Ini sudah gelas berisi air mineral dingin ke tujuh yang Gaga minum semenjak dia pulang ke rumah dan masuk ke kamarnya yang berantakan.
Indonesia begitu panas dan membuatnya gerah walaupun kamarnya sudah terasa sejuk karena ac.
Entah sudah berapa jam dia membongkar tiga koper bawaannya setelah kepulangannya dari Jepang kemarin.
Sudah tiga bulan Gaga berada di Jepang, untuk liburan dan untuk menenangkan diri setelah rencananya yang ingin melamar wanita yang sudah menjalin hubungan dengannya selama lima tahun, harus kandas begitu saja karena sang wanita sudah bertunangan dengan lelaki lain.
Kenyataan pahit, iya.
Dan Gaga memutuskan untuk pergi.
"Jakarta, oh, Jakarta... kenapa kau panas sekali?" Azida—sahabat karib Gaga dari SMA ini bersenandung dengan nada asal-asalan.
Gaga hanya meliriknya dengan malas dan kemudian duduk diatas kasur sambil menatap kosong pakaian-pakaian kotor yang baru saja dikeluarkan dari koper.
"Udahlah, bro. Nggak usah galau begitu! Masih kurang liburan tiga bulan di Jepang?" Tanya Azida sok perduli. Padahal aslinya gak perduli. "Maaf-maaf nih ya, Ga. Kalau aja calon istri gue nggak telfon dan mengingatkan gue tentang pernikahan gue yang tinggal hitungan bulan, nggak akan dah gue pulang ke Indonesia dan aku akan menemanimu selalu, Digantara tujuh belas Agustus."
Gaga menghela napas lelah sambil memijat pangkal hidungnya. "Kapan lo bisa stop masukin kata 'tujuh belas Agustus' di nama gue?"
"Nanti, kalau tanggal ulangtahun negara kita nggak sama lagi kaya tanggal lahir lo." Azida terkekeh geli.
"Lucu, lo." Balas Gaga dengan datar.
Sampai kemudian tawa Azida mereda dengan sendirinya ketika nada dering ponsel lelaki aneh itu membuat Gaga yang mendengarkannya bergidik jijik.
Emang lagi syantik...tik...tik...
Hey sayangku hari ini aku syantik, syantik bagai bidadari, bidadari di hatimu...
Hey syayangku, perlakukanlah diriku, seperti seorang ratu, kuingin dimanja kamu...
Bahkan sebelum mengangkat panggilannya, Azida sempat bernyanyi mengikuti bunyi ponselnya. "Emang lagi manja, lagi pengen dimanja, pengen berduaan dengan dirimu saja—"
"Da, angkat itu teleponnya." Ucap Gaga sambil menatap Azida dengan pandangan lelah. "Sejak kapan juga lo pakai nada dering begitu?"
"Sejak calon istri Iqbaal viral." Jawab Azida sekenanya sambil mengangkat teleponnya. "Halo, Beb!"
Gerakan Gaga yang sedang mengeluarkan beberapa sepatu dari kopernya sontak terhenti ketika mendengar percakapan Azida dan calon istrinya. Entahlah, calon istri atau bukan.
Karena setahu dan seingat Gaga, Azida tidak pernah memanggil calon istrinya dengan panggilan 'Beb'.
"Iya, gimana jadinya, Beb? Oh iya, nih. Mama suka bunga yang fotonya kamu kirim kemarin. Jadi pesen kok, iya. Buat pesta ulangtahun mama." Azida masih saja berbicara di telepon dan kemudian terbahak. "Hahaha udah tua tapi beliau tetap mau nge-hits. Macam anak remaja kaya kamu yang ngerayain ulang tahun."
Gaga menggelengkan kepalanya dan memicingkan mata kearah Azida yang jelas bukan berbicara dengan calon istrinya.
"Okedeh, mau aku jemput sekarang? Yaudah, tunggu sebentar, ya." Azida kemudian menutup teleponnya dan balas menatap Gaga yang menatapnya dengan tajam. "Apa?"
"Lo selingkuh?"
"Hah?" Azida jadi tidak paham.
"Atau panggilan sayang ke calon istri lo emang udah ganti?"
"Apaansih, Ga. Ini tuh—"
Gaga menghela napas. "Gue tahu lo hobi main-main, Da. Tapi please jangan gila dan nekat selingkuh. Pernikahan lo udah didepan mata. Jangan sampai gagal kaya gue."
Mendengar itu, Azida kini ganti menatap Gaga dengan tampang datar. "Dari temen gue tadi, Ga."
"Dan kenapa lo manggil dia dengan panggilan Beb?"
Azida memutar bola matanya dan berdiri untuk mengambil kunci mobil yang tadi dia lemparkan ke kasur Gaga. "Ya orang nama dia Beby! Be-e-be. Be-i—eh bukan, salah. Ya pokoknya nama dia Beby! Masa gue harus manggil dia dengan panggilan 'nyet'?!"
Gubrak!
Sungguh, Gaga merasa t***l dan dipermainkan oleh sahabatnya yang lebih t***l ini. Dan kenapa ibu-ibu diluar sana menamakan anak perempuannya dengan nama; Cinta? Beby? Ayang? Kan jadi kasihan anak perempuannya.
Bagaikan di panggil pacar oleh lelaki manapun.
Tapi akhirnya Gaga hanya diam dan kembali menyibukkan diri untuk membereskan kamarnya.
Bukan Dirgantara Felixiano namanya jika waktunya digunakan untuk memikirkan hal-hal tidak penting macam itu.
"Gue cabut, Ga. Mau jemput temen gue buat ke toko bunga punya dia dan siapin pesta ulangtahun nyokap. Lo harus dateng, oke? Jangan mengurung diri terus." Pesan Azida. "Bentar lagi lo juga disibukkan dengan gue yang selalu meminta bantuan untuk pernikahan gue beberapa minggu lagi."
Gaga hanya diam dan menggumam mengiyakan.
"Dengan sangat berat hati gue mau mengingatkan kalau lo tuh ganteng kok, Ga. Lo bisa dapetin cewek manapun dengan cepat dan nggak perlu patah hati lama-lama kaya gini."
Gaga langsung mengalihkan tatapannya dan menatap Azida. "Jijik, Da."
Azida langsung terbahak, "kaya homo, ya gue?" Kemudian Azida buru-buru menambahkan. "Tapi, Ga. Kalau lo nggak keburu nikah dan dapat pengganti, gue yakin lo bakal dikira gay! Soalnya sekarang, rata-rata tipe cowok gay itu kaya elo. Berwajah bule, ganteng, macho, tapi sukanya sama sesama jen—"
"Berisik!"
"Weits, selow mas Gaga." Azida terkekeh sambil membuka pintu kamar Gaga. "Dengan berat hati, saya, Azida Kenanzio yang akan menikah, undur diri. Selamat menyindiri teman misqinque."
Gaga mengusap wajahnya. Kepindahannya ke Indonesia ketika SMA memang tidak dianjurkan, karena nasib-nya akan bertemu dengan orang-orang aneh seperti Azida, salah satunya.
***
Gaga tidak menyangka jika Indonesia adalah negara yang dia pilih untuk hidup dan tinggal hingga hari tua-nya. Maksudnya, dulu Gaga tidak menyangka begitu.
Memilik ayah berkewarganegaraan Prancis dan ibu berkewarganegaraan Indonesia membuat Gaga sering bolak-balik dari Prancis, lebih tepatnya Paris hingga kembali lagi ke Indonesia.
Dilahirkan di Paris, pada tanggal tujuh belas Agustus, membuat neneknya yang berasal dari Indonesia menginginkan Gaga memiliki nama yang mengandung unsur kebangsaan namun tetap memiliki nama khas Prancis.
Maka dari itu, Dirgantara Felixiano dipilih untuk menjadi namanya. Walaupun panggilannya singkat, Gaga.
Ketika kecil Gaga memang tumbuh di Indonesia, namun selanjutnya dia merasa lebih nyaman di Paris dan akhirnya memilih tinggal di Paris bersama kakek dan neneknya.
Dan ketika remaja, dengan sifat keingintahuan yang besar, Gaga yang sering diejek oleh Felicia—sang kakak, karena bahasa Indonesia-nya tidak lancar kemudian memutuskan untuk pindah dan sekolah di Indonesia.
Namun ibunda dari Gaga menginginkan Gaga menjadi lelaki yang sederhana, maka dari itu ibunya menyekolahkan Gaga di salah satu SMA Negeri yang ada di Jakarta Timur selama tiga tahun.
Sampai ketika lulus SMA, Gaga memilih untuk berkuliah di Amerika dan kemudian dia membuka restoran Prancis untuk meneruskan karir sang Ayah yang sudah menjadi chef terkenal di Indonesia.
Namun Gaga membuka restoran Prancis itu di New York, kemudian merambah ke London dan bahkan Gaga berani membuka restoran Prancis di Oslo—Norwegia.
Kesuksesannya dalam karirnya tidak membuat Gaga sukses dalam urusan percintaannya. Hingga untuk saat ini, Gaga merasa gagal dengan dirinya sendiri.
Sampai pagi ini, Gaga tanpa sengaja menemukan Ipad lamanya di dalam lemari.
Gaga mengambil Ipad itu dan mengusap layarnya yang sedikit berdebu. Gaga ingat ini adalah Ipad keluaran lama yang Gaga pakai untuk bekerja. Sampai dia membawanya ke Indonesia satu tahun yang lalu dan lupa membawanya kembali ke Amerika.
Jadi Gaga membeli yang baru di Amerika, dan meminta ibu-nya untuk menyimpan Ipad ini. Sampai Gaga jadi lupa begitu saja.
Gaga menghela napasnya, dia ingat. Dulu Ipad ini yang dia gunakan untuk berkirim Email dengan kekasihnya, atau yang sekarang bisa disebut dengan mantan kekasihnya.
Karena terlalu lama tinggal di Amerika, membuatnya juga berpacaran dengan wanita asal Inggris yang dikenalnya di Amerika selama lima tahun dan bahkan Gaga sudah merencanakan untuk melamarnya.
Jika saja kekasihnya itu sanggup menunggu sebentar saja... maka nasib Gaga tidak akan seperti ini.
Layar Ipad yang sudah lama tak disentuhnya itu kemudian menyala ketika Gaga yang sedang melamun tiba-tiba saja tanpa sengaja menekan tombol turn on pada Ipad-nya.
Dan Gaga termenung dengan tampilan Ipad background wallpaper miliknya.
Siluet wanita-nya itu masih membuatnya rindu.
Gaga menghela napas berat dan tidak mempunyai pikiran apapun ketika menyambungkan koneksi wifi ke Ipad lamanya.
Awalnya Gaga hanya membuka galeri, musik, dan kolom pesan. Sampai kemudian dia teringat bahwa email lamanya yang dia gunakan untuk berhubungan dengan kekasihnya dulu ada di Ipad ini.
Sampai Gaga pulang ke Amerika, dia lupa dengan password Email-nya dan mengganti-nya dengan email baru. Kemudian dia mendapatkan kabar bahwa kekasihnya sudah bertunangan dengan lelaki lain.
Dan begitu Gaga membuka email dan me-refresh kolom email-nya, ada satu pesan yang masuk dan belum dia baca.
Pesan satu bulan yang lalu.
From: Emma
To: Dirgantara
If you love me, comeback to Oslo
Napas Gaga tercekat, d**a-nya terasa sesak. Pesan itu baru dikirim satu bulan yang lalu. Kenapa Emma memintanya untuk datang kembali ke Oslo dan menemuinya?
Gaga terdiam, menyadari bahwa dirinya memang masih mencintai wanita itu. Sangat mencintainya. Dan membuatnya sangat ingin bertemu Emma, meminta penjelasan dan melepaskan rindu yang sudah lama terpendam.
Maka dari itu tidak butuh waktu lama untuk berdiri dan kembali berkemas, segera pergi ke Oslo untuk memperjuangkan cintanya. Untuk membuktikan bahwa Gaga tidak ingin kehilangan seorang Emma Leonard dalam hidupnya.