Tak Ada Lagi Cinta

1134 Kata
Almira tersenyum menatap key card kamar yang akan mereka tempati malam ini. Hari ini, ia sengaja ingin memberikan kejutan pada suaminya dengan mendatangi firma hukum milik lelaki itu secara diam-diam. Almira dan Jenny berbagi tugas, ia merayu suaminya untuk datang ke hotel, sedang Jenny mempersiapkan segala sesuatu di kamar yang akan mereka tempati. Bunga, wewangian, dan juga nuansa bak bulan madu dijanjikan Jenny pada Almira. Wanita itu hanya perlu datang dan bercinta hingga pagi menjelang. Beberapa rekan kerja Demian terkejut begitu ia datang. Raut wajah mereka tampak panik dan tak biasa, membuat Almira kebingungan. Ia memaksakan senyum, tak mau ikut terpengaruh dengan reaksi beberapa orang yang menatapnya seperti hantu. “Apa Pak Demian ada?” tanya Almira pada seorang resepsionis yang beberapa kali ditemuinya ketika acara family gathering firma hukum suaminya. “Ada sih, Bu ... tapi ...” wanita itu melirik pintu di ujung lorong yang bisa dilihat dari tempatnya berada. Almira mengikuti arah pandang wanita itu tersenyum. “Apa Bapak sedang ada di ruangannya?” Wanita itu mengangguk ragu-ragu. Senyum Almira semakin mengembang. “Saya mau memberikannya kejutan, jadi tolong rahasiakan kedatangan saya,” ucap Almira memohon. Wanita itu menatap Almira dengan tatapan yang tak bisa diartikan oleh Almira, akan tetapi Almira tak mau mencari tahu arti tatapan itu. Dengan wajah bahagia ia berjalan ke ruangan suaminya. Hatinya berbunga-bunga seakan jatuh cinta untuk yang kesekian kalinya. Almira masih ingat bagaimana panasnya malam pertama mereka dulu. Mereka berciuman ganas dari memasuki pintu hotel, hingga ke atas tempat tidur. Bibir keduanya berpagut, seakan tak rela untuk berpisah. Gaun pengantinnya dilepaskan secara terburu-buru oleh lelaki itu, Almira yang masih pemula dalam hubungan ranjang terbawa hasrat dan ikut menelanjangi lelaki itu. Demian menyerang leher, meremas gunung kembarnya, dan menelusuri setiap jengkal tubuhnya, membuat Almira menggeliat resah. Erangannya tertahan, nikmat dan panas. Rasa sakit malam pertamanya hanya sesaat, digantikan dengan kenikmatan-kenikmatan yang membuat desahan nikmat memenuhi seisi ruangan. Sentuhan lelaki itu di setiap jengkal kulitnya terasa panas, rasa yang sangat amat ia rindukan. Ia berharap, rencananya dengan Jenny malam ini akan berhasil. Mengulang malam panas yang akan membuat lelaki itu kembali padanya. Ia akan menggunakan segala cara untuk meraih hati suaminya. Perlahan Almira mendorong pintu di hadapannya. Pemandangan di dalam sana membuat kakinya membeku, senyumnya sirna dalam hitungan detik. Pedih menjalar ke penjuru hati, dan jantungnya seakan tengan dihantam tanpa ampun. Sakit bukan main. Saat ia memikirkan beribu cara mengembalikan kehangatan rumah tangga mereka, lelaki itu malah mencarinya pada sosok lain. Melalui celah kecil yang terbuka, Almira dapat melihat Demian mencium ganas sekretarisnya. Bibirnya menjelajahi leher jenjang wanita itu, sementara tangannya bermain di atas gunung kembarnya. Orang bodoh pun dapat melihat, jika keduanya terngah terbuai hasrat yang membara, hingga tak mampu menyadari siapapun di sekitar. Air mata Almira tumpah, reflek kakinya melangkah mundur. Ia menutup mulut dengan kedua tangan, tak mau orang-orang mendengarkan isak tangisnya. Ingin ia seperti istri-istri lain yang menangkap basah suami yang tengah berselingkuh dan langsung melabrak si wanita, namun sayang, Almira tak bisa melakukannya. Ia segera membalik tubuh, mempercepat langkah, dan membawa kepingan hati yang tak lagi berbentuk. Air matanya mengalir semakin deras, banyak mata menatapnya iba, namun ia tak peduli. Resepsionis yang tak sempat membuatnya curiga segera berdiri, nampak hendak mengatakan sesuatu, namun urung dilakukannya. Almira tersenyum tipis, berharap wanita itu tak mendapatkan karma yang sama karna telah menutupi kelakuan b***t suaminya. Seluruh dunia seakan memusuhinya, mematahkan hati, dan menginjak-injak harga dirinya yang tersisa. Almira ingin mati saja rasanya. Bagai diiris sembilu, teramat sakit hatinya, pedih bukan main melihat kenyataan di depan mata. Almira segera masuk ke mobil, menenggelamkan wajahnya pada kemudi dan menangis histeris di sana, meraung kesakitan. Ia berteriak bagai orang gila, namun tak ada yang mampu mendengarkan jeritan pedihnya. Hati yang tak lagi utuh, membuatnya merasa mati, dalam sekejap dunianya yang berwarna menjadi gelap gulita, hanya ada kehampaan di sana. Menit demi menit telah berlalu. Setelah puas menangis, ia kembali ke hotel sendirian. Ia menatap sendu key card-nya. Ingin rasanya ia menginap di sana selamanya dan tak lagi kembali. Toh, lelaki itu tak ‘kan mencari apalagi mempedulikannya. Ia yakin, kepergiannya hanya akan membuat lelaki itu bahagia. Mungkin memang itu yang lelaki itu idamkan, tiket kebebasan. Almira membuka pintu kamar dan tersenyum miris melihat ruangan yang sudah disulap sangat indah itu. Bagai kamar untuk sepasang pengantin baru, kelopak bunga mawar yang membentuk hati di tempat tidur. Bunga berbagai jenis dan warna pun menghiasi sofa, wangi aromaterapi dan lampu-lampu kecil memberikan suasana remang pada kamar itu. Air mata Almira mengalir semakin deras melihat pemandangan menyesakkan d**a itu. Ia segera berlari ke tempat tidur yang ada di tengah ruangan dan menghempaskan tubuhnya di sana. Almira menekuk kaki dan memeluknya erat. Air matanya mengalir semakin deras. Dunianya telah hancur dan kini semuanya sudah jelas. Semua perubahan sikap lelaki itu, kecurigaannya, tepat seperti dugaannya. Lelaki itu memiliki wanita lain, tak ada lagi cinta tersisa untuknya. Jika tak ada lagi alasannya melanjutkan hidup bersama lelaki itu, untuk apa ia kembali ke istana di mana lelaki itu memberikan mimpi-mimpi indah tentang masa depan mereka. “Kamu suka rumahnya?” tanya lelaki itu sembari memeluk tubuhnya dari belakan. Almira mengangguk antusias. Rumah dua lantai bergaya minimalis yang tampak asri itu dibangun khusus oleh kakek Demian untuk hadiah pernikahan lelaki itu. Disiapkan jauh-jauh hari, hingga akhirnya hari yang ditunggu tiba, Demian menempati rumah itu dengan pasangan hidupnya. “Kakek pasti menghabiskan uang banyak untuk membangun istana seindah ini.” Demian menenggelamkan wajahnya pada leher jenjang Almira, memberikan sensasi aneh yang menggelitik hasratnya. “Ini memang maksud terselubung kakek agar aku cepat menikah.” “Jadi kakek berhasil menyogokmu untuk segera menikah, Mas.” Demian membalik tubuh Almira ke arahnya dan mengusap lembut wajah wanita itu. “Bukan hanya karna sogokan, tapi aku menemukanmu. Kamu yang membuatku seakan menemukan tempat untuk pulang. Saat melihatmu, aku yakin, kamu yang terbaik untukku.” Almira dapat merasakan pipinya yang panas. Rasa bahagia memenuhi setiap relung hatinya dan ia merasa begitu beruntung dicintai oleh lelaki tampan di hadapannya. Ia bagai tengah berada di dalam kisah dongeng, wanita miskin yang bertemu pangeran, lalu menikah dan menutup kisah mereka dengan ikatan pernikahan yang menjadi pertanda akan akhir bahagia untuk dongeng cintanya bersama Demian. Semuanya sempurna. Suara pesan masuk di ponsel membawa Almira kembali ke alam nyata. Dengan tangan lemah, diraihnya tasa tangan yang dibuangnya ke kasur, lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam sana. Ia terssenyum miris begitu membaca pesan dari Jenny. “Lingeriemu ada di kamar mandi. Gunakan itu dan rebahan dengan pose yang menggoda. Kamu masih ingat latihan kita tadi, kan? Semoga berhasil!” Almira mengabaikan pesan sahabatnya dan mencari-cari pesan lelaki itu yang mungkin sempat dilewatkannya. Namun sayang, lelaki itu memang tak lagi peduli padanya. Tak ada pesan, maupun panggilan dari lelaki yang disebutnya suami. Kini, memang tak ada lagi cinta untuknya. Rasa itu telah pergi, tak lagi bersemayam di hati suaminya. Tak seperti hatinya yang masih dipenuhi rasa indah dan menyakitkan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN