CHAPTER 8: HEARTBEAT

1808 Kata
Setelah Beby melakukan hal pelecehan tak kentara pada Gaga, yang membuat Beby tidak merasa bersalah sama sekali... gadis itu akhirnya memilih untuk menuruti perkataan Gaga untuk pulang. Dan Gaga kira, Beby mendengarkan perkataannya beberapa saat yang lalu. Bahwa seharusnya gadis itu pulang sendiri. Bukan malah mengikuti Gaga hingga ke lapangan parkir tempat mobil Gaga di parkirkan seperti saat ini. "Kamu ngapain?" Tanya Gaga begitu langkah mereka berdua sampai di depan mobil pria itu. Beby sontak mengernyitkan alisnya. "Pulang, kan?" "Kamu enggak dengar perkataan saya tadi?" Gaga menghela napas sambil memasukkan tangannya ke saku celana. "Kamu pulang sendiri." "Ih, kok gitu, sih?!" Benar saja, Beby memekik tidak terima. Membuat Gaga langsung melihat ke kanan dan kiri, takut-takut ada yang mengira dirinya bertindak macam-macam pada Beby. "Lelaki macam apa kamu yang membiarkan wanita secantik dan sepolos diriku pulang sendirian?" Beby terisak bohongan sambil memegang dadanya, seolah tersakiti. Dan hal itu kontan saja membuat Gaga menghela napas berat sambil memijat pelipisnya yang kini bedenyut. Gadis dihadapannya ini benar-benar... "Yasudah kalau nggak mau nganterin aku pulang." Beby mengerucutkan bibirnya. Lalu dengan ajaibnya mulai melangkah meninggalkan mobil Gaga. Sedangkan Gaga masih diam di tempat, memperhatikan Beby yang kini sudah melangkah melewati-nya. Seolah-olah ingin pulang sendiri. Bukannya merasa bersalah, Gaga malah bersyukur akan hal ini. Jadi tanpa menunggu lama lagi, Gaga langsung naik ke mobilnya dan menyalakan mesin mobil. Lebih baik dia pulang sendiri daripada harus mengantarkan gadis freak seperti Beby yang akan membuat kepalanya tambah terasa migrain. Kemudian mobil Gaga melaju begitu saja tepat dihadapan Beby. Membuat Beby tersentak dan terperangah ketika mobil sport yang dikendarai Gaga itu benar-benar melaju meninggalkannya begitu saja. "Sumpah demi apa?!" Beby terpekik kaget. "Dia tega banget! Ba-nget!" Namun sepertinya mau Beby memekik bagaimanapun dia tetap akan di tinggalkan oleh Gaga. Membuat kini entah kenapa raut wajah senang Beby hilang, digantikan raut wajah penuh kecemasan. Ini sudah jam setengah sebelas malam. Jalanan di samping kanan dan kirinya juga mulai sepi. Jika ada orang-pun itu adalah lelaki dengan rambut cepak dan bertato, yang entah kenapa memandanginya begitu intens. Beby mempercepat langkahnya, kini jantungnya entah kenapa berdebar keras. Dia hanya tinggal masuk ke stasiun dan menunggu Oslo Metro agar bisa segera pulang ke rumah. Hanya saja, hingga detik ini dia tidak menyangka saja pada Gaga. Beby kira, keakraban mereka untuk hitungan jam malam ini, ditambah ketika di pesawat kemarin-kemarin, setidaknya membuat Gaga memiliki simpati pada Beby. Bisa mengantarkan pulang sebagai bentuk simpati, mungkin? Beby juga sudah merasa dia sangat baik pada Gaga. Yah, walaupun lelaki itu tetap saja dingin, datar, dan tidak ramah pada Beby. "Tapi nggak apa-apa. Beby enggak boleh negatif thinking sama dia. Mungkin saja dia sakit perut tapi gengsi mau bilang? Jadi dia nggak bisa mengantar Beby." Gumam Beby sendirian. Lagipula, Beby juga sadar jika Gaga tidak sudi mengantarkannya pulang pasti karena Beby yang sudah membuat Gaga kehilangan ponselnya. Sampai ketika Beby sedang menunggu lampu pejalan kaki berwarna hijau untuk bisa menyebrang, ada tiga orang pria berhenti di sampingnya. Salah satu dari mereka mencondongkan tubuhnya kearah Beby dan tersenyum jahil. "Er du alene?—apakah kamu sendirian?" Beby langsung menoleh, menatap lelaki disampingnya. Tapi merasa tidak tahu apa yang dibicarakannya, Beby masa bodoh saja dan kembali menununggu lampu pejalan kaki. "Hun er vakker, mann—dia cantik, man." Ucap lelaki itu pada dua temannya. Yang membuat mereka tertawa. Namun Beby masih saja tidak mengerti pembicaraan mereka. "Hei, hva heter du?" Kini Beby menoleh, merasa mereka menyapa Beby dan tanpa rasa curiga, Beby melempar senyum manis pada mereka. "Hai. But sorry, are you greeting me?" Ketiga lelaki itu saling berpandangan sejenak. "You can't speak Norway?" "I can't." Jawab Beby sambil menggelengkan kepalanya. Kemudian lampu pejalan kaki mulai berwarna hijau dan Beby mulai menyebrang diikuti dengan tiga lelaki itu di belakangnya. Sampai tanpa di sangka-sangka, salah satu dari mereka memukul p****t Beby dan bahkan meremasnya dengan cepat, membuat Beby berteriak kaget. "Sorry, sir! Don't do that!" Hardik Beby sambil mengangkat tas-nya, bersiap-siap memukul lelaki yang berani macam-macam padanya. Ketiga lelaki itu bersorak meremehkan sambil mengangkat tangan dihadapan Beby. "Lebih baik kau ikut dengan kami." "Tidak." Desis Beby dan dia kembali berjalan dengan cepat. "Oh, c'mon..." Dengan kurang ajarnya, mereka menarik tangan Beby begitu saja dari belakang. Beby sudah hampir berteriak meminta pertolongan sampai tiba-tiba dia kembali melihat Gaga dari belakang ketiga lelaki berengsek ini, menyentakkan tangan Beby dari tiga lelaki berengsek itu dan menarik Beby kedalam pelukannya. "gå bort. eller jeg ringer politiet—pergi. Atau saya panggil polisi." Ancaman Gaga terdengar datar namun mengandung unsur ketegasan yang kentara. Beby juga tidak mengerti apa yang dikatakan Gaga pada ketiga lelaki yang sudah melecehkannya tadi. Tapi ketiga lelaki itu langsung mendumal marah dan pergi begitu saja dari hadapan Beby dan Gaga. Seperginya mereka, Gaga melirik Beby yang masih berada di pelukannya. Gaga tidak bisa memungkiri kalau sekarang dia merasakan Beby mencengkeram lengannya dengan kuat. Gaga tahu Beby merasa ketakutan. Dengan sengaja Gaga menyentuh telapak tangan Beby yang memeluk-nya dan dingin, telapak tangan itu terasa dingin. Bahkan tubuh gadis di pelukannya ini gemetar ketakutan. Gaga tidak dapat menanyakan apapun sekarang, karena Beby menenggelamkan wajahnya di d**a bidang Gaga dan isakannya mulai terdengar. Baiklah, kini rasa bersalah begitu menyeruak dalam diri Gaga. Tidak seharusnya dia hanya diam dan berpikir bisa mengerjai Beby—walaupun akhirnya Gaga mengikuti Beby agar gadis ini aman sampai di stasiun. Namun nyatanya tidak. Meninggalkan gadis sepolos Beby pada malam hari di jalanan adalah hal yang membahayakan gadis ini. Jadi Gaga hanya bisa berucap, "maaf." *** Setelah membiarkan Beby tenang sejenak di dalam mobilnya, gadis itu kemudian memberitahu Gaga alamat rumah kakaknya yang ternyata lumayan jauh lokasi-nya dari TusenFryd. Tidak usah menanyakan apa yang terjadi pada Beby. Karena sebetulnya Gaga sudah tahu semuanya, dia sudah melihatnya dan entah kenapa dadanya langsung bergemuruh marah ketika ketiga lelaki itu melecehkan Beby. Sungguh, sepanjang perjalanan menuju rumah kakak Beby, berkali-kali Gaga melirik Beby yang sudah terlelap di bangkunya. Gaga hanya khawatir dan merasa bersalah sekarang. Dia sampai tidak berani membangunkan Beby sepanjang perjalanan. Walaupun sepanjang perjalanan juga Gaga sedikit melamun sambil menyetir. Ya, terkadang Gaga suka melamun ketika menyetir—atau lebih tepatnya, berpikir sambil menyetir. Tidak ada kejadian kecelakaan atau nyaris kecelakaan yang dialaminya selama dia menyetir sambil memikirkan hal lain. Malah menurut Gaga dia menjadi lebih gesit dan tidak merasa bosan dalam perjalanan. Dia juga merasa jadi tidak lama menghabiskan waktu di perjalanan. Gaga memikirkan malam ini. Dimana waktu seolah-olah membuat harinya yang biasanya datar dan tertata rapi menjadi berantakan. Gaga merasa dia sedang menaiki roller coaster. Yah, walaupun sebenarnya tadi dia menaiki roller coaster sungguhan, sih. Tapi Gaga tidak mengira jika seusai pertengkarannya dengan Zion, dia akan kembali bertemu dengan Beby, di obati luka di wajahnya oleh Beby, dan gadis itu berusaha untuk mengobati luka hatinya malam ini. Baiklah, Gaga merasa gadis freak ini cukup berhasil membuat Gaga melupakan patah hatinya sejenak. Walaupun dia dibuat lelah hati dengan Beby, sampai di buat kehilangan ponsel pula. "Kamu kayaknya hapal sekali jalanan kota Oslo." Gaga langsung menoleh kesampingnya. Beby sudah bangun ternyata. "Sudah berapa lama tinggal di Oslo?" Tanya Beby sambil menguap. "Saya tidak menetap di Oslo. Saya cenderung berpindah-pindah di negara tempat saya membuka usaha. Tapi memang kalau di Oslo saya suka tinggal lebih lama karena—" Penjelasan Gaga menggantung karena dia kembali mengingat Emma. Gaga yang menjadi tinggal lebih lama di Oslo karena Emma menetap di Oslo ketika berkuliah, tinggal bersama ayah kandungnya di kota ini. Beby mengangguk dan menepuk pundak Gaga. "Beby tahu kok karena siapa. Udah kamu enggak perlu menjelaskan. Kamu hanya perlu melupakan. Yah, walaupun melupakan wanita secantik dia itu tidak mudah." Gaga menghela napas lelah dan mengusap wajahnya. Beby ternyata sudah baik-baik saja dan mulai lagi. "Yang susah itu, melupakan wanita seceria Beby. Iya, nggak?" Beby meminta persetujuan namun Gaga hanya diam. "Kamu nggak asik." "Kamu sudah bilang itu tadi." Jawab Gaga akhirnya, masih sambil menyetir. Sampai tanpa terasa mobil Gaga sudah memasuki deretan perumahan. "Maju lagi. Rumah kakak Beby yang paling asri, bersih, dan tanpa pagar." Jelas Beby. "Maju lagi, yak... yak... oke, yang ini! Stop!" Gaga melirik Beby dengan malas ketika mobilnya sudah berhenti di depan sebuah rumah ber-cat putih. "Saya seperti supir angkot kamu malam ini." "Supir angkot nggak ada yang seganteng kamu." Celetuk Beby begitu saja. Kemudian tanpa diminta, Gaga menekankan tombol seatblet Beby agar terlepas dan bahkan sampai membantu melepaskan seatbelt itu dari Beby. Membuat kini wajah Gaga condong kearah Beby dan Beby sampai memundurkan wajahnya ke sandaran kursi. "Kenapa?" Tanya Beby dengan sedikit grogi. Bagaimana tidak grogi jika lelaki dengan tatapan tajam ini menamati wajahnya sedekat ini. "Kamu nggak apa-apa, kan?" Beby mengerjapkan matanya. "Maksudnya?" "Saya cuma ingin memastikan kamu baik-baik saja. Maksud saya, setelah kejadian lelaki kurang ajar tadi—" "Beby takut." Jawab Beby memotong pembicaraan Gaga. "Tapi setelah kamu datang, entah kenapa Beby enggak merasa takut lagi. Beby tahu walaupun kamu terlihat tidak peduli, tapi kamu tetap harus merasa melindungi gadis secantik Beby ini, kan?" Hening. Gaga menahan diri untuk memutar bola matanya, percuma saja mengkhawatirkan wanita seperti Beby. "Terimakasih ya, mas Gaga." Ucap Beby dengan tulus di sertai senyumannya, yang entah kenapa membuat perasaan Gaga menjadi aneh. Gaga menganggukkan kepalanya. "Semoga setelah ini kita enggak ketemu lagi, ya." Beby ingin menjawab sebagai bentuk penolakan. Beby ingin bertemu Gaga lagi, juga akan meminta kontak mana saja yang bisa dihubungi. Namun ketika wajah Gaga makin mendekat pada wajahnya, semua ucapan Beby seolah tertelan bulat-bulat. Beby memejamkan matanya rapat-rapat, dia merasakan dengan sangat amat jelas ketika bibir lembab nan hangat seorang Dirgantara Felixiano mencium bibirnya. Seharusnya Beby marah, berteriak, namun Beby tidak tahu kenapa debaran keras di jantungnya membuat dirinya membeku. Bahkan membuat tubuh Beby lemas ketika bibir Gaga mulai bergerak dan melumat bibir Beby semakin dalam. Gaga juga tidak tahu kenapa dia melakukannya. Ini terasa gila, namun tingkah diam Beby membuatnya makin berani. Makin ingin menjelajahi bibir manis ini. Gaga memberikan lumatan kecil pada bibir Beby, dia bahkan siap jika dia ditampar setelah ini. Namun Gaga tidak yakin dia akan di tampar. Karena gadis yang di ciumnya juga membalas ciumannya dengan kaku, seolah belum berpengalaman dan hanya mengikuti gerakan bibir Gaga. Kemudian Gaga memberanikan diri mengusap tengkuk Beby dengan lembut, naik ke pipi gadis itu dan Gaga dengan sengaja mengigit bibir bawah Beby. Membuat gadis itu melenguh dan Gaga memamanfaatkannya dengan menelusupkan lidahnya kedalam mulut Beby. Membuat lidah mereka saling bertemu, membuat ciuman mereka makin dalam. Menghabiskan oksigen di sekitar mereka hingga Beby yang sudah terengah dengan paksa mendorong tubuh Gaga dengan keras begitu saja. Gaga tersentak, Beby juga terkejut dengan apa yang Gaga lakukan padanya. Namun jantungnya berdegup kencang, sampai Beby takut jika Gaga akan mendengarkan debaran jantungnya. Dihadapan Gaga, Beby tanpa sengaja mengulum bibirnya. Membuat Gaga makin ingin saja mencium Beby lagi dan merasakan gerakan kaku Beby jika membalas ciumannya. Tapi tanpa berkata apa-apa, Beby kemudian membuka pintu mobil dengan cepat dan langsung turun begitu saja. Membiarkan Gaga yang hanya bisa menatap punggung Beby malam ini, sebagai pertemuan terakhir mereka. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN