bc

Rad & Fai

book_age16+
6.2K
IKUTI
49.8K
BACA
possessive
contract marriage
love after marriage
pregnant
doctor
drama
sweet
bxg
city
husband
like
intro-logo
Uraian

Ibukota selalu tidak bersahabat dengannya. Namun satu malam di kota itu membuatnya kembali menjadi pecundang. Kali ini bahkan dirinya merusak kehidupan seseorang dan menarik wanita itu ke dalam hidupnya yang tak lagi utuh. Namun entah kenapa dirinya tak menyesal sedikitpun dengan keberadaan wanita itu di hidupnya. Kali ini saja, dia ingin mencoba untuk menjaga apa yang jadi miliknya.

_Radian Aresphati Magheskara

Hidupnya akan sempurna selangkah lagi. Namun Fai pikir dunia sedang membalas dendam padanya untuk kesalahan yang tak pernah dia tahu. Satu malam, hanya satu malam. Dan hidupnya tidak lagi utuh.

_Faihara An Hannah

With love

_Julls Sailenndra

chap-preview
Pratinjau gratis
1. That Night
"Ayo dong Fai sekali-sekali seumur hidup kamu ini!” ajak seorang wanita dengan midi dress merah melekat di tubuhnya. Sementara satu wanita yang sedari tadi di bujuk tetap menggelengkan kepala. "Nggak, mending kita pulang sekarang. Kalau Fandi tau aku disini bisa abis." "Dia nggak bakal tau, udah tenang aja. Ya udah aku turun ya," kata wanita bergaun merah kembali. Melambai singkat pada wanita yang mengenakan dress hitam selutut. Tidak mengindahkan permintaan temannya yang meminta jangan berlama-lama. Dia segera melangkahkan kaki berheels sepuluh sentinya ke dance floor. Bergabung dengan para manusia yang mencari kesenangan dan kebebasan lainnya. Sementara wanita yang dipanggil Fai tersebut lantas menyingkir. Memilih ke bagian bar. Dia segera mendekat saat salah seorang lelaki baru saja pergi dan menyisakan satu kursi kosong yang bisa didudukinya. Menghela nafas pelan, setelah sempat menggeleng kecil saat seorang bartender menanyakan mau minuman apa. ... Radian menarik dasi dan membuka dua buah kancing kemeja putihnya. Lantas meneguk kembali brandy di gelas. Kepalanya terasa penat. Jakarta selalu membuat tidak nyaman. Orang-orang juga suasananya. Seolah setiap udara yang dihirupnya terasa sebuah paksaan ketika mengisi paru-paru. Kota metropolitan ini bukanlah sahabatnya. Dia kembali menuang botol brandy yang masih sisa separuh ke dalam gelas. Diabaikannya sebuah panggilan yang muncul di layar ponsel hitamnya. Lantas menghisap kuat rokok yang sedari tadi terselip di kedua belah bibir. Samar tercium bau teh hijau dari samping kanannya. Sekilas dia melihat wanita bergaun hitam selutut dengan kulit seputih s**u. Itu yang terlintas pertama kali di benaknya karena kulit itu sangat kontras dengan pakaian yang dikenakan. Chinese. Itu kesan kedua yang ditangkapnya ketika tanpa sadar menoleh sedikit. Wanita yang duduk sembari memainkan ponsel itu memiliki keturunan Tionghoa.  Denyutan kepalanya makin terasa. Membuat Radian menegak habis isi cairan di gelas sampai tandas. Yang diikuti dengan hisapan panjang rokok. "Uhuk... Uhuk...," Radian kembali menoleh ketika mendengar suara batuk pelan dari wanita di sebelahnya. Wanita itu terang-terangan mengibaskan tangan di depan muka. Menghalau asap rokok Radian terhirup. Kali ini dia melihat keseluruhan wajah wanita yang sedari tadi duduk tak nyaman itu. Bibirnya dipoles merah cherry. Hanya itu yang tampak mencolok. Tidak ada riasan tebal lain. Alisnya juga bukan jenis alis para wanita zaman sekarang ini. Bahkan cenderung alami. Tak ada sapuan merah di tulang pipinya. Hanya sekilas dia melihat kelopak matanya agak kecoklatan dengan sapuan make up entah apa namanya. Samar dilihatnya bola mata hitam jernih seperti air di telaga. Mata Radian segera beralih ketika melihat tulang selangka dan lehernya yang putih terbuka.  