"Diyah, Mbak tahu kamu sangat membenci, Mbak. Tapi kak Azril tidak bisa memaksakan hatinya untuk membalas perasaan setiap wanita yang mencintainya dan mengejarnya," jelas Sinta lagi yang membuat mata kami menatap mereka lekat. "Apa maksudnya," tanya ustadz Rahman serius. "Biarkan Diyah yang menjelaskannya," jawabnya pelan. "Tolong, jelaskan semuanya, Nak," pinta Umi kepada Diyah. Tapi dia hanya diam. Perlahan air mata turun membasahi pipinya. "Biarkan dia menguasai pikirannya dulu!" Ustadz Rahman mengingatkan. Kami semua kembali terdiam. Hanya terdengar hembusan nafas beberapa kali. Kupikir aku yang lebih tahu tentang Diyah. Tapi ternyata salah. Banyak orang yang lebih tau dan faham. Terutama Sinta. Aku berusaha menyembunyikan tentang penembakan itu, tapi dia tahu lebih. Bahkan dia

