memegang lehernya yang terasa bagaikan dicekik. Calvin segera menepikan mobilnya dan membuka sabuk pengamannya dan sabuk pengaman Ayana. “Ayana, ada apa?” tanyanya khawatir, memberikan wanita itu minum. Ayana meneguknya dengan sangat cepat sampai habis setengah botolnya. Astaga! Kenapa? Apa aku gak bisa mengatakan asalku dari tahun 2021? tanyanya dalam hati merasa heran sendiri. “Ayana,” panggil Calvin. Ayana kaget karena Calvin memanggilnya dengan sebutan nama asli, bukan lagi Jovanka. “Mas,” cobanya memanggil pria itu dan ternyata bisa dikeluarkan suaranya tanpa merasa sakit. Ayana tidak mau mengulangi rasa sakit itu dan memutuskan untuk tidak mengatakan pada Calvin tentang asalnya dari tahun berapa? “Kamu tidak apa-apa?” Ayana mengangguk. “Ya, Mas.” “Aku sangat takut sekali, sudah jangan teruskan. Aku tidak peduli kamu berasal dari jaman kapan, yang penting sekarang kau bersamaku dan aku tidak ingin melihatmu sakit,” pintanya sambil memegang tangan Ayana. Ayana melihat dirinya begitu panik. Damian saja tidak pernah sepanik ini padanya. "Apa setelah malam itu kau bangun dan langsung menjadi Jovanka?" tanya Calvin untuk terakhir kali. "Mmh," angguk Ayana tanpa bicara. “Oke, sudah cukup! Siapa pun dirimu, aku hanya ingin kamu sehat dan jangan sakit.” “Terima kasih, Mas!” Calvin memegang kepalanya sebentar kemudian bertanya pada Ayana, “Apa perjalanan ini mau diteruskan? Jika kau menolaknya maka kita akan kembali.” Ayana tersenyum. “Aku penasaran pada tempat yang bisa menghilangkan penat menurut Mas itu seperti apa?” jawabnya. Calvin tertawa kecil dan mengangguk. “Baiklah, kita akan ke sana.” Ayana kembali memasang sabuk pengamannya dan memperhatikan jalanan, sambil berpikir mengenai kejadian tadi. Mungkin Tuhan melarang aku mengatakan asal usul terlalu jauh. Aku sedang melintas waktu, ini seharusnya menjadi rahasia aku dan Jovanka yang lagi menjalani kehidupanku. Entah apa yang ingin Tuhan sampaikan pada kami, hingga kami ditukar jiwanya dalam keadaan batin yang hampir sama. Aku patah hati karena Damian dan Jovanka, mungkinkah karena rasa tidak bahagianya? Hmm, aku belum selesai membaca buku hariannya, nanti pasti aku paham arti dari semua ini. * Calvin merasa kalau istrinya memang bukan istrinya. Tidak mungkin ini terjadi? bagaimana bisa istriku tertukar dengan wanita yang bernama Ayana? Lalu, apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa memperlakukannya seperti seorang istri, gumamnya dalam hati. Calvin dan Ayana berdiam diri tanpa percakapan. Tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Calvin melirik diam-diam ke arah Ayana. Jika dilihat dari segi caranya berpakaian, bicara, perhatian dan semua yang telah kunilai sendiri, memang dia bukanlah Jovanka. Tapi, bukankah dokter bilang itu semua karena dia mengalami depresi pasca kejadian itu? Calvin benar-benar dibuatnya frustasi. Pria itu memang butuh tempat yang akan mereka datangi ini demi melunturkan segala isi kepalanya yang kusut seperti benang woll yang berguling ke sana ke mari dan berantakan. Setengah jam kemudian mereka pun tiba di sebuah hutan. Mobil Calvin menembus jalanan tak bertapak. Ayana menatap ke sekitar. “Mas, kita mau ke mana? Kenapa ke hutan belantara seperti ini?” tanya Ayana bingung. “Tenanglah, ikuti saja aku.” “Iya, Mas.” Calvin menghentikan mobilnya dan turun. Ayana ikut turun dengan ragu. Calvin mengambil tas ransel kecilnya. “Ayo,” ajaknya. Ayana mengikutinya dengan perlahan. sepatu flatnya menginjak tanah berlumpur. Sepertinya baru hujan dan membuat semuanya basah. Tanah itu sedikit licin, bebatuan kecil yang diinjaknya, lumayan menjadi sandaran untuk membuat gaya gesek yang membantunya berjalan. Calvin jalan lebih dulu dan tidak menunggunya. Ayana harus berusaha mencari langkahnya sendiri. Sandal yang dipakai Calvin sesuai dengan tempat ini, sandal gunung yang anti-slip. Ayana terdiam di tempatnya karena sepatunya tak bisa digunakan dalam jalanan seperti ini. Setelah jarak mereka terpisah 12 meter, Calvin baru menyadari kalau wanita itu tidak mengikutinya. Calvin berbalik arah dan melihat Ayana terpaku. “Kenapa tidak ikut?” jeritnya. “Sepatuku tidak bisa diajak jalan, sangat licin!” jawabnya. Calvin menghela nafas sambil tersenyum. “Tunggulah di sana, aku akan menghampirimu.” Calvin kembali ke arah Ayana dan meminta wanita itu melepaskan sepatunya. Ayana diminta untuk kaki ayam berjalan di hutan tersebut. Tidak salah? Dia tega buat aku kaki ayam? Aku kira dia bakalan memberikan sandalnya untukku, ternyata tidak sama sekali. Ayana memilih jalan dengan hati-hati sambil menenteng sepatu putihnya yang telah berubah warna menjadi coklat kemerahan. “Aaahh!” jeritnya dengan kuat karena Ayana terjatuh. Calvin mengejarnya. “Kamu kenapa?” tanyanya. “Tersandung!” jawabnya. “Maaf, Mas!” lanjutnya. Calvin tidak bisa melepasnya, niatnya tidak ingin memegang tangan wanita yang mengaku bukan istrinya tersebut. Calvin rasanya sedikit berubah sikap pada Ayana sejak percakapan di mobil tadi. “Pegang lengan ini, buat dirimu nyaman, aku tidak akan memaksa kamu harus merangkulku erat.” Ayana menatap ke arah Calvin sejenak, merasa kalau pria itu ingin memberikannya kebebasan dan tidak lagi terlalu posesif seperti sebelumnya. Ayana melanjutkan perjalanan. Lutut kanannya luka, tapi tidak dihiraukan sekarang karena Calvin meminta wanita itu mengikutinya terus. Perjalanan selama 25 menit tidak membuat mereka menyesal. Terutama Ayana yang baru saja mengetahui tempat ini. "Wah, cantiknya!" ucapnya sebagai bentuk respon positif pada sesuatu yang dilihatnya. “Ini tempatnya, bagaimana menurutmu?” tanya Calvin. “Luar biasa indah sekali!” jawab Ayana dengan senyuman lebar hingga semua gigi depannya terlihat. Tepat di depan mereka, ada danau yang sangat indah! pemandangan sekitarnya begitu memanjakan mata. Ada banyak bunga liar yang mekar dan warna airnya juga biru, berbeda dengan danau di belakang rumah Calvin yang tampak menyeramkan dan berwarna hijau. Calvin meletakkan tasnya di titi yang terbuat dari kayu, tanpa menatap ke arah Ayana, pria itu berjalan ke arah ujung dan melepaskan kaus yang menempel di tubuhnya dengan cepat kemudian menjatuhkan celana pendeknya, meninggalkan celana yang lebih pendek lagi, alias dalamannya yang menutupi 5 sentimeter pangkal pahaanya. Byur! Pria itu langsung terjun ke air dan menyelam, beberapa saat kemudian Calvin muncul dan tersenyum lebar. "Masuklah!" pintanya. Ayana ragu, merasa trauma pada air setelah kejadian malam itu, tapi melihat suasana indah seperti ini, rasanya sangat rugi jika tidak ikut berenang! Calvin menunggu, tidak yakin kalau wanita di atas jembatan mau masuk ke dalam danau sebab kemarin Ayana mundur beberapa langkah dari danau belakang rumahnya. Calvin memberikannya kebebasan dan ingin menyelam dalam durasi yang lama, ada sesuatu yang ingin diambil di dalam danau itu. Ayana melihat Calvin masuk, lama kelamaan bayangannya tidak lagi terlihat. Ayana mencarinya ke sisi kanan dan kiri, tapi tetap tidak memperlihatkan pria itu. Ayana panik dan segera melepaskan dressnya sendiri kemudian ikut masuk ke dalam untuk mencari Calvin yang diduganya tenggelam. Byuurr!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN