BAB 1
Oh, jangan! Jangan pernah memanggilku dengan nama sial itu. Aku ingin mengganti identitas pribadiku. Aku ingin mengganti namaku dan menjelajah Kota Oxford. London terlalu sempit untuk aku bernapas. Dan terlalu sibuk untuk mendengarkan keluhanku. Tapi nama apa yang cocok? Aku benar-benar bosan dengan nama ini. Nama yang diambil dari kisah dongeng yang kebenarannya pun tak bisa dipercaya.
Bagaimana kalau namaku sekarang adalah... Apolline? Dari bahasa Yunani. Artinya adalah sinar matahari. Ya ampun! Itu sepertinya berlebihan sekali.
Aku menyesap kopi hitam favoritku di kantin sekolah. Dan melirik ponsel di atas meja yang berbunyi: bip-bip-bip.
Sebuah Whatsap dari Meghan.
Cind, aku melihat Joe dengan Marry. Sepertinya mereka sedang kencan.
Dengan cepat aku membalas:
Dimana?
Perpustakaan, Ya ampun, menjijikan sekali. Apakah Marry termasuk selera Joe? Kukira dia menyukaimu. Aku sangat menyesal mengatakan ini, Cind.
Aku ingin membalas tapi urung.
Joe, pria eksotis berwajah manis itu... sebenarnya sudah sah menjadi kekasihku tiga bulan yang lalu. Tapi, aku menutupinya dari Meghan. Joe yang meminta sendiri agar aku tidak membuka hubungan kami. Dia ingin hubungan ini seperti hubungan orang-orang dewasa lainnya yang tidak terlalu mengekspos kemesraan. Joe pria yang sangat menawan. Dia memiliki lesung pipi yang begitu manis, melengkapi kemanisan mutlak dari senyumnya. Dia memiliki darah Indonesia dari Mommy-nya.
Aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini. Membaca Whatsap Meghan tentang Joe... membuat dadaku mulas. Apakah benar apa yang dikatakan Meghan tentang Joe dan Marry yang sedang kencan. Agak aneh rasanya, masa mereka kencan di Perpustakaan. Atau mungkin itu hanya pemikiran negatif Meghan. Aku tahu dia sering berpikiran buruk atas informasi yang belum jelas kebenarannya.
Beberapa bulan lagi aku dan teman-teman seangkatanku akan lulus sekolah. Meghan, berniat mendaftarkan diri di sebuah universitas di London. Walaupun sebenarnya dia lebih berminat kuliah di Prancis. Dan mengambil fashion sebagai jurusannya.
Setelah lulus nanti, aku ingin sekali menjelajah dunia. Aku tidak punya minat untuk kuliah dan bekerja. Menurutku, itu pemikiran normal orang-orang penakut. Dunia itu indah, terlalu indah jika waktumu tidak kau habiskan untuk menjelajahnya. Aku ingin ke USA, Swiss, Finlandia, Skotlandia, Norwegia, Korea, Hongkong dan... Indonesia. Aku kira Indonesia wajib aku kunjungi karena tanpa datang ke negara itu, aku sudah jatuh cinta pada orang yang hanya keturunan Indonesia. Joe.
Bip-bip-bip.
Cind, Marry mengajakku ke rumahnya. Aku akan ke rumah Marry. Kumohon jangan berpikir yang tidak-tidak. Dia sedang dalam masalah besar. Aku ada sebagai sahabatnya.
Deg!
Hatiku berdebar-debar tak keruan. Rasanya ingin sekali aku melarang Joe ke rumah Marry. Ya, aku tahu Joe dan Marry cukup dekat. Tapi aku tidak tahu sedekat apa mereka. Dan Meghan... dia jelas tidak mengetahui kedekatan Joe dan Marry karena ya, kita berbeda kelas. Aku mengetahui itu dari Joe sendiri. Makanya ketika Meghan memberi tahuku tentang Joe dan Marry di Perpustakaan, aku tidak terlalu panik. Meskipun sebenarnya aku tidak suka dengan kedekatan mereka. Di balik sikap manis Marry, dia menyimpan kisah pilu. Tapi Joe tidak ingin menceritakannya padaku karena ‘privasi’, katanya.
Ya, kau boleh pergi ke rumahnya. Aku tidak apa-apa. Hubungi aku kalau kau sudah pulang dari rumah Marry.
Aku tidak tahu bagaimana aku membalas Whatsap Joe seperti itu. Baiklah, aku tidak ingin tertular pikiran negatif Meghan. Aku memilih kembali menyesap kopi hitam yang mulai mendingin.
Aku melihat salju turun lewat jendela kantin.
Terkadang aku merindukan suatu hal bersama Nenek. Aku rindu membuat boneka salju dengannya. Kami bahkan pernah membuat puluhan boneka salju di depan rumah. Itu hal paling menyenangkan di musim dingin. Tapi sayang, nenek sudah tidak ada 6 tahun lalu. Dia meninggalkan aku begitu saja. Tanpa membertahu maksud dari nama yang dia berikan padaku. Apa ada filosofi dari nama Cinderella yang disematkan pada cucunya ini? Ketika aku beranjak dewasa dan mulai memahami bahwa ada sesuatu yang aneh dari nama Cinderella ini, dia meninggalkanku. Mam dan Pap bahkan tidak tahu maksud dari nama Cinderella.
Tapi... aku berkeyakinan bahwa Nenek mungkin ingin aku hidup bahagia seperti dongeng Cinderella setelah bertemu dengan sang pangeran. Dia ingin hidupku seperti Cinderella. Mungkinkah seperti itu?
Aku harus mencari tahu. Ya, ini cukup penting karena selama beberapa hari ini aku bermimpi tentang gaun Cinderella. Gaun berwarna biru yang aku kenakan di mimpi itu.
Bip-bip-bip.
Bisakah kau ke Perpustakaan Cind? Joe dan Marry pergi dan aku melihat Marry menggandeng tangan Joe. Aku tidak tahan melihat Marry tersenyum mengejekku. Aku bisa melihat dia tersenyum mengejekku. Ayolah Cind, kemarilah. Aku tidak tahan untuk tidak cerita!
Tersenyum mengejek? Apa maksud Meghan?
Tanpa membalas Whatsap Meghan aku melonggarkan syal, karena mendadak napasku sesak membaca Whatsap dari Meghan. Aku beranjak untuk membayar kopi hitam yang tinggal setengah dan melesat pergi menuju Perpustakaan.
Beberapa saat kemudian, aku sampai di sana dan dari kejauhan aku melihat Joe dan Marry berjalan beriringan. Marry menggamit lengan Joe santai. Dia tampak menikmati kebersamaa dengan Joe.
Sejenak aku tidak bisa bernapas, tidak bisa berpikir, sementara seluruh indraku berusaha mencerna kebersamaan mereka yang tampak begitu intim. Rasa nyeri mendera dadaku. Aku merasa ada sesuatu yang patah di dalamnya.
***