Kalau ini di tempat umum, mungkin dia akan mematikan rokoknya. Tapi ini di night club. Hampir semua orang disini merokok. Jadi alih-alih mematikan rokoknya, dia menghisap panjang dan membuat asap kembali mengepul. ... Harusnya dia pergi saja dari sini, tanpa nunggu Wanda yang masih asyik di dance floor, keluh Fai dalam hati. "Hay sweety, may i join?” Faiha menoleh ke samping kanan dan mendapati seorang pria kaukasoid sedang menatapnya. Hingga kemudian pria itu kembali bertanya saat Faiha masih juga diam. "Sorry," ujar Faiha singkat enggan diganggu. Namun laki-laki itu tidak juga pergi dan menarik kursi di depannya yang memang telah kosong. "C'mon, wine?” tanya pria itu dengan lebih berani. Mencoba menawarkan minuman padanya. Dari tatapan matanya Faiha tahu laki-laki ini sudah setengah mabuk. Dan dengan kurang ajarnya menatap begitu intens dari atas ke bawah serta berlama-lama di bagian d**a.  Sebelum berangkat dirinya sudah berdebat panjang dengan Wanda karena pakaian yang dikenakannya ini. Dress selutut tampak baik-baik saja kecuali potongan dadanya yang sedikit rendah. Memang tidak sampai membuat dadanya terekspose seperti milik kebanyakan wanita yang ada disini. Tapi cukup untuk menunjukkan belahan dadanya yang mengintip. Laki-laki itu lantas mengulurkan tangannya. "Robert" Faiha menunggu hingga beberapa detik. Mengamati dari ekor matanya Wanda yang tenggelam dalam lautan manusia. Ketika tangan pria bernama Robert itu tidak juga ditarik, Faiha masih juga urung menyambut. "She's with me" Faiha menoleh ke samping kirinya begitu mendengar suara serak dan berat seiring dengan pinggangnya yang direngkuh tiba-tiba. Seketika dia menemukan wajah pria yang begitu dekat dengannya. Aroma rokok dan alkohol serta cologne kayu-kayuan menyerbu hidungnya. "Get off!” lanjut pria itu singkat dan penuh penekanan. Faiha melihat Robert tersenyum kikuk dan lantas berdiri pergi. "Sorry dude!” ujarnya. Faiha mengamati pria kaukasoid yang lantas menjauh tersebut. Kembali bergabung dengan segerombol pria lain di ujung ruangan. "Positive" Faiha kembali menoleh dan mendapati wajah pria itu masih begitu dekat dengannya. Membuatnya tanpa sadar menahan nafas beberapa kali. "Drugs," lanjut pria itu menunjuk ke arah Robert pergi. "Hmm... Apa?... Bagaimana kamu tahu?” Faiha tidak menyadari kenapa dia merasa begitu gugup. Bukannya menjawab laki-laki itu hanya menarik kecil sudut bibirnya.  Laki-laki itu memiliki mata hitam kecoklatan. Rahangnya dipenuhi jambang yang belum dicukur. Di sudut mata dan bibirnya memar kebiruan. Faiha bahkan melihat tulang pipi bagian atas laki-laki itu sedikit robek. Sekali lihat Faiha tahu luka-luka itu mungkin baru beberapa jam lalu dan belum tersentuh obat. Naluri dokternya begitu sensitif. "Lukamu... itu harus diobati?" ... Iris hitam cokelat itu lantas menatap milik Faiha yang terlihat begitu jernih. Menatapnya intens beberapa detik. Seolah menggali sesuatu. Posisi keduanya masih begitu dekat. Tangan kanan Radian yang tadi merengkuh pinggang Faiha bertengger di kursi bar yang diduduki wanita itu. Sementara satu tangan yang lain memegang gelasnya yang telah kembali terisi brandy. Radian duduk menyamping mengamati Faiha yang tidak sadar dengan apa yang dilakukannya. Jari telunjuk tangan kanan Faiha tanpa sadar menyentuh pipi Radian. Tepat di bawah lukanya. Baru ketika dia tersadar apa yang dilakukan, Faiha segera menarik tangannya. Namun segera ditahan oleh Radian.  "You choose wrong step." ... Faiha memegangi kepala yang terasa berputar. Ditambah tidak cukup penerangan yang membantu melihat dimana dia berada. Satu-satunya penerangan itu berasal dari lampu nakas yang temaran kekuningan. Meski begitu Faiha tahu ini bukan kamarnya. Aroma kayu-kayuan dan rokok memenuhi ruangan. Tanpa sadar Faiha melarikan tangan ke balik selimut dan bernafas lega mendapati pakaiannya masih melekat.  Dia melihat kepulan asap rokok di seberang ranjang. Faiha berusaha keras memulihkan pandangan. Lantas mendapati sosok laki-laki sedang duduk sembari merokok. Namun lagi-lagi tidak banyak cahaya yang membantunya melihat siapa pria itu. "Sudah bangun?" Faiha mengenali suara berat itu. Seketika dia memaksa tubuhnya duduk saat suara langkah terdengar. Perlahan samar wajah pria itu mulai dikenalinya. Mata hitam kecoklatan dan memar masih menghiasi wajah dingin itu. "Ap… apa yang kamu lakukan?” tanya Faiha dengan suara bergetar. Laki-laki itu semakin mendekati ranjang. Tarikan Faiha pada selimut kalah cepat dari pria itu. Hingga selimut yang tadi menutupi tubuhnya terjatuh dari ranjang. Mengekspos pahanya saat dress hitamnya tersingkap. Faiha semakin ketakutan melihat pandangan gelap pria itu ke arahnya. Perlahan laki-laki yang berdiri di ujung ranjang itu melepaskan kancing kemeja satu per satu. Lantas menaiki ranjang dan mendekat ke Faiha yang terpojok di sudut ranjang. Sekuat tenaga dia memaksa kakinya untuk melarikan diri. Namun tubuhnya terasa lumpuh dan bergetar hebat.  Alih-alih berteriak dan memaki marah, yang bisa dilakukannya hanya memohon lirih. "Tolong jangan... Kumohon padamu jangan," pinta Faiha lirih saat tangan lelaki itu mendongakkan dagunya. Dalam hati Faiha menjerit keras. Memohon cara agar dia bisa lari dari situasi ini. Tangannya menyilang di depan d**a. Menghalau apapun yang akan laki-laki itu perbuat. "Aku mohon jangan...," kali ini suara yang mampu Faiha keluarkan semakin lirih. ... Radian menatap manik hitam jernih berselimut kabut air mata. Sementara belahan bibir merona itu bergetar meminta kepadanya. Tubuh yang direngkunya itu begitu halus dan hangat di dalam dekapan tubuh kerasnya. Belum lagi aroma teh hijau yang ditawarkan sangat menggoda bibirnya untuk mencicipi. Suara lirih pinta Faiha untuk berhenti justru semakin membuatnya hilang kendali. Radian sepenuhnya merengkuh tubuh Faiha yang memberontak. Sebelah tangannya menangkap pergelangan tangan Faiha saat menghalaunya. Seberapapun kekuatan perempuan itu untuk menghalaunya sama sekali bukan tandingan untuk tubuh laki-laki seperti Radian. "Aku mohon jangan," pinta Faiha lirih saat dirinya tidak lagi bisa melawan. Radian kembali menatap manik hitam berair tersebut sebelum turun ke bibir meronanya. Pelan bibirnya menghampiri dan mengecup lembut. Bibir yang melekat dengan bibirnya itu bergetar pelan. Hangat, lembut dan manis cherry itu memabukkan Radian lebih dari brandy yang diteguknya. Radian lantas menyecapnya sebelum kini melumat lembut. Nafasnya semakin memburu saat mendengar nafas terengah perempuan di bawahnya. Radian memutuskan ciuman dan berganti menyurukkan bibirnya ke leher dan selangka Faiha yang menggodanya sejak di club. Sampai kemudian tubuh Faiha memberontak semakin kuat begitu bibir Radian yang menjelajah leher dan pundaknya semakin turun ke belahan dadanya.  Sekuat tenaga Faiha mencoba melepaskan diri. Namun tubuhnya ditindih kuat tubuh menjulang pria yang sudah kehilangan kendali itu. Faiha memejamkan matanya dan menangis di dalam hati ketika merasakan bibir Radian menghujani dadanya yang terbuka. Setetes air bening luruh dari sudut mata kanan Faiha saat Radian meloloskan pakaian mereka yang tertinggal. Menjadikan keduanya polos dan lekat. Faiha tak sedikitpun membuka matanya. Sekuat tenaga dia menggigit bibirnya agar tidak mengeluarkan suara apapun. Namun tubuhnya seolah berteriak ketika tangan dan bibir Radian berada di setiap inci tubuhnya. Radian tidak tahu, satu fakta yang didapatinya ini apakah hal yang buruk atau justru sebaliknya. Bahwa apa yang selama ini dijaga wanita itu kini menjadi miliknya. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

MANTAN TERINDAH

read
7.1K
bc

His Secret : LTP S3

read
651.7K
bc

Switch Love

read
112.6K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.4K
bc

You're Still the One

read
117.6K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

CEO Pengganti

read
71.2K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook