2

1195 Kata
Suara erangan yang keluar dari bibir Kayla pagi itu memenuhi kamarnya yang luas. Berlantaikan kayu berikut furniture-nya yang terbuat dari kayu dengan cat berwarna putih. Belum lagi tempat tidur-nya yang tertutup seprai bermotif bunga, nakas bercat putih yang dihiasi ukiran dan juga meja rias yang senada menampilkan betapa feminim-nya pemilik kamar tersebut. Layaknya seorang puteri kerajaan. Namun siapa sangka di balik keindahan semua itu, Kayla Aryasatya adalah seorang perempuan karier yang memegang sabuk hitam. Bukan perempuan anggun seperti pakaian yang melekat di tubuhnya. Kayla mengusap wajahnya perlahan. Ia membuka sedikit kelopak matanya dan ketika menyadari jika dirinya berada di dalam kamarnya sendiri, ia menarik nafas lega. Rasa pusing mulai menyerangnya namun ia mencoba menghiraukannya. Sekali lagi Kayla memejamkan kedua matanya, mencoba mengingat apa yang sebenarnya telah terjadi semalam. Beberapa kilasan mampir di dalam kepalanya. Di mana ia sedang asyik meminum whiskey-nya lalu ia berhadapan dengan seorang pria dan sedetik kemudian Kayla membuka kedua matanya. Menutup bibirnya yang terbuka dengan kedua tangannya. Dirinya berhasil membanting tubuh seorang pria yang tidak dikenalnya! Shit! Makinya dalam hati. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Siapa pula pria itu? Sekuat tenaga Kayla memeras otaknya. Berharap dapat mengingat wajah pria yang telah menjadi korban pelampiasan jurus taekwondo-nya. Setelah beberapa menit, samar-samar Kayla dapat mengingat wajah pria itu. Wajah tampan dengan rahang yang kokoh namun tampak dingin dan sedih dibaliknya. Meski samar tapi Kayla yakin jika ia dapat mengenali wajah pria tersebut seandainya mereka bertemu kembali. Daripada terus memikirkan perasaan bersalahnya karena telah membanting tubuh seorang pria yang tidak dikenalnya, Kayla memutuskan untuk turun dari tempat tidurnya dan berjalan keluar kamarnya. Ia melangkah turun dari tangga yang melingkar di dalam rumahnya dan berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air yang langsung ditandasnya. "Tina!" panggilnya saat melihat asisten rumah tangganya melewati dapur. "Iya non." Dengan tergopoh-gopoh Tina menghampiri majikannya. "Semalam saya pulang jam berapa?" "Jam dua pagi, non. 'Kan saya yang membukakan pintu untuk non. Masa non lupa," sahut Tina yang usianya tidak jauh berbeda dengannya. Hanya terpaut tujuh tahun dari Kayla. Tapi gadis ini sudah bekerja pada Kayla hampir empat tahun. "Oo..ya sudah. Kamu boleh pergi." Dalam hati Kayla tersenyum lega. Itu artinya ia pulang sendiri dalam keadaan mabuk. Hebat juga, pujinya pada diri sendiri. "Tapi non," ujar Tina tiba-tiba sebelum berbalik. "Siapa laki-laki semalam yang mengantar non pukang?" Pertanyaan yang keluar dari bibir Tina membuat kedua mata Kayla membesar dan ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat. *** Sudah lima bulan ini Erwin bekerja sebagai montir di sebuah bengkel. Meski ayahnya Max Ivander adalah seorang pengusaha tambang emas. Tapi Erwin yang sejak kecil tidak pernah berhubungan baik dengan ayahnya tidak ingin kembali ke rumah orang tuanya dan melanjutkam perusahaan itu. Ia ingin hidup bebas. Tidak peduli dengan ilmu yang diraihnya saat kuliah dulu. Yang terpenting saat ini ia mampu menghidupi dirinya sendiri dengan penghasilannya bekerja di bengkel. "Erwin!" panggil Surya. Pemilik bengkel di mana Erwin bekerja. "Sesudah ini tolong gantikan oli mobil Brio putih itu ya." Erwin mengeluarkan tubuhnya dari kolong mobil yang sedang diperbaikinya dan melirik mobil Brio yang terparkir di depan bengkel lalu mengangguk pelan. Setelah kepergian Surya, Erwin kembali melakukan pekerjaannya. Untungnya hobi mengutak-atik mobil miliknya sejak remaja membuahkan hasil. Sehingga ia diterima bekerja di tempat ini. Pikirannya kembali melayang pada kejadian semalam. Tak pernah terlintas dalam pikirannya akan dipermalukan oleh seorang gadis mabuk seperti itu. Well, sebagai pria Erwin memiliki harga diri yang cukup tinggi. Ketika berhasil bangkit dan tidak memedulikan pandangan orang-orang di sekitarnya. Kemudian ia melanjutkan niatnya untuk segera pergi dari tempat ini. Namun, sesampainya di tempat parkir, ia menemukan gadis mabuk itu sedang