CHAPTER 9: PENASARAN

2284 Kata
Beby memulai awal paginya dengan memakan nasi goreng buatan kakak iparnya yang bernama Selvi. Rasanya makan nasi goreng di negara orang entah kenapa terasa luar biasa. Atau memang nasi goreng buatan Selvi yang begitu enak? Sambil sarapan, Beby juga sesekali menggelitiki perut Norway Abhyaksa—keponakannya yang masih bayi itu hanya bisa tersenyum-senyum sambil menjulur-julurkan lidah kecilnya di stroller yang ditempatkan di samping Beby. "Norway, Norway, nanti kalau besar, mau jadi apa?" Beby menanyakannya dengan nada lagu boneka Susan. "Norway mau jadi kaya aunty Beby yang cetar membahana!" Selvi kemudian duduk disamping Beby sambil terkekeh. "Ada-ada aja kamu, dek." "Ih, memang benar tahu, mbak." Beby kemudian menekan-nekan pipi bulat Norway. "Aunty Beby cetar, kan? Syahrini kalah, kan?" Tawa Selvi makin keras saja. Rasanya ketika ditambah Beby di rumahnya, kondisi rumah menjadi lebih ramai dan berwarna. Tapi kemudian tawa Selvi terhenti begitu saja ketika melihat suaminya—Adam Abhyaksa masuk ke ruang makan dengan setelan jas kerja yang rapi. "Mas—" Ucapan Selvi terputus ketika dia melihat raut wajah marah Adam kepada Beby. Beby tidak menyadari kedatangan kakak lelaki-nya itu. Sampai Adam menepuk bahu Beby, membuat Beby menoleh dengan cepat kesamping. "Dih, mas Adam bangunnya siang amat." "Darimana kamu semalam?" Tanya Adam dengan tegas. Kedua tangannya bersedekap di depan d**a dan matanya menyipit menatap Beby. Mendapatkan pertanyaan itu, Beby langsung mengalihkan wajahnya dan pura-pura sibuk kembali dengan sarapannya. "Mas tanya sama kamu, dek!" Sentak Adam. "Mas," Selvi memperingatkan tindakan Adam barusan dan dia langsung menggendong Norway. "Sebaiknya kalian selesaikan urusan kalian berdua dulu. Tapi aku nggak mau ada pertengkaran di pagi hari." Beby melirik kakak iparnya itu yang meninggalkannya begitu saja. Bahu Beby melemas dan dia menghela napas lelah. Adam langsung memijat pelipisnya. "Masih belum mau jawab? Ponsel mati, pulang tengah malam dan diantar dengan orang asing." "Dia bukan orang asing, mas." Bela Beby secara spontan. Dia sudah kembali berani menatap Adam. "Dia teman aku." "Kamu nggak punya teman di Oslo." "Dia orang Indonesia, kok." "Siapa namanya? Terus apa yang kamu lakuin sama dia sampai tengah malam seperti itu?" Adam sampai menumpukan tangannya pada meja. Membuat Beby melirik tangan Adam ketakutan. Mengantisipasi kalau kakaknya itu akan memukul meja. "Kenapa kamu? Kalau nggak terjadi apa-apa maka jawaban kamu nggak akan berbelit-belit seperti ini." Beby mengigit bibir bawahnya. Tidak terjadi apa-apa? benarkah? Astaga, rasanya ciuman tadi malam itu... "Beby Abhyaksa!" Sentak Adam dan benar saja kakaknya itu sampai memukul meja, membuat Beby tersentak dan langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Bilang sama mas. Kamu nggak apa-apa, kan? Atau memang lelaki itu berbuat tindakan tidak senonoh sama kamu dan melarang kamu untuk bilang—" "Mas!" Beby balik menyentak Adam dengan mata berkaca-kaca. "Tolong jangan bentak-bentak Beby. Itu malah membuat Beby ketakutan dan gugup." "Ya ini gara-gara kamu juga, Beby." Beby megusap air matanya yang jatuh. "Habis nonton konser Shawn Mendes Beby pergi ke TusenFryd sama teman Beby. Namanya Gaga, dia cowok Indonesia dan dia baik. Dia tidak melakukan apapun sama Beby dan Beby baik-baik saja." Tanpa menunggu lama lagi, Beby langsung berdiri dari duduknya dan berderap menaiki tangga ke kamarnya. Adam juga langsung menyusul Beby. Namun di tengah-tengah anak tangga langkahnya terhenti ketika mendengar suara bantingan pintu kamar Beby. Kemudian Adam menghela napas. Dia harus sabar menghadapi adik seperti Beby yang terkadang sifatnya masih kekanak-kanakan seperti ini. Begitu sampai di depan pintu, Adam langsung mengetuknya. "Beb?" Namun tidak ada sahutan. Membuat Adam tahu bahwa sampai kapanpun mengetuk, jika Beby masih marah, pintu itu juga tidak akan terbuka. Maka dari itu Adam memilih langsung saja bicara. "Mas tahu kamu pasti tetap mau dengerin mas ngomong. Tapi sekali lagi mas ingatkan, kamu itu sudah menjadi wanita dewasa. Kamu harus menjaga diri ketika di negara orang." Adam menghela napasnya kemudian. "Mas memang kali ini mengijinkan kamu kemana-mana sendiri karena sudah percaya sama kamu. Tapi namanya kakak laki-laki dan kamu adik perempuan mas satu-satunya, maka rasa khawatir mas tentu ada. Kamu di Oslo, mama dan papa yang titip kamu ke mas dan mas sebagai penanggung jawab kamu. Dari dulu sampai sekarang. Enggak pernah berubah. Kamu termasuk tanggung jawab mas." Beby di dalam kamarnya hanya bersembunyi di balik selimut. Namun dia hanya diam saja mendengarkan kalimat demi kalimat yang diucapkan kakaknya itu. Sampai Adam kembali berbicara lagi, "yasudah kalau kamu bilang enggak ada apa-apa. Mas mau sarapan dulu, habis itu berangkat kerja." Kemudian hening sejenak. "Hm... nanti sore kamu mau jalan-jalan? Mas antar kemana saja kamu mau pergi." Mendengar itu Beby mengulum bibirnya. Sebenarnya dia ingin sekali pergi ke sekolah di salah satu kota Oslo, sekolah yang digunakan sebagai syutting series berjudul SKAM yang sangat Beby sukai. Beby juga segera ingin ke beberapa cafe yang pernah digunakan untuk syutting series SKAM itu. Sambil membayangkan dirinya seolah-olah ada di series itu. "Yaudah kalau nggak jawab, artinya enggak mau." Adam membuat keputusan sendiri. Dan hal itu sontak membuat Beby langsung meloncat turun dari kasurnya dan membuka pintu dengan cepat. "Beby mau, kok!" Adam menghentikan langkahnya dan kemudian berbalik. Kembali menatap adiknya itu. Adam lalu menghela napas, melangkah mendekati Beby dan langsung merengkuh Beby. Beby sontak saja balas memeluk Adam dan bergumam, "maaf ya, mas. Sudah bikin khawatir. Beby janji nggak akan ngebolang lagi kaya kemarin." "Iya, terserah kamu, deh. Mas sudah capek." "Ih, kok gitu, sih!" Beby mencebikkan bibirnya kesal. Membuat Adam terbahak dan mengacak puncak kepala Beby. "Lebih baik kamu kenalkan mas dulu sama teman kamu tadi malam yang sok keren nganter pakai mobil sport." Sejenak, Beby hanya diam. Sampai Adam membuyarkan lamunannya, ingin segera sarapan katanya. Meninggalkan Beby yang kepalanya kini pening karena kembali mengingat Gaga. Jadi tanpa menunggu lama, Beby langsung kembali berlari masuk kedalam kamarnya. Naik keatas kasur dan meraih ponsel. Hanya ada satu-satunya cara agar dia bisa tahu siapa itu Dirgantara Felixiano. Maka dari itu Beby membuka halaman Google, mengetikkan namanya. "Dirgantara Felixiano ganteng—eh, keterusan!" Beby menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dirgantara Felixiano." Kemudian laman Google itu menampakkan beberapa kolom tentang Dirgantara Felixiano dan Beby mengernyitkan dahinya ketika dia jadi mengetahui bahwa terlalu banyak info tentang Gaga di Google. Gaga adalah seorang anak dari chef keturunan Prancis yang terkenal di Indonesia bernama Felix Alexander. Dirgantara Felixiano jugalah seorang chef yang memiliki restoran mewah bernama Epicure. Namun Epicure tidak ada di Indonesia. Epicure hanya terdapat di New York, London, dan Oslo salah satunya. Dan ketika Beby membuka laman berita, selain berita tentang restoran mewah Epicure dan berbagai prestasi Gaga dalam dunia memasak, Beby juga mendapati beberapa berita dari luar negeri yang memuat hubungan antara Gaga dan Emma Leonard. Ketika melihat foto-foto Emma dan Gaga yang diambil oleh paparazzi, membuat Beby tanpa sadar menghela napas berat. Gaga jelas bukan seorang lelaki sembarang. Berbeda sekali gaya hidup dan lingkungannya dengan Beby. Tapi, kenapa lelaki itu menciumnya begitu saja tadi malam? "Oh my God! You make me feel crazy, mas Gaga!" Erang Beby sambil berguling-guling di kasur. Sampai kemudian Beby lelah berguling-guling sambil mengerang frustasi, dia lalu merentangkan tubuhnya diatas kasur dengan mata yang menatap ke langit-langit kamar. Beby kemudian menyentuh bibirnya. "Bibir Beby sudah nggak suci lagi." Beby lalu menutup matanya dengan lengan dan mengerucutkan bibirnya. "Maafin aku Shawn Mendes! Kamu gagal jadi ciuman pertamaku!" *** Jakarta, Indonesia. Dua minggu kemudian...   Begitu mendengar suara mobil Gaga memasuki pekarangan rumah, tidak usah menunggu asisten rumah tangga untuk membukakan pintu bagi Gaga. Namun Athayya langsung berlari ke pintu dan membukakan pintu untuk anak lelakinya itu. Athayya menyambut Gaga malam ini dengan senyuman secerah matahari. Tapi Gaga malah menghela napas lelah ketika melihat Athayya dan senyuman itu. "Gimana?" Tanya Athayya langsung tanpa basa-basi. "Sesuai permintaan mama." Gaga berjalan begitu saja memasuki rumah. Athayya mengernyitkan dahi tidak paham dan mengikuti langkah Gaga menuju ke dapur. Sambil berjalan, Gaga melepas jas-nya dengan kasar dan melemparnya begitu saja ke salah satu sofa. Melihat itu, Athayya langsung menelan salivanya. Kini dia tahu Gaga sedang tidak dalam suasana hati yang baik dan pasti kencannya tidak berjalan dengan lancar. "Ga, kamu nggak kasar kan sama anaknya tante Jenny?" Tanya Athayya lagi. Dia kini berdiri di dekat kithcen isle. Sedangkan Gaga yang sudah menenggak sebotol air mineral dingin dari dalam kulkas hanya melirik Athayya. Bahkan dari lirikan anaknya itu, Athayya tahu kalau kini dia gagal lagi. Semenjak Gaga pulang ke Indonesia dua minggu yang lalu, pemberitaan luar negeri langsung heboh dengan berita mantan kekasih Emma Leonard yang mengamuk di salah satu restoran mewah di Oslo. Felix—suami Athayya hanya bersikap santai. Karena menganggap anaknya sudah dewasa dan tahu mana yang baik, mana juga yang benar untuk dirinya sendiri. Tapi Athayya tidak seperti suaminya. Gaga di Indonesia karena sibuk untuk membuka restoran barunya di Jakarta. Tapi anak itu malah menjadi seperti zombie hidup. Tidak ada semangat sama sekali, memforsir diri dengan bekerja, pulang pagi dan paginya lagi sudah berangkat. Athayya sampai begitu mengkhawatirkan kondisi anaknya itu. Dan ketika berkumpul dengan teman-temannya, mereka semua menanyakan masalah Gaga. Athayya bilang saja bahwa anaknya sekarang sedang patah hati. Kemudian munculah sebuah ide dari teman-teman Athayya itu. Apalagi jika bukan berusaha mendekatkan Gaga dengan anak-anak mereka yang Athayya aku produk unggulan semua. Dari bibit, bebet, bobot, semuanya Athayya suka. Tapi Gaga sepertinya tidak. "Sudah cukup ya, ma. Ini terakhir kalinya." Gaga menyempatkan diri untuk duduk di kursi sambil memijat pelipisnya. Sungguh, anak tante Jenny tadi memang cantik dan pintar. Namanya Jennifer, seorang model yang juga seorang influencer. Dia memang memakai pakaian yang bagus. Maksudnya, memakai pakaian yang bisa memperlihatkan lekuk tubuh indahnya secara sempurna pada Gaga. Namun Gaga tidak berminat, dia malah pusing dengan bau parfum Jennifer yang begitu kental akan bau vanilla. Belum lagi karena dia seorang influencer, langkah Jennifer tidak bisa lepas dari ponselnya. Jennifer juga banyak bicara, walaupun Gaga akui Jennifer pandai menciptakan topik agar keadaan mereka berdua tidak terlalu canggung. "Coba, kamu ceritakan sama mama tentang malam ini." Pinta Athayya. Gaga hanya mengedikkan bahunya. "Nothing special. Gaga akui dia pintar, good looking and... talented." "So?" "Tapi Gaga nggak suka dengan bau parfum dia." Sungguh, Athayya sampai menepuk dahi mendengar pernyataan gamblang Gaga. "Dia pintar membuka topik obrolan, hanya saja—" "Kamu pasti tidak bisa melanjutkan topik obrolan itu, kan?" Tebak Athayya dan benar saja. Nyatanya, anaknya itu hanya mendecih. "Kamu tuh, ya. Astaga Gaga, dari dulu sifat kamu tidak berubah-berubah." Gaga menarik bibirnya menjadi segaris lurus. "Simple. Dia bertanya, Gaga menjawab." Dan Gaga juga tidak berminat untuk balik bertanya. Karena Gaga tidak suka wanita yang cerewet, berbicara tidak mutu, dan berisik. Gaga kesal dengan wanita seperti Beby. Tunggu. Gaga yang hendak meneguk airnya lagi sampai menghentikkan gerakannya. Kenapa tiba-tiba nama gadis itu muncul lagi dalam benaknya?! "Terlebih lagi, ma. Gaga menganggap Jennifer itu wanita yang aneh." Ucap Gaga sambil menatap lurus Athayya. "Mungkin karena dia influencer. Tidak bisa lepas dari ponsel. Asal mama tahu, dia suka mem-video segala hal. Katanya, untuk i********: stories." Athayya kini ganti menghela napas. "Kakak kamu juga begitu, Gaga." Mengingat itu, Gaga hanya diam. Dia tadi merasa aneh karena Jennifer berbicara sendiri di ponselnya sambil merekam diri sendiri, kemudian menonton hasil video itu dan mengunggahnya. Ketika sampai di salah satu bar yang terdapat live music disana, Jennifer update lagi. Bahkan meminta Gaga untuk boomerang di i********:. Jelas Gaga tidak mau, namun ternyata diam-diam Jennifer memvideonya. Itu, sungguh, aneh. Bagi Gaga. "Tapi," Athayya kembali melirik Gaga. "Kalau kamu begini terus, gimana nanti bisa dapat pendamping hidup?" "Jodoh datang sendiri." Jawab Gaga secara mudah. Athayya mengusap wajahnya. "Mama ingin melihat kamu menikah di umurmu sekarang ini, Gaga." "Ma, kebanyakan lelaki juga menikah di umur tiga puluh enam tahun. Sedangkan Gaga masih dua puluh tujuh. Masih terlalu muda untuk menikah." "Kamu mau menikah di umur tiga puluh enam?!" Tanya Athayya tak percaya. "Mungkin." Jawab Gaga. "Ada masalah?" Athayya langsung berdiri dan sempat menggebrak meja marmer dihadapannya. "Mungkin ketika anak kamu baru bisa lari, kamu sudah kena sakit pinggang untuk mengejarnya kalau kamu masih keukeuh menikah di umur tiga puluh enam." Gaga hanya diam, menatap punggung Athayya ketika ibunya berencana keluar dari dapur. Sungguh, Gaga berdoa di dalam hati semoga malam ini menjadi terakhir kalinya dia berkencan dengan anak-anak teman Athayya. Mereka tentu berada di level yang jauh dari Emma. Gaga masih belum bisa melupakan Emma. Dia masih mencintai Emma walaupun diselingi dengan rasa patah hati selama ini. Bersama dengan wanita-wanita asing untu menghabiskan malam dengannya bukan membuat Gaga melupakan masalahnya. Hal itu malah membuat Gaga merasa membuang waktu-nya sia-sia. Membuat Gaga makin frustasi saja. Sampai Gaga memutuskan untuk kembali ke kamar sambil membuka ponselnya ketika menapaki anak tangga menuju ke kamarnya. Lebhay (Lelaki bahagya) Azida: Nggak usah nikah aja deh gue kalau kaya gini Nichol: Knp lu? Azida: Hari menuju pernikahan. Calon istriku tak selembut yang dulu. Nichol: Wow, seperti judul sinetron Indosear y Azida: Wow, kok Anda tau sih?! Nichol: Banyak. Di instagram Azida: Hm Azida: Aku didak percaya Azida: LO PASTI DEMEN NONTON KAN! Sambil membuka pintu kamarnya, dia mengacak rambutnya dan langsung duduk di kasur. Semakin lama dibiarkan frustasi sendirian mengurus pernikahannya yang semakin dekat ini, sepertinya Azida mulai gila dan Nichol serta dirinya harus lebih memperhatikan Azida agar dia tidak stress dan kabur dari penikahan. Azida: Woy, Nic! DMN LO?! Azida: Wah kacau nih. Gue sendiri Azida: Aku sedih. Duduk sendiri. Mama pergi. Papa pergi. Kuambil tali. Ku bunuh diri. Nichol: Sorry gue sibuk Nichol: Ayang Beb ku tidak bisa dianggurkan Azida: Beby? Lo sama Beby, ya?! Azida: GUE NYUSUL YA! Nichol: Ingat. Dirimu sudah punya calon istri. Jangan genit sama calon istri gue. Azida: MUNTAH Tidak minat lagi untuk membaca deretan chat yang sudah ngawur itu, Gaga langsung melempar ponselnya ke kasur dan dia bahkan langsung berbaring. Tapi dia jadi ingat chat Azida tadi yang menyebut-nyebut nama wanita terakhir yang pernah di ciumnya ketika di Oslo. Gaga kemudian memeluk guling dan memejamkan matanya. Kenapa rasanya nama Beby begitu pasaran hingga Gaga sering mendengarnya? Dan kenapa, tiba-tiba nama Beby membuatnya penasaran. "Beby, apa kabar dia sekarang?" Gumam Gaga setengah sadar. Karena kemudian dia tertidur pulas. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN