'Big Rep. 2'

1712 Kata
Happy Reading . . .  *** Perasaan Alison semakin tidak nyaman setelah 6 jam lebih lamanya ia menuju kampung halaman Albert seperti rencananya, tetapi selama itu juga para Paparazi yang mengikutinya itu tidaklah menyerah begitu saja. Mereka tetap membuntuti Alison secara terang-terangan hingga membuat wanita itu tidak tahan lagi. Jika Alison tetap membiarkan orang-orang itu tetap membuntutinya, yang ada rencana untuk menghilang dari publik pun bisa saja gagal. "Albert, apakah kampung halamanmu masih jauh?" "Kurang lebih masih 30 menit lagi, Nona." "Sh*t!" umpat Alison yang juga semakin merasa panik. Wanita itu langsung memutar otak untuk bisa menghindar dari kejaran yang begitu mengganggu tersebut. Dan disaat sedang memandang ke arah luar dari jendela mobil, Alison bisa melihat jika tidak jauh di depan sana seperti ada pintu masuk menuju sebuah pedesaan juga. Tanpa ingin mengambil pusing lagi, Alison memutuskan untuk menetap sementara di desa yang keberadaannya sama sekali ia tidak ketahui itu. "Pelankan mobilnya, Albert." perintah Alison. "Ada apa, Nona?" tanya Albert dengan cukup bingung. "Aku tidak akan membawa barang-barangku karena itu akan menjadi hal yang menyulitkan dalam pelarian ini. Dan aku akan turun di depan sana." "Tapi, Nona?" "Tidak ada waktu untuk menjelaskannya lagi, Albert. Sampai jumpa," ujar Alison yang langsung membuka pintu walaupun mobil tersebut belum berhenti dengan sempurna. Dan, wanita itu pun langsung berlari keluar dari mobil dan menuju pintu masuk yang sepertinya menuntun ke sebuah pedesaan di daerah tersebut. Tetapi, sayangnya pelarian Alison itu tidaklah mudah begitu saja. Setelah ia keluar dari mobil pun, beberapa Paparazi juga semakin tidak menyerah. Mereka langsung mengejar Alison demi mendapatkan sebuah berita terbaru dari wanita yang nasibnya sedang tidak beruntung itu. Sedangkan Alison yang tahu jika ia akan tetap dikejar-kejar, semakin mempercepat gerakan larinya. Hingga pada akhirnya wanita itu dapat melihat sebuah lahan dengan rumput yang tumbuh tinggi dan lebat, ia pun langsung melarikan dirinya masuk ke dalam sana dan memilih untuk bersembunyi di antara rumput-rumput tersebut yang ternyata dapat menyembunyikan keberadaannya. Dengan berjongkok dan sedikit menahan nafasnya, Alison sangat berharap persembunyiaannya kali ini berhasil. Tidak lama setelah ia berjongkok, suara rombongan orang yang sedang mengejarnya pun terdengar. Alison berusaha menenangkan diri dan sebisa mungkin untuk tidak bersuara. Namun ketika Alison sedang mengintip kondisi di luar sana, seekor anak domba tiba-tiba saja berada di sampingnya yang membuat wanita itu begitu terkejut. Untung saja ia masih bisa mengendalikan keterkejutannya dengan tidak berteriak sekencang mungkin. Dengan memberanikan diri walau sebenarnya ia merasa cukup takut dengan hewan tersebut, Alison pun mengusir anak domba berbulu putih dengan perlahan. Ketika Alison sedang berusaha mengusir, bukannya pergi tetapi anak domba itu justru semakin menghampiri Alison dan mengembik hingga menimbulkan suara yang cukup berisik. Dan dengan refleks, Alison menarik anak domba tersebut dan menyembunyikannya di dalam mantel yang ia kenakan berharap suara itu dapat teredam. Setelah tindakan refleksnya, Alison dapat bernafas dengan sedikit lega ketika mendengar anak domba yang tidak lagi mengembik. Namun, tidak lama kemudian suara embik-kan itu langsung terganti dengan suara pria yang tiba-tiba saja mengejutkan Alison. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya pria tersebut. "Bisakah kau pelankan suaramu?" balas Alison dengan suara yang amat kecil. "Apa?" Alison pun sedikit berdiri untuk mengintip keadaan di luar lahan tersebut yang ternyata sudah tidak ada Paparazi yang mengejar-ngerjarnya. "Bisakah kau pelankan suaramu? Kau membuatku terkejut." "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya lagi namun kini nada bicaranya sedikit ia turunkan. "Aku sedang bersembunyi." "Bersembunyi? Dari apa? Dan apa yang kau lakukan dengan anak dombaku? Apa kau berniat untuk mencurinya?" "Men... apa? Mencuri? Tentu saja tidak!" "Lalu kenapa anak dombaku yang sedang menghilang bisa berada di balik pakaianmu?" Alison pun hendak menjawab pertanyaan itu. Tetapi dari kejauhan ia bisa melihat para Paparazi yang sedang berputar balik untuk kembali setelah mereka telah kehilangan jejak Alison. Melihat orang-orang tersebut, dengan refleks Alison menarik kedua lengan pria di hadapannya ke bawah untuk ikut bersembunyi dengan berjongkok di balik bunga-bunga matahari. "Ap-" ucapan pria itu langsung terhenti saat tangan Alison membekap mulutnya. Wanita itu pun hendak membisikkan alasan atas tindakannya tersebut, namun hal itu tidak sempat ia lakukan karena kini ia sudah terpaku dengan menatap mata biru laut pria di hadapannya yang begitu menyita perhatian. Mata yang begitu menghipnotis Alison hingga membuat wanita itu tidak bisa berkata-kata. Belum lagi tangan lainnya yang tidak membekap mulut pria itu, yang kini secara tidak sadar sudah sedikit meremas lengan berotot pria di hadapannya yang terasa begitu keras dan kencang membuat Alison seperti berada di antara surga dan neraka. Surga karena ia bisa memperhatikan sekaligus menyentuh makhluk ciptaan Tuhan yang begitu sempurna. Dan karena saat ini keadaan dirinya yang sedang dikejar-kejar oleh Paparazi, membuatnya seperti berada di neraka. Posisi itu terjadi cukup lama di antara mereka. Hingga pria itu dengan perlahan menurunkan tangan Alison dari mulutnya dan membangungkan wanita itu dari 'wildest dream'-nya. "Apa kau sedang bersembunyi dari orang-orang itu? Sekarang mereka sudah pergi dan kau tidak perlu menutup mulutku lagi." ujar pria itu sambil berdiri dari posisi jongkoknya. "Maafkan aku. Tadi aku begitu panik sampai tidak bisa berpikir dengan jernih," balas Alison dengan begitu menyesal. "Dan sekarang aku yang ingin bertanya. Bagaimana kau bisa bersama dengan anak dombaku? Kau tidak sedang ingin mencuri, bukan?" tanyanya sambil mengambil anak domba tersebut dan menggendongnya. "Sudah aku katakan jika aku tidak mencuri anak dombamu, astaga! Dia datang menghampiriku disaat aku sedang bersembunyi." "Terserah saja. Yang terpenting anak dombaku baik-baik saja," ujarnya sambil melangkahkan kaki meninggalkan Alison. "Hey, tunggu!" panggil Alison yang membuat pria itu menghentikan langkahnya. "Apakah di sini ada hotel atau semacam tempat penginapan?" sambung Alison. "Apakah tempat ini terlihat seperti kota besar?" balasnya dengan cukup sinis dan langsung melanjutkan langkah. Alison pun langsung merubah raut wajahnya menjadi kesal. Ternyata pria yang baru membuat dirinya terpesona akan ketampanan dan kesempurnaan tubuh itu, sama sekali tidak bersikap baik kepadanya. Dengan wajah cemberut Alison menatap kepergian pria itu yang terlihat semakin menjauh dari pandangannya. Memang kini ia sudah terbebas dari kejaran Paparazi, tetapi sekarang ia tidak tahu harus pergi ke mana lagi. Mengingat sepanjang jalanan tadi, jarang sekali ada kendaraan yang melintas. Walaupun ada, itu hanya mobil barang yang sudah penuh oleh hasil-hasil pertanian. Dan lebih menyebalkannya lagi ketika Alison melihat ponsel, ternyata desa tersebut yang memang berada di dataran tinggi membuat ponselnya sama sekali tidak ada jaringan dan menjadikan benda tersebut menjadi hal yang sama sekali tidak berguna. Dengan pasrah, Alison pun keluar dari lahan tanaman itu dan menyusuri jalanan menuju pedesaan tersebut. Ia sangat berharap dapat bertemu dengan seseorang yang baik hati dan ingin menolong dirinya yang sedang kesulitan. Namun, apa daya. Sudah berjam-jam Alison menunggu di sebuah pondok kecil sederhana dan terbuka yang dapat mengistirahatkan tubuhnya sambil menunggu orang lain yang mungkin dapat menolongnya. Hingga b****g Alison sudah begitu pegalnya karena sudah terlalu lama duduk, sayangnya tidak ada satu pun orang yang berlalu lalang di depannya. Alison pun melihat jam di tangan kanannya yang sudah menunjukkan pukul 6 sore. Hari sudah gelap dan udara pun juga semakin terasa dingin hingga membuat perut Alison yang sejak pagi tadi belum diisi semakin memberontak seakan memohon untuk segera diisi makanan. Wanita itu hanya bisa berpasrah saja. Jika malam itu tidak ada yang menolongnya sama sekali, mungkin ia hanya akan memeluk tubuhnya sepanjang malam dan menginap di pondok kecil itu untuk sementara waktu sampai hari esok. Ketika Alison sedang memeluk dirinya karena merasakan dinginnya udara yang begitu menusuk, tiba-tiba saja pundaknya itu ditepuk dari belakang yang membuat wanita itu sangat terkejut hingga membuatnya berteriak histeris. "Aku mohon jangan sakiti aku. Aku akan memberikan apapun yang kalian inginkan, tapi jangan sakiti aku!" racau Alison disela teriakan dan semakin memeluk dirinya. "Hey! Kenapa kau berteriak?" tanya seseorang di belakangnya yang membuat Alison langsung terdiam. "Aku mohon jangan sakiti aku." "Aku tidak akan menyakitimu." Saat mendengar kalimat tersebut, Alison pun berusaha menenangkan diri. Setelah ia sedikit merasa tenang, dengan perlahan Alison memutar tubuh untuk melihat seseorang yang sudah membuatnya terkejut itu. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya kepada Alison. Wanita itu langsung merasa lega setelah melihat orang tersebut adalah pria tadi siang yang sudah membuatnya terpesona sekaligus mengecewakannya. "Ak-aku tidak tahu harus pergi ke mana. Sejak tadi tidak ada orang lain ataupun kendaraan yang lewat di depanku. Jadi, aku memutuskan untuk tinggal sementara di sini. Tetapi hanya malam ini saja, setelah itu aku janji akan pergi dari sini. Apa aku boleh menginap di sini?" "Tidak." balas pria itu sedikit ketus. "Baiklah, aku akan pergi." ujar Alison dengan sangat kecewa sambil hendak berdiri dari posisi duduk. "Tempat ini bukan milikku, jadi aku tidak bisa memutuskan kau boleh menginap di sini atau tidak," timpal pria itu yang langsung menghentikan gerakan Alison. "Tidak masalah. Aku mengerti kalau kau tidak menyukai dengan adanya keberadaan orang asing di desa ini. Aku akan pergi saja." "Hari sudah gelap, kau ingin pergi ke mana?" "Entahalah. Mungkin aku akan mencari tempat yang cukup nyaman untuk bisa mengistirahatkan tubuhku malam ini. Kalau begitu aku pergi dulu, terima kasih." ujar Alison yang langsung melangkahkan kakinya meninggalkan pondok itu. Namun, tanpa disangka ketika baru beberapa langkah Alison berjalan. Tiba-tiba saja pria itu memanggilnya dan membuat wanita itu menghentikan langkah. "Ayo, ikut aku." "Ke mana?" "Sudah, ikut saja." Pria itu pun menghampiri Alison dan sedikit menarik tangan wanita itu untuk dapat mengikutinya. Setelah berjalan tidak jauh, sampailah mereka di sebuah rumah yang terlihat sederhana namun sangatlah luas. Pria itu membawa Alison ke bagian belakang rumah tersebut yang ternyata juga terdapat rumah lagi yang kali ini ukurannya lebih kecil. Setelah membuka pintu rumah tersebut, pria itu langsung menyalakan lampu dan terlihatlah bagian rumah tersebut yang memang begitu kecil. Hanya ada sebuah ranjang kecil di pojok ruangan dan sepasang meja dan kursi kayu. "Malam ini kau bisa beristirahat di sini." "Apakah kau serius ingin meminjamkan tempat ini?" "Jika kau tidak suka karena tempatnya yang kecil, kau bisa pergi seperti yang kau inginkan tadi." "Bukan begitu. Justru sku sangat senang karena kau sudah dengan baiknya meminjamkan tempatmu ini untukku bisa beristirahat. Terima kasih," balas Alison dengan begitu senang. "Sebaiknya kau beristirahat agar besok kau bisa secepatnya pergi dari sini," ujar pria itu dengan dingin dan begitu sarkas. Lalu ia pun juga langsung meninggalkan Alison yang hanya bisa menarik nafasnya dengan sabar setelah menerima perkataan yang cukup kasar itu. Tetapi wanita itu tetap senang, setidaknya ia bisa mendapatkan tempat berlindung dan beristirahat malam itu. Walaupun ia harus berhadapan dengan pria tampan namun sayangnya memiliki hati yang kejam. *** To be continued . . . 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN