Byurr!
Ayana menyelam dan coba melihat Calvin di dalam air. Mencarinya di antara rerumputan yang tumbuh dari dasar danau.
Calvin ke mana? Kenapa dia tidak ada? tanyanya panik.
Ayana kehabisan oksigen dan segera naik ke permukaan. Wanita itu terkejut saat melihat pria yang dicarinya ada di belakang. Ayana memeluknya dengan tiba-tiba, membuat Calvin kaget!
"Mas, aku kira kamu-" ucapnya terhenti karena menyadari kalau tangannya melingkar di tubuh Calvin, Ayana perlahan melepasnya.
"Kenapa? Kamu takut aku tenggelam?" Calvin melihat wajahnya penuh kekhawatiran.
"Iya, aku kira kamu tenggelam," jawabnya sendu dan segera berniat berenang ke tepian.
Aku tidak boleh sepanik ini pada Calvin. Ayana sadarlah, dia suami Jovanka. Bukan pria lajang yang bisa kau sukai sembarangan, gumamnya dalam hati mengingatkan diri sendiri.
Calvin menarik tangannya dan membuat wanita itu berhenti berenang, terpaksa menoleh ke belakang. Calvin mendekatinya, "Katakan padaku bahwa kamu adalah Jovanka, katakan!"
Ayana mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu memaksa aku menjadi istrimu? Aku bukan dia."
Calvin memegang wajah Ayana dan menyandarkan keningnya ke kening wanita itu. "Aku mencintaimu," jawabnya.
Jantung Ayana berdegup kencang mendengarnya. Kebersamaan mereka memang belum terlalu lama, tapi mereka selalu berinteraksi dan setiap malam tidur di tempat tidur yang sama meski tidak melakukan apa pun. Saat bangun akan posisinya tetap sama yaitu, berpelukan. Ayana terdampar ke masa ini saat sedang patah hati terlalu dalam, kehadiran dan perhatian Calvin mengalihkannya rasa sakitnya walau dia terus berusaha menyadarkan diri bahwa pria itu adalah suami Jovanka.
Ayana menutup matanya dan tersenyum. "Mas, yang kamu cintai Jovanka, bukan aku."
"Kalau begitu kembalikan istriku, Ayana! Kembalikan! Aku ingin dia."
Ayana sedih sekali mendengarnya. Andai kamu tahu kalau Jovanka sangat membencimu, Mas. Aku yakin hatimu pasti sakit dan tidak ingin wanita itu kembali.
"Ayana!" bentaknya.
"Aku akan coba mengembalikan dirinya dengan cara yang sama seperti saat kuputuskan untuk mengakhiri hidup. Berdoalah supaya Jovanka bisa masuk kembali ke raga ini, Mas."
"Apa maksudmu?"
"Jiw-" Ayana tidak bisa meneruskan ucapannya. Lehernya kembali sakit. Ayana menenangkan diri, memegang lehernya dan berbalik arah. Calvin bingung, tidak tahu maksud ucapan wanita di depannya.
Ayana kembali berbalik, tersenyum padanya. Entah akan berhasil atau tidak, tapi dia akan mencobanya. "Mas mencintai Jovanka kan?"
"Ya, aku mencintainya."
Ayana meneteskan air mata dibalik senyumnya.
"Kenapa kamu menangis?"
"Sebab Tuhan memang tidak pernah mengizinkan aku bersama dengan pria perhatian dan penuh kasih sayang. Sebelum malam tahun baru, aku harusnya sudah mati karena rasa sakit dikhianati," jawabnya.
"Sekarang, aku ingin kembali saja dan menjalani hidupku sendiri, bukan hidup orang lain. Mas perhatian padaku karena mengira aku adalah Jovanka. Aku adalah wanita, Mas, yang hatinya bisa saja luluh karena sikap Mas yang hangat," lanjut Ayana.
"Ayana, Dari mana asalmu? Kenapa kau bisa ke sini?"
"Maaf, Mas. Aku tidak bisa mengatakannya." Ayana menghirup nafas yang terputus-putus karena menahan sedih.
"Kenapa? Kenapa kamu tidak bisa mengatakannya?"
"Karena Tuhan melarangku. Leherku sakit ketika ingin mengatakan hal-" Ayana kembali merasakan sakit yang luar biasa. Dia memegang lehernya dan berbalik lagi, tidak ingin Calvin melihat dirinya seperti ini.
Tuhan, aku ingin kembali. Izinkan aku untuk kembali sekarang, kasihan Mas Calvin harus hidup bersama denganku yang sama sekali tidak dicintainya.
Ayana menyeka matanya, berbalik arah lagi dan mendekati Calvin. "Mas, saat aku bawa Mas ke dalam air, tarik lah napas yang panjang dan jangan selamatkan aku. Meski Mas akan melihatku kesakitan karena air yang akan masuk ke seluruh saluran pernafasan, tetap jangan selamatkan aku. Mungkin dengan cara yang sama, aku bisa mengembalikan Jovanka ke sini lagi."
Calvin tidak paham, benar-benar tidak paham.
"Dalam hitungan ketiga, tarik nafas. Satu, Dua, Tiga!"
Haapp!
Calvin mengambil nafas panjang, tetapi Ayana tidak. Tujuannya supaya prosesnya cepat, tidak perlu terlalu lama. Calvin menatapnya, tidak paham pada permintaan Ayana, sampai detik ini dia hanya mengikutinya saja. Mereka berada di tengah-tengah air, saling berpandangan.
Ayana mulai kehabisan oksigen cadangannya dalam waktu kurang dari satu menit. Perlahan udara yang dikurungnya dalam paru-paru mendesak keluar. Pegangan tangannya yang mendarat di tangan Calvin mulai gelisah. Pria itu memperhatikan yang terjadi dengan jelas.
Gelembung udara berkeluaran dari hidung dan mulut Ayana. Wajah wanita itu meringis kesakitan karena air mulai mendesak masuk meski Ayana menahannya. Perih! Seperti pisau tajam yang menyayat saluran pernafasannya saat air memaksa menyusup ke setiap sentimeter tenggorokannya. Tubuh Ayana mulai bergerak tak karuan, tapi dia menahan diri untuk tidak naik ke permukaan.
Apa yang dia lakukan? Bunuh diri di depanku? Aahh, Mana mungkin aku biarkan dia mengakhiri hidupnya di depanku! Calvin langsung membawanya ke permukaan, Ayana menggelengkan kepala.
"Tidak!" jerit Ayana dalam air, memperbesar peluang air masuk ke tubuhnya.
Calvin berhasil membawanya mengapung dengan posisi memeluknya dan menepikannya dalam keadaan lemas. Calvin mengecek denyut jantungnya, masih ada, memiringkan tubuh Ayana dan membiarkan air mengalir dari hidung dan mulutnya.
"Ayana!" jeritnya panik.
Calvin melakukan pertolongan pertama dengan teknik lain, memompa paru-parunya agar mengeluarkan air. Ayana masih tidak sadarkan diri. Calvin mendudukkannya dan menaruh tubuh Ayana di pahanya agar telungkup dan membiarkan air turun dari paru-paru ke hidungnya sambil menepuk-nepuk punggungnya.
"Ayana, ayolah! Ayana, bangun!"
Air mengalir dari hidungnya dan dibiarkan oleh Calvin selama beberapa menit. Ujung hidung Ayana dibuka tutup agar memancing penarikan udara secara spontan oleh paru-parunya.
Hhikk!
Calvin mendengar suara nafas Ayana yang berbunyi, menandakan dirinya sudah mulai bernafas kembali. Calvin mendudukkannya kembali dan melihat wajah wanita itu, meringis sakit, bibirnya yang pucat bergerak. Calvin memberikan bantuan nafas dari mulutnya lagi sebanyak 3x pengulangan.
Ayana terbatuk dan mengeluarkan air dari mulutnya kemudian batuk sekuat-kuatnya sampai harus dimiringkan ke kiri. Calvin memeluknya dari samping, menangis karena tidak kuat melihat yang telah dilakukannya barusan.
Ayana tersadar, melihat dirinya masih berada di tempat yang sama. "Kenapa Mas tolong aku? Sedikit lagi Mas, aku akan bawa Jovanka kembali," ucapnya.
"Berhenti! Berhenti lah! Aku tidak bisa membiarkan kamu melakukan itu. Aku tidak sanggup!" sahut Calvin yang masih saja memeluknya, membiarkan kepala Ayana dalam pelukannya.
"Mas," panggilnya dengan nada terisak.
Calvin melepas pelukannya dan menatap wajahnya. "Ada apa?"
"Jangan menangis."
"Sudah lah, hentikan keinginanmu itu. Dokter bilang kamu hanya amnesia, kamu itu Jovanka bukan Ayana!"
Ayana tersenyum. "Aku Ayana - dokter itu tidak tahu apa-apa dan hanya bisa menjelaskan secara ilmu medis bukan ilmu Tuhan."
Calvin meminta tunggu di sana. Dia beranjak ke arah titi dan mengambil pakaian mereka. Calvin menggunakan bajunya kemudian membantu Ayana mengenakan pakaiannya. Setelah itu Calvin menggendongnya sampai ke mobil.
"Mas, sepatuku tertinggal," ujar Ayana baru ingat saat Calvin mendudukkannya di mobil.
"Biar saja, aku akan membelikan yang baru untukmu besok." Calvin masuk ke dalam mobil. Melajukan mobilnya dengan hati-hati. Wanita itu menoleh ke arah jalan tikus yang tak meninggalkan jejak kaki mereka.
Sedikit lagi, Mas. Kamu akan kembali bersama Jovanka. Sedikit lagi.