Tanpa aba-aba, lelaki di hadapan Almira menyentuh pipinya dan menghapus air mata yang telah membasahi pipi wanita itu. Lelaki itu tersenyum, senyum yang baru kali ini diperhatikan oleh Almira, yang ternyata cukup menawan, membuyarkan semua bayangan dingin yang sempat terpatri dalam benak Almira tentang Dean. “Kenapa wajahmu selalu sesendu itu?” tanya Dean seraya mempertipis di antara wajah mereka, “bagai langit mendung, membuatku ingin mendekapmu lagi dan lagi. Jangan salahkan aku, kalau aku nggak bisa mengontrol diri bila berada di dekatmu, Mira,” lanjut lelaki itu menatap ke dalam manik mata Almira, mencoba mencari alasan kesedihan wanita itu. Almira dengan cepat melepaskan tangan Dean dari pipinya. Hatinya berdebar kencang, seakan kembali hidup setelah dibunuh dengan kejam, rasa yang

