CHAPTER 7: TUSENFRYD

2159 Kata
TusenFryd. Sebuah taman hiburan bermain di Oslo yang dipenuhi oleh banyak permainan ekstrim seperti beberapa roller coaster dan permainan ekstrim lainnya. Dan Gaga sekarang tidak menyangka bahwa dia yang baru saja patah hati, sedang terpuruk, serta tidak memiliki perasaan yang baik, harus datang kemari. Bersama wanita yang heboh sendiri pula. "Enaknya naik yang mana ya, mas?!" Tanyanya penuh semangat. Telinga Gaga sampai berdenging karena teriakan semangat gadis di sampingnya ini. Kini Gaga sudah berdiri di depan wahana roller coaster yang arena-nya terbuat dari kayu-kayu yang terlihat tidak aman bagi Gaga. Namun ternyata banyak juga yang menaiki-nya. Sedangkan Beby menatap roller coaster dihadapannya dengan pandangan kagum sambil memakan ice cream-nya. "Kamu mau nggak?" Beby tiba-tiba saja langsung menyodorkan ice cream-nya dihadapan muka Gaga. Gaga sampai berjengit kaget dan kemudian langsung memelototi Beby ketika lelehan ice cream Beby mengenai kemeja yang dipakai Gaga. "Ups, sorry." Ucap Beby yang menurut Gaga jadi sok imut. "Kita mau naik apa nih, sekarang?" "Kamu. Bukan kita." Jawab Gaga sambil menatap Beby dengan datar dan kemudian mengusap lelahan ice cream tadi di kemeja-nya. "Hah? Terus kamu?" Gaga mengedikkan bahu-nya. "Saya mau pulang." "Ih, tapi 'kan sudah Beby beliin tiket masuk! Sayang dong kalau enggak kamu pakai!" Protes Beby. Gaga sampai menghela napasnya. "Tugas saya sudah selesai. Mengantar kamu kesini dan jadi translator kamu buat beli ice cream dan masuk kemari." Beby mencebikkan bibirnya kesal. "Kamu nggak seru." "Memang." "Ada nggak sih yang bilang kamu itu nggak seru di dunia ini?" Sindir Beby. "Semua orang." Jawab Gaga dengan datar. Membuat Beby mengerjapkan mata kearahnya. Kemudian Beby berdeham. "Kasihan banget ya hidup kamu. Sudah di campakkan wanita secantik Emma Leonard, pemarah, pendendam, nggak seru lagi. Beby doain aja semoga kamu masih dikasih keberuntungan biar nggak sial, ya." "Ketemu kamu itu sudah termasuk kesialan bagi saya." Celetuk Gaga, yang membuat Beby menarik bibirnya menjadi segaris lurus pada Gaga. "Bisa nggak sih kamu kalau ngomong yang jelek-jelek di dalam hati aja? Nyakitin tahu, gak?" Namun Gaga hanya mengedikkan bahunya cuek. Sampai Beby kembali berucap. "Yaudah sana, katanya mau pulang?" "Iya. Saya pulang." Melalui ucapan datar itu, Gaga kemudian benar-benar melakukan apa yang di inginkannya sedari tadi. Pulang. Kembali ke penthouse-nya yang sepi dan nyaman, tanpa jeritan semangat Beby atau apapun itu. Gaga bahkan benar-benar tidak perduli lagi dengan Beby. Wanita itu hanya orang asing yang dia temui di pesawat, gadis sok polos, gadis freak, gadis yang tiba-tiba saja datang dan memisahkannya serta meredam emosinya ketika menghajar Zion. Mengingat itu, Gaga yang sudah melangkah keluar dari TusenFryd langsung menghentikkan langkahnya. Dia kembali membalikkan badan dan menatap kedalam taman bermain itu lagi. "Ya ampun," Gaga memijat pelipisnya. Setelah mengeluarkan kata-kata ketus pada Beby tadi dan meninggalkan gadis itu di dalam TusenFryd begitu saja—tanpa bisa bahasa Norway, membuat Gaga tiba-tiba menjadi merasa bersalah. Sifatnya ini memang menyebalkan. Dia mudah marah dan ketus terhadap orang lain, tapi tiba-tiba saja bisa merasa bersalah dan tak enak hati. Seperti ini contohnya. Gaga bahkan sekarang mengetuk-ngetukkan kakinya dengan resah. Dia jadi bertanya-tanya. Apa yang sudah dilakukan Beby di dalam sana? Dia wanita, sendirian, tidak bisa bahasa Norway. Bagaimana jika ada orang yang menjahatinya? Sampai kemudian mata Gaga terbelalak ketika melihat ada satu mobil ambulance yang baru datang dan beberapa petugas kesehatan langsung berlari kedalam TusenFryd yang ramai sekali malam ini. Tanpa berpikir panjang, Gaga langsung menghampiri salah satu petugas kesehatan yang menunggu di pintu belakang ambulan. "unnskyld, meg hvorfor dette?