3

1028 Kata
"Apa maksud kamu?" tanya Kayla bingung. "Saya semalam pulang sendiri, 'kan?" Dengan wajah polosnya Tina menggelengkan kepalanya. "Nggak non. Semalam non pulang di gendong begini sama laki-laki." Tina memeragakan bagaimana Erwin membawa tubuh Kayla dengan kedua tangannya yang kokoh hingga memperlihatkan urat-urat di tangannya. Kayla mengusap wajahnya sengan sebelah tangannya yang bebas. Dalam hati ia mengumpat. Kenapa otaknya tidak mengingat bagian itu? Apa karena dirinya yang tidak sadarkan diri? "Tina, dengarkan saya. Jangan sampai hal ini diketahui oleh orang lain..." "Tapi Doni juga tahu non," potong Tina cepat. Bibir Kayla terbuka, ia memejamkan matanya sejenak. Lalu sepasang matanya menatap wajah Tina dengan tajam. "Kalau begitu kamu pastikan Doni tidak memberitahu siapa pun akan hal ini. Terutama jika hal ini sampai ke telinga ayah. Kamu tahukan apa artinya?" "I-iya non. Itu artinya..." Tina mengangkat sebelah tangannya dan menggunakan telapak tangannya melewati lehernya. "Dead, ya non?" Kayla tersenyum puas. "Makin pintar kamu. Ingat ya Tin, saya mau nanti saat saya pulang dari kantor urusan dengan Doni sudah selesai." "Siap non. Serahkan saja sama Tina," sahut Tina bangga sambil menepuk pelan dadanya yang sedikit dibusungkan. Setelah pembicaraan dengan asisten rumah tangganya selesai, Kayla kembali menuju kamarnya. Waktu telah menunjukkan pukul delapan. Yang artinya ia harus segera bersiap-siap ke kantornya. Ketika selesai, dengan menggunakan rok pensil hitam dan kemeja biru muda, Kayla telah siap untuk berangkat ke kantornya. Tapi di mana kunci mobilnya? Tina mengorek-ngorek isi tasnya, namun ia tidak dapat menemukannya. Ia mengedarkan pandangannya sembari mengingat-ingat di mana ia terakhir meletakan kunci mobilnya. Namun ingatan semalam membuatnya ia ingat jika kunci mobilnya di ambil oleh pria itu! Kayla memijat pelipisnya, ke mana ia harus mencari pria itu? Atau semua pertolongannya semata hanya motif pencurian mobil? "Tinnnaaaa!" panggil Kayla. Tak lama kemudian yang dipanggil datang dengan kerutan di dahinya. "Apa pria kemarin memberikan kunci mobil saya?" "Eh...?" Tina terdiam. Mencoba berpikir sebelum menjawab. "I-iya non. Kalau tidak salah katanya ada di atas nakas." Sambil menahan geram, Kayla menghampiri nakasnya dan menemukan kunci mobilnya di dekat lampu mejanya. "Ya sudah kamu boleh kembali bekerja," ucap Kayla tak ingin ketahuan jika pikirannya tentang pria itu ternyata salah besar. Kayla menatap kunci mobilnya. Apa tujuan pria itu? Bukankah semua laki-laki sama? Hanya melirik harta dan jabatan yang dimilikinya? Kayla Aryasatya, direktur perusahaan Satya yang memiliki ribuan pekerja dibawahnya. Seperti yang pernah dilakukan para pria yang selalu berusaha mendekatinya. *** Pria itu berdiri dihadapan Erwin dengan wajah datarnya. Pakaiannya yang terlihat berbeda diantara orang-orang yang berada di bengkel ini membuat Adam terlihat mewah diantara yang lain. Orang kepercayaan ayahnya datang tanpa memberitahukan kedatangannya dengan jas dan kemeja putih dan celana hitamnya. Lalu tanpa diminta langsung berkata, "Ayah pagi ini masuk rumah sakit. Beliau terkena serangan jantung." Tubuh Erwin menegang. Namun dengan segera ia mengeraskan hatinya dan langsung menutupi perasaannya. "Kamu tahu semua itu tidak ada hubungannya denganku, Dam." Erwin kembali meraih kuncinya dan mulai memutar baut pada mesin mobil yang sedang dikerjakannya. "Tapi, ini mengenai ayahmu!" "Adam..." Erwin memandang Adam, usia pria itu tidak jauh berbeda dengan dirinya. Hanya terpaut tiga tahun. Namun sejak kecil ia sudah mengabdi pada Max Ivander. "Pria itu telah memutuskan hubungannya denganku. Jadi aku rasa aku tidak perlu menemuinya. Karena aku yakin pria itu tidak akan senang saat melihatku," lanjut Erwin dengan lirih. Tanpa menghiraukan reaksi Adam, ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Sebab hanya kesibukan inilah yang mampu membuat Erwin melupakan gadis yang dicintainya. Meski hanya sementara, karena saat ia pulang ke rumah kontrakannya, bayang-bayang Aura akan kembali memenuhi hati dan pikirannya. Melihat Erwin yang serius bekerja membuat Adam terdiam. Ia tahu jika pria itu merindukan ayahnya. Namun kedua pria ini sama-sama keras kepala dan memiliki harga diri yang tinggi. Membuat keduanya sulit menjalin hubungan dengan baik. "Baiklah. Mungkin saat ini pikiranmu sedang kacau setelah..." Adam memutuskan untuk tidak melanjutkan ucapannya. "Aku akan kembali lagi nanti," lanjutnya. Lalu masuk ke dalam Accord hitam miliknya. Setelah mobil itu menghilang dari depan bengkelnya, Erwin memiringkan kepalanya dari kap mobil yang terbuka, lalu memejamkan matanya sejenak. Dan saat itulah sosok Max Invander muncul di dalam pikirannya. *** Semua mata para pria dan wanita di dalam ruang rapat ini terfokus pada sosok seorang gadis yang duduk bersandar pada sofa di ujung meja rapat ini. Kedua tangannya saling bertautan. Lalu mata elangnya menatap setiap karyawannya dengan emosi yang siap ia letuskan kapan saja ia menginginkannya. "Selama ini apa yang sudah kalian lakukan? Mengapa majalah kita mengalam penurunan dalam tahun ini?" tanyanya dengan nada dingin. Membuat tak seorangpun yang berada di dalam ruangan itu membuka suaranya. Sebaliknya mereka memutuskam untuk menundukkan wajahnya. "Buat apa saya menggaji kalian jika hasil kerja kalian tidak sesuai dengan keinginan saya!?" Kayla memandang setiap karyawannya satu persatu. "Jika kalian tidak memiliki berita yang menarik, bagaimana majalah kita Strong, akan dibeli oleh masyarkat? Jika isinya saja tidak menarik seperti ini?" Semuanya terdiam. Tak ada yang berani menjawab. "Pokoknya saya ingin penjualan majalah kita bulan depan mengalami penaikan. Jika tidak saya akan memecat kalian semua. Mengerti?" Tiba-tiba Sandra mengangkat sebelah tangannya ragu-ragu. Membuat Kayla mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa San?" "Sa-saya punya ide yang menarik untuk majalah kita bulan depan bu." "Saya harap idemu kali ini tidak mengecewakan. Atau kamu terpaksa saya pecat," kata Kayla dingin. Ia ingin mendengar sebuah ide yang menarik. Bukan ide umum seperti yang biasa ia dengar. Majalah Strong milik Kayla berisi para pengusaha muda setanah air. Namun sepertinya para masyarakat mulai jenuh dengan isinya yang begitu-begitu saja. Seperti para pengusaha yang mewarisi kekayaan orang tuanya hanya untuk membanggakan dirinya sendiri sehingga dapat memiliki wanita mana saja yang mereka inginkan. "Dari berita yang saya dengar, Max Ivander sedang berada di rumah sakit. Sehingga hingga saat ini, Ivander Company tidak memiliki pemimpin. Namun, sebuah sumber suara mengatakan jika Max Ivander memiliki seorang putera yang bernama Erwin Ivander. Sayangnya belum ada yang mengetahui seperti apa sosok Erwin Ivander ini," jelas Sandra gugup. Ia berharap bos-nya yang dingin ini menerima usulannya. Kayla terdiam. Ia tampak berpikir. "Menarik. Saya minta Junot dan kamu Sandra mencari tahu lebih dalam mengenai Ivander Company ini. Dan selidiki siapa seperti apa sosok Erwin Ivander ini. Saya beri waktu seminggu lalu segera beritahu saya perkembangannya." Selesai mengatakannya, Kayla mengakhiri rapat siang ini yang disambut tarikan nafas lega dari semua karyawannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN