Selama tiga tahun mendirikan sebuah cafe yang bernama; Cerita Kita, benar-benar membuat wanita berumur dua puluh lima tahun bernama Beby Abhyaksa benar-benar selalu mempunyai cerita menarik dalam hidupnya setiap hari.
Hidup seorang Beby tidak pernah terasa membosankan, selalu seru walaupun dia terkadang lelah untuk mengurusi bisnis cafe Cerita Kita dan toko bunga miliknya yang berada persis disamping cafe Cerita Kita.
Seperti hari ini, ada cerita baru di cafe-nya dan Beby serta beberapa staff-nya sedang bolak-balik menatap dua orang pasangan yang duduk di meja yang ada di sudut cafe.
Beby pura-pura menyibukkan diri sambil mengusap-usap gelas yang memang sudah kinclong.
"Mbak, mau sampai Shawn Mendes datang ke Indonesia juga jin-nya gabakal keluar dari gelas yang kamu gosok itu."
Beby tersentak, kemudian meringis geli pada Irsyad—barista di cafenya. "Ih, kamu diam dulu, Syad." Bisik Beby.
"Kenapa memangnya?" Irsyad mulai penasaran.
Kemudian waitress bernama Cika yang berdiri disamping Beby ikut menimpali. "Itu, dua pasangan itu. Kira-kira... apa yang akan terjadi dengan makanan di meja mereka?"
"Kok makanan?" Irsyad mengernyitkan dahi-nya. Menatap dua sejoli yang disebut Cika dan sedang dilihat Beby itu.
Dua sejoli itu hanya saling duduk berhadapan dengan dua gelas minuman di meja mereka. Serta dua buah cake strawberry, satu chicken steak, dan satu gado-gado.
Ya, Irsyad tahu betul menu-nya karena dia sudah bekerja selama tiga tahun sejak cafe ini dibuka.
Masalahnya, kini dua sejoli yang sedari tadi diperhatikan Beby itu karena selesai memesan mereka hanya diam. Duduk saling berhadapan. Tanpa menyentuh makanan dan minuman yang mereka pesan.
Sang perempuan dengan wajah kesalnya menatap sang pria sambil bersedekap di depan d**a dan sang pria hanya menundukkan kepalanya, kemudian menghela napas, lalu menatap perempuan dihadapannya. Kemudian menghela napas dan menunduk lagi.
"Kayaknya lagi marahan deh, mbak." Bisik Cika.
"Masalahnya udah dua jam mereka kaya begitu, Cik. Tegang banget, tauk." Kemudian Beby menatap Irsyad. "Syad, coba kamu setelin lagu Treat You Better."
Irsyad langsung menghela napas lelah. "Shawn Mendes lagi?!"
"Everyday is always about Shawn Mendes. Udah cepet setelin!"
"Nanti kalau mereka putus gimana, mbak?" Irsyad masih ragu. "Lagu-nya kan tentang pasangan yang berantem."
"Kan cocok sama suasananya!" Cika mendukung saran Beby.
Membuat Irsyad menatap malas dan mulai pasrah dengan dua wanita di dekatnya. Kemudian dia mulai mengatur playlist lagu hari ini melalui macbook khusus di cafe.
Dan lagu Shawn Mendes yang berjudul Treat You Better mulai mengalun memenuhi cafe.
I won't lie to you
I know he just not right for you...
Dan ketika lagu itu mengalun, Beby jelas sekali melihat tangan wanita itu menggenggam gelas dihadapannya dengan erat.
"Aduh, modar!" (Aduh, mati!) Beby mulai lagi dengan kosa kata jawa-nya. Membuat Cika menatap Beby dengan bingung.
"Ih ngomong jawa lagi. Aku kan enggak ngerti mba—eh, disiram loh, mas-nya!" Cika memekik tertahan ketika melihat perempuan itu menyiram minumannya kearah wajah sang pria.
"Kita putus!" Kemudian perempuan itu berdiri. "Dasar tukang selingkuh! Wajah kaya genteng bocor aja gayanya selingkuh!"
Kemudian ketika perempuan itu meninggalkan meja dan sempat berhenti dihadapan Beby yang berada di balik konter, membuat Beby langsung tersenyum kaku.
"A-ada tambahan pesanan, kak?" Tanya Beby dengan ramah. Sebagai pemilik cafe dia tentu harus ramah.
"Nanti yang bayar dia." Perempuan itu melirik pacar—mantan pacarnya yang sudah berdiri dengan baju bagian depan yang basah. "Satu lagi, mbak. Lagu yang kamu putar barusan itu enggak cocok sama keadaan aku. Dia yang selingkuh, bukan aku!"
Dan kemudian lonceng pintu cafe berbunyi ketika perempuan itu keluar. Meninggalkan Beby, beberapa staff, serta beberapa pengunjung lainnya dengan keheranan dan penuh penasaran.
"Mbak?"
Beby mengerjap dan tersenyum pada lelaki—yang baru saja disiram oleh pacarnya. "Iya, kak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Totalnya berapa?" Tanyanya dengan wajah sedikit kesal.
"Oh, silahkan ke kasir, kak." Beby mengarahkan ke konter kasir yang ada di samping konter barista.
Lelaki itu hanya mengangguk lesu dan berjalan lesu ke konter kasir.
"Wajahnya enggak kayak genteng bocor, kok." Komentar Cika setelah lelaki yang baru saja kena siram itu keluar dari cafe.
"Terus kaya siapa, Cik?" Tanya Irsyad dengan wajah datarnya. "Kebiasaan ganjen, lu."
"Enggak jauh beda lah sama Chico Jerikho." Ucap Cika sambil terkikik geli. "Tapi sayang—"
"Iya, sayang. Kenapa?" Tanya Irsyad dengan nada manja-nya.
Cika langsung melotot galak pada Irsyad. "Jijik!"
Beby langsung terbahak dan menepuk pundak Irsyad. "Yang sabar ya, Syad. Jodoh itu enggak kemana. Sering-sering rayu Cika makannya, biar hati dia geter-geter kaya ager begitu lihat kamu senyum setelah jatuh hati sama kamu."
"Kalau kamu, apa yang bikin hati kamu bergeter kaya ager-ager?" Pertanyaan itu bukan dari Isyad, melainkan dari seorang lelaki yang sedang menatap Beby sambil berpangku tangan didepan konter barista.
"Eh, Nichol sudah datang!" Beby tersenyum senang.
Irsyad langsung berdeham, "duh, pergi dulu deh gue."
"Jadi, flight jam berapa?" Tanya Nichol.
"Jam lima sore. Ini baru jam satu sih." Jawab Beby sambil melihat jam di ponselnya. "Kamu mau nganterin aku sekarang?"
Nichol mengangguk. "Sekarang aja. Takut kalau ada apa-apa nanti di jalan."
***
Begitu membaca email dari Emma kemarin, Gaga langsung memesan tiket keberangkatan ke Oslo dan berangkat keesokan hari-nya juga.
Begitu menuruni tangga rumahnya, langkahnya terhenti begitu melihat Athayya Abraham—ibunya yang berada di ujung tangga. Kini mendongak menatapnya dengan heran.
"Mau kemana, Ga?" Tanya Athayya sambil melirik tas ransel berwarna putih yang dipakai Gaga serta koper lelaki itu.
Gaga berdeham, tidak mungkin dia berbohong pada ibunya. "Oslo."
"Ada urusan apa? Kok mendadak? Kemarin baru saja kamu pulang dari Jepang dan sudah mau pergi?" Tanya Athayya, pertanyaannya begitu panjang. Membuat Gaga sampai memijit keningnya.
"Ada yang harus Gaga urus di Oslo, ma. Secepatnya Gaga akan pulang."
Athayya menyipitkan matanya dan sudah bersedekap di depan d**a. "Pasti Emma. Kamu mau menemui wanita itu lagi, kan? Cuma dia urusanmu yang tertinggal di Oslo."
Gaga tidak menjawab dan langsung turun dari tangga begitu saja.
"Dirgantara Felixiano! Mama sedang berbicara dengan kamu!" Hardik Athayya.
Dengan helaan napas berat, Gaga yang sudah di ujung tangga kemudian membalikkan badannya.
Athayya kemudian kembali menghampiri. "Ga, sudahlah. Wanita itu juga sudah menyia-nyiakan kamu. Tidak ada keseriusan dalam hubungan kalian berdua di mata dia."
"Ma, tolong. Gaga sudah dewasa dan tolong sekali, berikan ruang buat Gaga menyelesaikan urusan Gaga sendiri." Ucap Gaga dengan berusaha sopan dan tidak menyakiti hati sang mama.
"Mama hanya enggak suka sama wanita itu, Ga." Athayya mendesah lelah dan kemudian mengusap pipi Gaga. "Enggak usah pergi, ya? Ikhlaskan saja semuanya."
"Gaga sudah pesan tiket. Flight jam lima." Gaga kemudian memeluk mama-nya itu. "Kalau sudah selesai Gaga langsung pulang."
Athayya hanya bisa menghela napas dan menatap punggung anak bungsu-nya itu. Sifat keras kepalanya, betul-betul seperti suaminya.
***
Penerbangan untuk tujuan Jakarta-Oslo yang nantinya akan transit di Dubai sehrusnya sudah terbang jam lima sore tadi. Tapi mengalami delay hingga jam delapan malam nanti.
Tidak salah lagi jika Bandara Soekarno Hatta dinobatkan menjadi Bandara paling ngaret di dunia. Sebelumnya Gaga sering kesal dengan delay yang terjadi di bandara Soekarno Hatta ini.
Tapi ketika melihat judul berita yang dibacanya kemarin yang mengatakan bahwa bandara Soekarno Hatta dinobatkan menjadi bandara paling ngaret di dunia, dia langsung menyetujui-nya.
Kini sudah jam tiga sore. Sebetulnya bisa saja Gaga langsung masuk ke lounge yang sudah disediakan untuk penumpang bussiness class seperti dirinya.
Tapi Gaga butuh americano coffe dari kedai kopi favoritnya selama di Bandara—atau dimanapun itu.
Dan sekarang, sudah lima belas menit Gaga duduk di salah satu kursi dengan segelas americano hangat dihadapannya. Gaga menikmati kopinya, sembari melihat ponselnya yang sudah penuh dengan obrolan chat.
LEBAY (Lelakibahagya)
Azida: Anda sudah gila wahai Dirgantara Indonesiaku!
Nichol: Gaga knp?
Azida: Gue baru aja mampir kerumah lo dan mama Athayya yang kucinta bilang bahwa dirimu akan ke Oslo, Ga!
Azida: Anda gila, Gaga Muhammad mantannya Awkeren.
Gaga: Siapa itu?
Nichol: Apa sih, Da?
Nichol: Ga, serius lo ke Oslo? Ngapain buset
Gaga hanya menarik bibirnya menjadi garis lurus dan menghela napas berat. Mamanya pasti sudah menceritakan tentang dirinya yang hendak ke Oslo demi Emma pada Azida yang mungkin mampir kerumahnya sore ini untuk merusuhi Gaga dengan urusan pernikahan lelaki itu.
Dan kedua sahabatnya dari SMA yang memang lebay itu akan heboh sendiri.
"Atas nama pacarnya Shawn Mendes!"
Gaga langsung melirik kearah konter barista dan mengernyit jijik. Masih ada orang norak seperti itu? Batinnya heran.
"Pacarnya Shawn Mendes!" Teriak barista itu, membuat beberapa pengunjung cafe mulai mengernyit heran dan ada yang tertawa geli.
Dan ketika itulah Gaga melihat seorang gadis remaja berlari kecil ke konter barista.
"Eh iya. Saya loh pacarnya Shawn Mendes. Cocok enggak, mas?"
Barista itu hanya tersenyum maklum. Memaklumi sifat remaja yang mengkhayal ketinggian bagi Gaga.
"Cocok kok, kak. Saya doakan ya. Semoga menemukan jodohnya disini." Ucap Barista itu.
"Loh kok disini? Shawn Mendes kan di luar Indonesia."
"Siapa tahu di cafe ini ada yang lebih ganteng dari Shawn Mendes. Saya contohnya?"
Sontak gadis itu mencebikkan bibir sambil berlalu. "Shawn the sheep, kali ah!"
Gaga yang daritadi hanya menatap datar kejadian itu karena dia bosan duduk disini. Dan tanpa bermaksud apa-apa, dari balik kacamata hitam yang dikenakannya saat ini, dia memperhatikan gadis remaja itu.
Dia memakai kaus berwarna putih, ada tulisan di kaus itu. Di bagian d**a, bertuliskan; calon menantu idaman ibumu.
Baik, Gaga makin menghela napas setelah membaca tulisan di kaus remaja itu. "Ada-ada aja anak jaman sekarang."
"Maaf, om."
Dan sekarang Gaga yang baru saja menyeruput kopi americano-nya langsung tesedak ketika remaja wanita berkaus calon menantu idaman ibumu berdiri dihadapannya.
Gadis itu tersenyum ramah. "Berhubung kursinya ramai semua dan ada pasangannya semua, aku boleh nggak duduk disini?"
Gaga belum menjawab, kemudian mengedarkan pandangannya. Iya, kursinya penuh semua. Membuat Gaga mau tidak mau mengangguk mengiyakan.
"Makasih, om!" Remaja itu duduk dengan senyum merekah dihadapannya dan mulai meminum pesanannya barusan. Dengan gelas bertuliskan pacarnya Shawn Mendes tentu saja. "Eh, ransel-nya samaan, nih."
Gaga melirik keatas meja, ransel putih miliknya ternyata sama dengan ransel putih gadis remaja ini yang ditaruh diatas meja. Dari bentuk dan merek, semuanya sama.
"Awas nanti ketuker, loh." Ucap gadis itu dan Gaga hanya mendengkus tanpa berniat menjawab. "Perasaan disini enggak silau, deh. Kok pakai kacamata, ya?"
Gaga mengernyit tidak paham. Butuh beberapa detik untuk menyadari... bahwa gadis kurang ajar dihadapannya ini sedang menyindirnya!
"Mau saya pakai atau tidak, itu urusan saya." Jawab Gaga akhirnya, dengan datar.
Gadis itu adalah Beby Abhyaksa. Pacar Shawn Mendes yang duduk dihadapan Gaga. "Hehehe, om sudah lama disini?"
"Kamu tanya sama saya?" Tanya Gaga dengan sarkas. Demi Tuhan dia sudah merasa terganggu sekarang.
"Iyalah, om. Masa sama tembok!" Gadis itu menyandarkan punggungnya dengan keras pada sandaran kursi. "Om mau flight kemana?"
Gaga mengernyit, pertanyaan tadi belum dijawab dan gadis ini sudah bertanya hal yang lain. Seperti wartawan haus berita saja.
"Bukan urusan kamu." Jawab Gaga akhirnya.
Beby hanya mencebikkan bibirnya dan menopangkan dagu-nya pada tangan sambil sesekali menatap Gaga.
Dengan memakai kacamata hitam, lelaki dihadapannya ini tampilan dan struktur wajahnya sudah terlihat tampan. Tapi tidak tahu jika kacamata-nya dilepas. Bisa saja wajahnya seperti bocah t****k yang terkenal dengan jargon alpenliebe-nya itu.
"Gantengan juga Shawn Mendes," gumam Beby yang membuat Gaga meliriknya dengan malas.
Kemudian Beby melirik Gaga lagi. "Ini tas-nya kok bisa kembaran sama aku. Belinya dimana om? Kalau aku waktu itu dibeliin mama di Singap—"
"Maaf, tapi kamu bisa diam sebentar, nggak?" Ucap Gaga kemudian. "Berisik."
Beby sontak tertegun sejenak. Tapi tetap tersenyum. "Ya ampun, om. Sama halo-halo bandara ini aja masih berisik halo-halo itu tuh."
Halo-halo? Apa maksudnya, coba? Gaga jadi menggelengkan kepalanya tidak paham. Wajah gadis ini memang lumayan... tapi attitude dan otak-nya sepertinya dangkal.
"Kursi ini nanti nggak akan ditempati, kan?" Beby bertanya lagi sambil meminum greentea frappe yang tadi dipesannya. "Nanti tahu-tahu ada pacarnya lagi. Terus kalau om dikira selingkuh, gimana? Bisa aja aku yang disiram sama pacarnya si om."
Oke, Beby jadi ingat kejadian di cafe-nya tadi.
Gaga langsung membuka kacamatanya dan meletakannya dengan kasar diatas meja. "Kamu, terlalu banyak menonton film-film tidak bermutu yang membuat pikiranmu sedangkal itu?"
Beby langsung membuka mulutnya begitu melihat wajah Gaga dengan jelas. Terkejut, melongo. Dia terpesona oleh wajah tampan seorang Dirgantara Felixiano dihadapannya.
Baiklah, Beby meminta maaf pada Tuhan karena tadi sudah mengira wajah ciptaan dihadapannya seperti bocah di t****k yang bernama Alpenliebe itu.
"Ganteng," gumam Beby tanpa sadar. "Om ternyata bule, ya?"
"What did you said?!" Gaga mulai kesal sekarang.
"Eh, maaf-maaf. Emangnya om gasuka kalau saya bilang gan—" ucapan Beby terputus oleh dering ponsel dihadapannya.
Gaga menatap ponselnya yang berdering, menatap Beby sejenak dan kemudian langsung berdiri begitu saja meninggalkan Beby sambil menempelkan ponselnya di telinga.
"Kenapa, Nic?" Tanya Gaga ketika dia sudah berada di luar cafe. Menghindari keramaian dan menghindari remaja weird dihadapannya tadi.
"Ga, lo beneran ke Norway?"
Gaga hanya menghela napasnya. "Gue sudah di airport."
"Udahlah, Ga..."
"Lo enggak berhak melarang gue dan ikut campur seperti semua orang, Nic. Biarkan gue menyelesaikan urusan gue sendiri, oke?"
"Apalagi yang Emma lakuin sehingga lo kembali ke Norway demi dia?"
Gaga memijat pelipisnya. "Sekali lagi, Nic. It's not your business at all." Dan kemudian, Gaga langsung mematikan ponselnya dengan kesal. Lalu kembali masuk kedalam cafe.
Dan ketika masuk ke cafe, Gaga menghela napas lega ketika kursi dihadapannya sudah kosong. Gadis aneh si pacar Shawn Mendes itu sudah pergi.
Kemudian Gaga mengambil ransel putihnya yang berada diatas meja, serta passport holder miliknya dan mulai berjalan keluar cafe.
Tapi ketika didepan pintu keluar, Gaga membenarkan posisi ransel di bahu-nya dan mengernyit. Tadi dia merasakan bahwa ransel-nya lebih berat dari ini dan ransel-nya... tidak sewangi ini.
Gaga langsung kembali ke bangkunya semula dan membuka ransel putihnya dengan jantung berdebar-debar. Jangan sampai...
"Fuck." Umpat Gaga.
Ranselnya tertukar, dan gadis aneh itu sudah pergi!