mengeluarkan isi perutnya di dekat sebuah mobil sedan yang terparkir manis tak jauh dari motornya. Berpura-pura tidak melihat, Erwin melanjutkan langkahnya. Tapi panggilan dari arah belakang punggungnya menghentikan langkah Erwin kali ini. "Hey!" seru Kayla. Perlahan Erwin memutar tubuhnya dan memandang gadis beramput pirang itu dengan sabar yang coba dipanjangkannya. "Sini lo!" "Kenapa gue harus menuruti perkataan lo?" tanya Erwin balik. "Karena lo adalah..." Rasa mual kembali terasa di perut Kayla. Cepat-cepat ia membalikkan tubuhnya dan kembali mengeluarkan isi perutnya. Erwin berdecak kesal tapi akhirnya ia memajukan langkah mendekati tempat gadis itu. "Ayo gue anter pulang. Di mana rumah lo?" tanya Erwin datar. "Nggak usah. Gue bisa balik sendiri," jawab Kayla lalu meraih kunci mobilnya dari dalam tasnya. Tapi saat ia berhasil mendapatkan kunci tersebut dan mencoba membuka Audy R8-nya. Sayangnya pandangannya yang mulai terganggu akibat alkohol membuat Kayla sedikit kesulitan membuka pintu mobilnya. Akhirnya setelah beberapa menit Erwin menunggu dengan sabar, ia tidak dapat menambahkan kesabarannya menghadapi gadis mabuk ini. Ia menghela nafas dan meraih kunci mobil tersebut dari tangan gadis itu. "Eh, kunci mobil gue!" Lalu setelah menekan tombol kunci, otomatis pintu mobil terbuka. Erwin meraih lengan Kayla dan menghiraukan aksi protes yang keluar dari bibir gadis itu. Mendorong tubuh kurus Kayla ke balik kursi penumpang sebelum akhirnya berjalan membuka pintu kemudi dan duduk di kursinya. Setelah bunyi mesin mobil, tanpa ragu Erwin menjalankan mobil tersebut. "Lo ngapain? Ini mobil gue. Jangan bilang lo mau nyulik gue, ya?" Saat mengatakannya Kayla menutupi bagian atas tubuhnya dengan kedua tangannya. Erwin menoleh pada gadis berambut pirang itu. Jika dilihat baik-baik sebenarnya kecantikan gadis ini bisa dikatakan luar biasa. Wajah mungil, hidung runcing namun tidak mancung, bibir tipis dan bulu mata yang lebat sekaligus lentik menambah nilai bonus kecantikannya. "Gue akan antar lo pulang. Di mana rumah lo, nona?" Kayla memicingkan matanya laku berdeham dan mencoba duduk manis. "Kenapa gue harus percaya sama lo?" selidiknya. "Apa lo punya pilihan lain?" Merasa ucapan laki-laki itu benar, tanpa berkata apa-apa lagi ia menyebutkan alamat rumahnya sebelum akhirnya jatuh tertidur akibat pengaruh alkohol. Sesampainya di apartemen yang disebutkan Kayla. Erwin melirik gadis yang bahkan namanya saja ia tidak tahu sedang tertidur lelap. "Kenapa gue mau menyusahkan diri demi lo?" gumamnya. Ia menarik nafas panjang lalu keluar dari mobil dan mengangkat tubuh Kayla ke dalam dekapannya bak seorang puteri kerajaan. Tidak tahu lantai berapa dan nomor berapa apartemen gadis ini. Akhirnya Erwin menuju ke lobby dan bertanya pada penjaga lobby. Untungnya saat ini lobby sedang dijaga oleh Doni. Pria itu sering menyapa Kayla setiap kali gadis itu berjalan melewati lobby apartemen. Cepat-cepat ia menghubungi Tina, ART-nya Kayla. Dengan posisi masih menggendong Kayla, Erwin merasa bersyukur saat melihat sosok Tina. Gadis berkulit cokelat itu langsung berteriak saat melihat kondisi majikannya. "Non masih hidupkan tuan?" "Masih," jawabnya singkat saat mereka berada di dalam lift. Ketika pintu lift terbuka di lantai empat belas, cepat-cepat Tina membuka pintu apartemen dan membantu Erwin menunjukkan kamar majikannya. Dengan hati-hati Erwin meletakkan Kayla di atas tempat tidurnya. Saat ia masuk ke dalam kamar ini, harum mawar memenuhi indera penciumannya. Lalu ia langsung undur diri pada Tina. "Terima kasih ya tuan. Tapi boleh saya tahu, tuan siapanya non Kayla ya?" Ternyata nama gadis merepotkan itu adalah Kayla, Erwin membatin. "Bukan siapa-siapanya. Permisi," sahut Erwin dan tanpa berkata apa-apa lagi ia membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Tina yang terkagum-kagum dengan wajah Erwin. Senyum merekah di bibirnya. "Kenapa sulit banget sih buat cowok ganteng kaya dia untuk ngaku kalau di itu pacarnya non Kayla?" ucap Tina pada dirinya sendiri. "Atau cowok ganteng juga punya rasa malu ya?" Sepertinya pikirannya makin melantur. Sebaiknya besok ia tanyakan pada majikannya sendiri, putusnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN