bc

Belenggu Cinta Sang Mafia

book_age18+
216
IKUTI
3.3K
BACA
friends to lovers
mafia
drama
childhood crush
like
intro-logo
Uraian

Niat baiknya menolong seorang pria yang berada diambang kematian, membuat Stella harus menghadapi kehidupan yang rumit, berliku dan penuh tantangan.

Dia terjebak dalam belenggu seseorang yang memiliki dua kepribadian berbeda. Pria itu adalah Bryan magnus. Bryan menyelamatkannya dari keluarga toxic yang selama ini selalu menyiksanya. Namun, di satu sisi, Stella juga terkadang merasa takut, ketika sisi kejam pria itu yang lainnya bangkit. Demi membayar hutang budinya pada Bryan, ia pun bersedia menikah dengan pria itu. Namun, masalah besar menghampiri, ketika Bryan membawa seorang wanita hamil ke dalam rumah mereka.

Akankah Stella tetap bertahan dengan Bryan dan membantunya sembuh? Atau ia akan memilih menyerah dengan pernikahannya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Mencuri Ciuman Pertama
"Tidak. Aku tidak akan mati seperti ini," gumam seorang pria bernama Bryan Jevano Magnus dengan pelan. Ia sudah bersembunyi di balik drum berukuran besar yang ada di pinggir sungai sambil memegang bom di tangannya. Dengan luka tembak yang terus mengeluarkan darah di bagian perutnya, sudah pasti pria itu tak bisa menghadapi orang-orang yang sejak tadi terus mengejarnya. Matanya melirik sesekali memperhatikan situasi di sekitarnya sebelum ia melempar benda yang akan menghancurkan tempat itu. Hingga akhirnya, ia melihat beberapa orang yang mengejarnya datang. Pria yang biasa dipanggil Bryan itu mulai menghitung mundur dan setelah hitungan ketiga, sebuah bom ia lemparkan dari tempatnya bersembunyi. Jarak lemparan yang terlalu dekat, membuat drum besar tempatnya bersembunyi sampai terbalik. Bryan pun jatuh ke sungai dalam keadaan tak sadar diri. Sementara itu, orang-orang yang mengejarnya mati tak tersisa dengan tubuh hancur berkeping-keping. *** Di waktu yang sama, seorang wanita cantik sedang mencari-cari sesuatu di sungai. Ia terlihat sedih, kedua matanya berurai oleh cairan bening yang hangat. Malam itu, arus sungai cukup deras. Berkali-kali ia terjatuh dan hampir terseret, tapi ia tidak mempedulikan dirinya yang kedinginan serta berada dalam bahaya. "Di mana sepatu Ibu? Kumohon Tuhan, bantu aku menemukan sepatunya atau Ibu pasti akan menghukumku," ucap wanita cantik si pemilik mata berwarna amber itu. Ia bernama Stella Lousier dan saat ini, ia sedang berada dalam kebingungan. Stella terus mencari sepatu ibunya yang sengaja dibuang oleh saudarinya ke dekat sungai, apalagi sepatu itu adalah sepatu kesayangan ibunya. Di tengah pencariannya, kedua matanya seperti menangkap sesuatu yang tersangkut di atas batu. "Apa itu?" Dengan wajah bingung, Stella menerka-nerka sambil mendekatinya. Mata Stella terus memicing, berusaha melihat jelas di dalam kegelapan. Kira-kira apa yang berada di atas batu itu? Demi memastikan dan tidak menerka-nerka lagi, Stella coba semakin mendekat. Saat pandangannya sudah dapat melihat, ia terkejut saat mendapati bahwa sesuatu itu ternyata adalah manusia. Ya, Stella mendapati seorang pria dengan luka yang cukup parah di perutnya. "Apa dia sudah mati?" pekiknya yang sangat terkejut, bahkan ia menatap pria itu tanpa berkedip. "Kasihan sekali dia.” Merasa iba dengan pria malang itu, Stella pun membawa tubuhnya dengan susah payah ke tepi sungai. Beruntung, arus sangat terbilang bersahabat hingga ia berhasil membawa tubuh pria itu ke tepian. "Wah … gara-gara pria ini bajuku jadi basah. Berat banget lagi," gerutu Stella sambil berusaha menstabilkan napasnya yang terengah-engah. Ia masih menatap pria yang tidak sadarkan diri itu dan melihat darah bercucuran di perutnya. "Tuan, bangunlah! Apa kau bisa mendengar suaraku?" tanya Stella seraya memegang pergelangan tangan pria itu dan memeriksa denyut nadinya. "Meski lemah denyutnya, tapi dia masih hidup. Syukurlah.” Stella pun berusaha memberikan pertolongan pertama pada pria itu dengan melakukan CPR sebisanya untuk mengeluarkan air di dalam paru-paru pria itu demi melancarkan napasnya yang lemah. Tak lama kemudian, pria itu mulai batuk-batuk sambil mengeluarkan air dari mulutnya. Perlahan ia juga mulai membuka matanya. Pandangan mereka pun sesaat saling bertemu. "Syukurlah ... kau sudah bangun, Tuan." Stella tersenyum lega, melihat pria itu sudah siuman. "Jadi, aku masih hidup? Apa wanita ini yang menyelamatkanku?" kata Bryan dalam hatinya. Masih menatap heran wajah Stella. Meskipun pandangannya masih samar-samar. Tercium wangi lavender dari tubuh Stella yang membuatnya tenang. "Ah iya ... aku lupa nelpon rumah sakit. Sebentar ya, Tuan, aku akan panggil ambulance ke sini. Luka di perutmu itu harus segera diobati," kata Stella kemudian. Ia baru ingat, seharusnya ia menghubungi rumah sakit sejak tadi. "Nah, ponselku ada di sini. Aku akan telpon rumah sakit sekarang dan–" Maksud hati mengambil ponsel Stella, Bryan malah menarik tubuh wanita itu hingga jatuh tepat di atasnya. Bibir mereka pun saling bertaut. Keduanya berciuman sesaat sebelum akhirnya Stella menyadari dan bangkit cepat-cepat. "Kenapa Tuan men …." Stella menjeda ucapannya, ia merasa kalau pertanyaan itu terlalu memalukan untuk ditanyakan. Bryan yang masih lemah hanya menanggapi dengan senyum miring. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Mungkin, ia sudah terlalu banyak kehilangan darah sejak tadi. "Tuan benar-benar menyebalkan! Itu adalah ciuman pertamaku!" seru Stella marah sambil memegang bibirnya sendiri. Bryan pun kembali menarik tangan Stella hingga wanita itu merunduk, lalu dengan susah payah, Bryan mendekatkan mulutnya tepat di samping daun telinga Stella sebelum bicara, “Selamatkan aku tanpa menelepon rumah sakit ….” Selesai mengatakan itu, Bryan pun tak sadarkan diri. Membuat Stella semakin panik di tengah suasana yang begitu sepi. "Tuan! Anda kenapa? Hey!" Stella terus mengguncangkan tubuh Bryan. Namun percuma, pria itu masih tak sadarkan diri. Wanita itu pun memutuskan untuk membawa Bryan ke rumahnya secara diam-diam. Stella tak punya pilihan lain karena memikirkan ucapan pria itu yang menolak jika dirinya menghubungi rumah sakit. Ia takut jika pria itu akan berada dalam bahaya kalau ia tetap membawanya ke rumah sakit. Dari luka di perutnya, Stella berasumsi demikian. Mungkin saja pria yang ditolongnya sedang menjadi target pembunuhan orang jahat. Makanya, Stella akhirnya memilih membawanya ke rumah, alih-alih ke rumah sakit. Berkat bantuan Ricky–seorang tukang kebun di rumahnya, Stella pun berhasil membawa pria itu sampai ke rumah. Sepanjang perjalanan saat di taksi, Stella sudah menceritakan awal pertama kali ia menemukan pria itu pada Ricky. Beruntung, malam ini, tak ada siapa pun di rumah hingga ia bisa leluasa membawa pria itu ke dalam kamar. Sebenarnya yang ia lakukan saat ini, seperti sedang mempertaruhkan nyawanya sendiri jika keluarganya sampai mengetahuinya. *** Sudah dua hari berlalu, sejak Stella menyembunyikan Bryan di dalam kamarnya. Namun, pria itu belum siuman juga. Sekarang Stella mulai mengkhawatirkan keadaannya. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Tuan? Kenapa kau belum sadar juga? Padahal kau masih bernapas dan jantungmu masih berdetak." Wanita itu menghembuskan napasnya, dengan tatapan yang tidak teralihkan dari Bryan. Bibirnya tidak pucat lagi, sebelum ia membawanya kemari. Stella merasa keadaan Bryan sudah baik-baik saja, tapi pria itu masih belum sadarkan diri. "Semoga kau cepat siuman ….” Stella yang mengantuk, tanpa sadar tertidur di samping Bryan sambil memegang tangannya. Ia tidak sadar, tidur di samping pria yang sangat ditakuti kota itu. Jika Stella tahu siapa Bryan, mungkin dia akan berpikir dua kali untuk memegang tangannya. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Bryan mulai membuka matanya perlahan. Begitu siuman ia sudah merasakan seseorang menggenggam tangan kirinya. Bryan pun menoleh pelan, melihat siapa yang sudah berani menyentuh tangannya. "Lancang! Berani sekali wanita ini menyentuh tanganku. Apa dia mau mati?" geram Bryan seraya menatap tajam pada wanita yang sudah menolongnya. Bryan pun melepaskan tangan wanita itu dari tangannya dengan ekspresi jijik. Seolah ia lupa, kalau ia sudah mencium Stella saat pertama mereka bertemu. Merasakan ada pergerakan, Stella pun mulai terjaga dan alangkah kagetnya ia saat melihat Bryan sudah siuman. Stella tersenyum lembut, ia menatap Bryan dengan perasaan lega. "Syukurlah kau sudah siuman, Tuan. Aku pikir, aku salah mengobatimu dan membuat lukamu semakin parah, tapi ... syukurlah kau masih hidup." Pria itu terdiam saat melihat senyuman di bibir Stella dan ia jadi ingat, kalau Stella lah yang sudah menolongnya. Wanita itu adalah orang terakhir yang dilihatnya sebelum ia tak sadarkan diri. Bryan merasa lega, karena Stella ternyata tidak membawanya ke rumah sakit. Tapi di mana ia sekarang? "Tuan, apa anda lapar? Anda pasti lapar, ‘kan? Sudah dua hari anda tak sadarkan diri. Aku akan mengambilkan minum dulu untukmu." Bryan langsung memegang tangan Stella, sebelum wanita itu melangkah pergi mengambilkan air minum untuknya. "Siapa namamu?" "Ada apa Tuan menanyakan namaku?" "Katakan saja namamu." "Namaku–" "Wanita Jalang, di mana kau?" Saat akan menyebut namanya, tiba-tiba terdengar suara keras penuh kemarahan dari luar kamar Stella. Raut wajah wanita itu langsung berubah menjadi pucat dan matanya tampak ketakutan. Bryan juga bisa melihat itu. "Tuan, apa kau bisa bangun dulu?" tanya Stella kepada pria itu dengan suara gemetar. "Keluarlah kau, Wanita Jalang!" teriakan penuh kemarahan itu terdengar semakin keras dan membuat Stella semakin ketakutan, apalagi saat ini ia menyembunyikan pria asing di dalam kamarnya. Stella sudah bisa membayangkan akan semarah apa ibunya nanti. "Tuan, aku mohon! Kau harus sembunyi dulu!" Wanita itu menatap Bryan dengan tatapan memohon.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
56.0K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook