Nyali Almira mulai ciut begitu melihat satu-persatu orang keluar dari ruangan dengan wajah sedih, seakan baru saja ditolak mentah-mentah. Beberapa lagi tak kuasa menghapus kekesalan pada wajah begitu keluar dari pintu besar yang terbuat dari kayu itu. Almira menelan ludah. Bahkan wanita-wanita berpakaian seksi dan memiliki wajah di atas rata-rata itu pun tak lolos, apalagi dirinya yang bukan siapa-siapa dan tak mempunya kelebihan selain otaknya yang cukup cerdas, hingga lulus dengan nilai baik sewaktu kuliah dulu. “Almira Maheswari.” Suara seorang wanita paruh baya membuyarkan fokus Almira. Ia menarik napas panjang dan menghelanya perlahan, lalu berjalan mendekati meja sekretaris yang berada di dekat pintu. Siapa bilang sekretaris seorang CEO selalu montok, seksi, dan juga cantik. Nyatan