—permisi, kenapa ini?" "Det er folk som har problemer med å puste etter ombordstigning av en berg-og dalbane—ada orang yang mengalami kesulitan bernapas setelah menaiki roller coaster." Jawab petugas itu. Roller coaster...   Kepala Gaga tiba-tiba saja langsung pening begitu mendengarnya. Entah kenapa jantungnya berdegup kencang, dia panik dan langsung berlari masuk lagi ke taman bermain itu. Tentu saja yang dipikirkannya pertama kali adalah Beby. Tadi gadis itu sangat ingin menaiki roller coaster yang terlihat tidak aman bagi Gaga dan sekarang, begitu Gaga masuk, sudah ada gerombolan orang di depan roller coaster yang dia lihat bersama Beby tadi.   Gaga mendekat, suara bisik-bisik beberapa orang mulai terdengar, petugas kesehatan yang tadi di lihatnya juga ada disina. Napas Gaga terengah, dia memaksa masuk ke tengah-tengah gerombolan. Dan dilihatnya seorang wanita dengan rambut merah kecokelatan sedang berbaring di kelilingi banyak petugas kesehatan itu sambil menggunakan alat bantu pernapasan.   Gaga langsung meremas rambutnya dan segera keluar dari kerumunan. Bisa-bisanya dia mengkhawatirkan Beby secara berlebih. Karena nyatanya, gadis itu sekarang melangkah riang setelah turun dari roller coaster yang lintasannya terbuat dari kayu itu. Beby mematung ketika melihat Gaga beberapa meter berdiri dihadapannya dan Gaga juga mematung ketika menemukan gadis itu ada. Dan baik-baik saja.   "Mas Gaga!" Beby melambaikan tangannya dan berlari mendekati Gaga. "Nggak jadi pulang? Bosen kan kalau nanti pulang galau lagi. Mending main sama Beby disini mumpung belum tutup. Atau mas Gaga, khawatir sama Beby?!"   Gaga sampai tersedak salivanya sendiri ketika mendengar pertanyaan terakhir Beby. "Cerewet kamu." Dia tidak mau mengakui, kalau dia... khawatir. Oke, sedikit khawatir.   "Hehe, ya sudah. Daripada mas Gaga galau terus, Beby rela kok jadi obat galau-nya kamu. Oke?" Tatapan mata Gaga pada Beby terlihat ragu, tapi entah kenapa kaki Gaga seakan menyetujui ketika Beby mulai meyeretnya untuk menaiki wahana ekstrim yang lain.  Wahana roller coaster. Lagi.  *** "Aduh, maaf ya." Beby menepuk-nepuk punggung Gaga dan Gaga terbatuk. "Beby nggak nyangka cowok yang kelihatan hebat seperti kamu ternyata lemah naik roller coaster." Bukannya menenangkan dan malah tak sengaja meledek, membuat Beby langsung mendapat lirikan tajam dan membunuh dari Gaga. "Eh, hehe." Beby menjauh sejenak. Terlalu takut dengan tatapan tajam Gaga. Lagipula, lelaki itu masih saja sempat melayangkan tatapan tajam pada Beby ketika sedang muntah-muntah seperti itu. Dan Gaga makin menunduk, memuntahkan isi perutnya ke sebuah aliran air kolam. "Beby beliin air mineral dulu, deh. Kamu tunggu sini, ya?" Tanpa menunggu jawaban Gaga, Beby langsung melesat pergi menjauhi Gaga untuk membelikan air minum. Daripada nanti dia kena semprot lagi. Gaga juga tidak menyangka dia akhirnya akan menaiki roller coaster setelah berhasil menghindari-nya selama beberapa tahun ini. Roller coaster memang wahana yang paling dibenci Gaga. Membuatnya pusing dan merasa ketakutan. Kini saja Gaga bisa berdiri setelah bertumpu pada pembatas jembatan. Namun sial karena kaki-nya jadi gemetaran sekarang. Untung saja Azida dan Nichol tidak ada disini. Kalau dua sahabatnya itu melihat Gaga lemas hanya karena roller coaster, dua sahabat laknatnya itu bisa menjadikan Gaga bahan ejekan untuk beberapa hari kedepan. Kemudian Gaga menarik napas dalam-dalam untuk meredakan rasa mualnya. Sampai Beby kembali datang dengan sebotol air mineral yang langsung diterima Gaga dan di minumnya. "Duduk dulu, yuk." Ajak Beby sambil menarik tangan Gaga dan lelaki itu hanya bisa pasrah ketika Beby mengajaknya duduk di salah satu bangku panjang. Beby tersenyum senang. Seperti dia tidak tertular rasa kesal Gaga, dirinya masih saja senang karena berhasil menaiki beberapa wahana ditemani oleh Gaga yang akhirnya tumbang karena satu roller coaster. Gaga mengusap wajahnya, menghela napas panjang. Kemudian melirik Beby yang menatap sebuah wahana di depan mereka. Ada sebuah kapal naga yang meluncur dari ketinggian beberapa meter. Kapal yang akan menerjang air dan membuat baju siapa saja yang menaikinya basah nanti. "Kamu... nggak berencana untuk naik itu, kan?" Tanya Gaga. "Pengen deh. Kamu mau, nggak?" Gaga menggelengkan kepalanya. Kemudian mengambil ponselnya dan melihat jam. "Sudah jam sepuluh. Setengah jam lagi TusenFryd tutup." "Hm... berarti masih ada waktu lagi." Gumam Beby dan Gaga mengernyit heran. Dalam hati Gaga mewaspadai gerakan Beby selanjutnya. Apalagi yang akan dilakukan gadis aneh ini. Sampai kemudian Beby menunjuk sebuah bianglala. "Bianglala! Kita harus naik itu sebagai penutup kencan kita yang enggak romantis ini!" Ucap Beby dengan semangat dan langsung menarik tangan Gaga begitu saja tanpa persetujuan. "Kencan?!" Gaga berucap tidak suka. "Saya tidak menganggap pergi sama kamu itu sebuah kencan." Beby terkekeh bak penyihir licik dan membuat Gaga ikut mengantri untuk menaiki bianglala bersamanya. "Dua pasang pria dan wanita single yang berduaan pada saat malam—" ucapan Beby terputus sejenak karena dia harus menaiki salah satu kapsul bianglala bersama Gaga. "Menurut Beby, intinya kita melakukan kencan." Gaga menghela napas lelah ketika dia harus duduk dihadapan Beby dan pintu kapsul bianglala yang mereka naiki kemudian di tutup. Rasanya bagaikan dia duduk terkurung bersama satu orang gila di dalam penjara. Dan begitu bianglala berputar, kapsul mereka mulai naik, kerlap-kerlip lampu di sekitaran TusenFryd yang mulai terlihat-pun masih tidak merubah perasaan Gaga. Perasaannya masih saja buruk dan segalanya terasa suram setelah berusaha menerima fakta tentang hubungannya yang harus berakhir seperti ini. Gaga memilih memalingkan wajahnya ke samping. Melihat pemandangan luar karena bianglala ini begitu tinggi dan bisa membuatnya melihat sebagian kecil sekitaran kota Oslo di malam hari. Yang sialnya, malah semakin mengingatkan Gaga pada kenangannya bersama Emma dulu. Sampai lamunan Gaga terhenti dan matanya menyipit ketika tiba-tiba dia merasakan kilatan flash dari jepretan kamera ponsel Beby. "Ups," Beby melirik Gaga takut-takut dari balik ponsel karena ketahuan memfoto Gaga diam-diam. "Ngapain kamu?" Beby tersenyum manis sambil menyodorkan ponselnya pada Gaga. "Nge-fotoin kamu. Galau banget deh wajahnya." Dan Gaga hanya menghela napas pasrah. Tak berminat sama sekali dengan apapun yang dilakukan Beby. "Ponsel kamu mana?" Tanya Beby. "Buat apa?" "Fotoin Beby, dong!" Gaga memicingkan matanya tidak suka. "Kamera saya bisa retak saat memfoto kamu." "Hahaha, kamu ngelawak, ya? Garing banget." Beby malah balik terbahak. "Udah mana ponselnya?" Entah apa yang ada di dalam tubuh Beby sampai lelaki dingin dan datar seperti Gaga bisa menuruti kemauan gadis aneh dihadapannya ini. Gaga lalu merogoh saku celananya, namun matanya langsung terbelalak lebar dan tangannya makin masuk kedalam saku yang... kosong. "Kenapa, mas?" Tanya Beby saat melihat Gaga melongok ke bawah—ke area bangku tadi. "Ini gara-gara kamu narik saya begitu saja." Desis Gaga. "Ponsel saya ketinggalan di bangku tadi." Setelah melihat jam di ponselnya, Gaga tidak sempat memasukkan ponselnya kembali kedalam saku karena Beby langsung menariknya. Sekarang, Gaga yakin jika dia tanpa sadar meletakkan ponselnya begitu saja di bangku tadi. Bukannya merasa bersalah atau pura-pura panik agar terlihat lebih manusiawi, Beby malah mengedikkan bahunya. "Nanti 'kan bisa diambil. Kalau hilang, di cari." "Gampang banget ya kamu kalau ngomong." Sungguh, Gaga rasanya ingin membuka paksa pintu kapsul ini dan mendorong Beby agar terjun bebas dari ketinggian beberapa meter diatas permukaan tanah ini. "Udah, nikmatin aja dulu pemandangannya." Beby kemudian pindah tempat duduk di sebelah Gaga. Dan Gaga sontak menggeser duduknya, membuat Beby melirik Gaga dengan malas. "Kamu itu, jangan terlalu sensi sama Beby. Jangan terlalu benci juga." Ucap Beby tiba-tiba sambil menikmati pemandangan gemerlap lampu kota. "Karena batas antara benci dan cinta itu beda tipis." Mendengar itu, Gaga langsung bergidik ngeri sambil membatin bahwa itu adalah teori gila para b***k-b***k cinta. "Jangan terlalu realistis juga. Khususnya pada perasaan." Ucap Beby lagi. Kali ini memalingkan wajahnya pada Gaga. "Beby nge-fans sama Calvin Leonard. Nge-fans juga sama adiknya dan Beby nggak nyangka kalau kalian memiliki hubungan se-khusus itu. Karena selama ini Emma betul-betul menutup kisah asmaranya dari pemberitaan." "Berita seperti itu tidak penting." Beby menoleh, menatap Gaga yang kini menatap kearah luar dengan pandangan menerawang. Lalu Beby langsung menepuk pundak Gaga, membuat Gaga menoleh menatapnya dan Beby mengangguk mantap bak jenderal. "Kamu harus sabar! Ini pasti jalan dari Tuhan untuk memberikan kamu jodoh paling baik dari yang terbaik!" Gaga sontak mendengus, namun kali ini ada senyuman geli dari dirinya. "Kenapa? Kok senyum-senyum?" Beby memajukan wajahnya, menatap Gaga semakin dekat. "Enggak," Gaga kemudian memalingkan wajahnya dari Beby. Hanya saja, seumur-umur dia belum pernah bertemu orang asing yang perduli dengannya seperti ini. *** Seusai turun dari bianglala, Beby langsung berlari secepat kilat kearah bangku yang di duduki Gaga tadi. Meninggalkan Gaga begitu saja yang lambat turun dari bianglala, karena Gaga juga sudah pasrah jika ponselnya hilang. Dan bahu Beby langsung merosot lemas ketika tidak menemukan benda pipih berwarna silver milik Gaga tadi. Bahkan kini Beby berjongkok sambil melongok ke bawah kursi, membuat Gaga mendesah kesal karena kelakuan absurd gadis dihadapannya ini. "Aduh... gimana, nih?" Gumam Beby sambil menggaruk-garuk kepalanya. Kini dia baru merasa bersalah. Mengetahui Gaga yang hanya diam berdiri di belakangnya, Beby-pun membalikkan badannya. Masih berjongkok ketika menatap Gaga. "Ponselnya nggak ada." "Yasudah." Gaga menghela napas. "Yasudah..." Beby menatap Gaga takut-takut. "Beby... nggak harus ganti ponsel kamu, kan?" Gaga memicingkan matanya. "Memang kamu punya uang buat ganti ponsel saya?" "Dari tampang-tampangnya dan dari mobil kamu, sih, kayaknya Beby nggak usah ganti, ya?" Beby kemudian berdiri. Namun menundukkan kepalanya dalam-dalam, menatap sepasang sepatu kets putihnya yang sudah terkena beberapa noda. "Ayo pulang." Gaga membalikkan badannya begitu saja. "Tapi kamu pulang sendiri. Sudah cukup saya khilaf malam ini pergi sama kamu." "Jangan-jangan ponsel kamu nggak hilang, ya?" Beby menyusul langkah Gaga. "Hilang." "Kok biasa aja?" "Mau gimana lagi?" Beby menyipitkan matanya, dan tanpa disangka-sangka dia merogoh saku celana bagian belakang Gaga. Membuatnya tanpa sadar memegang p****t Gaga dan sontak membuat Gaga berjengit kaget. "Apa-apaan!" Bentak Gaga, matanya terbelalak kaget menatap Beby. Tapi Beby malah mengerucutkan bibirnya. "Iya, ponselnya enggak ada. Kamu jujur ternyata. Yaudah, ayo pulang." Sontak Gaga terperangah, menatap wanita yang berjalan mendahuluinya dengan langkah yang kembali semangat sambil meloncat-loncat kecil. Beby terlihat polos, atau memang terlalu polos? Jantung Gaga sampai masih berdegup kencang karena sentuhan itu. Bagaimanapun juga, dia laki-laki.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN