CHAPTER 5: KONSER SHAWN MENDES DAN SETELAHNYA

2363 Kata
Tujuan Beby Abhyaksa ke Oslo bukan semata-mata hanya untuk menjadi turis dan berlibur ala traveling goals. Selain itu, dia ingin menyapa keponakannya yang baru saja lahir di dunia ini. Beby adalah anak kedua dari dua bersaudara. Memiliki kakak lelaki bernama Adam Abhyaksa yang bekerja menjadi salah satu staff Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Oslo—Norwegia. Dan begitu menikah, Adam membawa istrinya untuk menetap saja di Oslo dan satu setengah tahun setelah pernikahan, lahirlah keponakan perempuan Beby yang di beri nama Norway Abhayksa. Unik, bukan? Beby yang menyarankan nama itu dan mas Adam menyetujuinya. Tapi sebenarnya, bukan menjenguk keponakan yang menjadi tujuan nomor satu Beby. Jadi, tujuan nomor satu Beby adalah... MENONTON KONSER SHAWN MENDES DI OSLO! Ya, itu dia! Dan Beby sekarang sudah keluar dari Oslo Spektrum Arena sambil terus tertawa-tawa sendiri, meloncat-loncat kegirangan, dan bahkan mencium-cium tangan kanannya. "You will keep kissing your hand?" Livda, Salah satu teman bule asal Oslo yang baru Beby kenal beberapa jam yang lalu terkikik geli di samping Beby. "After you got Shawn Mendes handshake?" Beby sontak terbahak. "Of course i am!" "Han er gal—dia gila." Seorang gadis berambut blonde juga mengejek Beby, namun bermaksud bercanda. Livda hanya terkekeh sambil merangkul Beby. "Vi bør ta bilder før avskjed." "Ngomong opo to?" Beby mengernyit tidak paham. "Eum, sorry. But i don't understand your language, guys." "Ups, sorry." Livda kemudian melirik temannya yang berambut blonde, menyuruhnya mendekat kearah Beby dan dirinya untuk mengambil foto selfie. "We have to take some photos before we apart." Beby tertawa geli, kemudian berpose kearah kamera sambil bergumam. "Ngomong to ket mau—ngomong dong dari tadi." Biar saja, Beby di buat mereka bingung dengan bahasa mereka yang seperti alien. Jadi sebagai warga Indonesia yang mencintai Bahasa, Beby akan mengeluarkan Bahasa-nya. Namun kejahilan Beby tidak berlangsung lama karena jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sedangkan Beby masih memiliki waktu dua jam lagi untuk berjalan-jalan sendirian mengelilingi pusat perbelanjaan di Oslo sebelum kakaknya—Adam meneleponnya nanti. "Ha det!—Good bye!" Teriak Beby sambil melambaikan tangannya ketika Livda dan teman berambut blonde-nya mulai menyebrang jalan. "vi ses igjen—sampai jumpa lagi, Beby!" Teriak Vilda dan temannya. Sedangkan Beby hanya tersenyum riang, masih dengan tampang bloonnya karena dia tidak tahu bahasa Norway. Tapi kemudian Beby kembali menatap tangannya dan kembali terbayang sebuah keberuntungan malam ini. Beby bisa berdiri di dekat panggung dan ada di samping Shawn Mendes yang berjalan. Tanpa disangka-sangka, ketika Beby mengulurkan tangannya, Shawn Mendes menyambut uluran tangannya dan menjabatnya dengan erat sambil tersenyum pada Beby. "Astaga, astaga, astaga! Kalau inget lagi, pengen banget rasanya tangan kamu aku tarik kuat-kuat biar kamu jatuh ke pelukanku, mas Shawn!" Pekik Beby sambil tertawa sendiri di jalur pejalan kaki. Membuat beberapa pejalan kaki lainnya melirik Beby dengan tatapan bingung. Namun Beby tidak perduli. Dia masih saja terus menghirup-hirup tangannya. Seolah merasa ada bau Shawn Mendes di tangannya. Begitulah Beby, memang lebay dan mudah heboh. *** Usaha Gaga untuk bertemu dengan Emma benar-benar tidak berhenti semenjak dirinya pulang dari rumah Emma. Di dalam mobil yang dia hentikan di pinggir jalan, tangan kanan Gaga meremas rambutnya frustasi ketika mengingat perkataan Mr. Leonard yang memberitahunya bahwa Emma sudah tinggal bersama tunangannya. Bahkan sampai sekarang, tidak ada yang mau memberi tahu Gaga siapa lelaki yang berhasil merebut Emma darinya secepat ini. Dan Gaga juga masih menatap ponselnya yang terhubung ke dalam sambungan telepon, masih berusaha menghubungi Emma. "Tolong jawablah, Em." Gumam Gaga. Karena Gaga hanya ingin bertanya kenapa? Kenapa Emma tidak bisa menunggu Gaga hanya untuk satu tahun lamanya. Kenapa Emma dengan mudah bisa menjalin kasih dengan lelaki lain begitu saja dan kemudian hilang tanpa kabar. Sampai kemudian Gaga mengerjapkan matanya dan napasnya seolah tercekat ketika dia baru saja menyadari bahwa Emma sudah mengangkat teleponnya dari lima detik yang lalu. "Emma?" Sapa Gaga dengan cepat. Kemudian terdengar helaan napas wanita di seberang sana. "Kita harus menyelesaikan semuanya." Gaga terdiam sejenak. Astaga, dia menyadari sekarang sebesar apa dirinya merindukan Emma saat ini. Bahkan mendengar suaranya saja seolah membuat hati Gaga berdebar dan dia ingin sekali memeluk Emma, seperti dulu. "I wanna meet you." Ucap Gaga. "Okay. Kita bisa bertemu sekarang. Aku akan mengirimkan lokasinya padamu." Balas Emma. Lalu hanya sampai disitu. Panggilan singkat itu langsung ditutup sepihak oleh Emma. Membuat Gaga menatap kosong layar ponselnya yang sudah menghitam. Entah kenapa dia seperti merasa di sia-siakan setelah cukup lama berjuang sendirian. *** Emma baru saja duduk selama lima menit di salah satu meja restoran yang berada di dekat pintu masuk, namun dia juga sengaja duduk di samping jendela besar agar bisa melihat keadaan di luar Engebret Cafe. Engebret Cafe berada di pusat kota Oslo, restoran yang menyajikan makanan khas Norwegia yang eksklusif dan mahal ini sudah berdiri dari tahun seribu delapan ratus enam puluh tiga. Emma sengaja memilih restoran ini karena memiliki suasana yang tenang, tidak terlalu ramai dan terlebih lagi Emma bisa menikmati pemandangan orang-orang yang berjalan melintasi restoran ini. Beberapa dari mereka berhenti sejenak untuk menikmati air mancur di depan restoran yang juga diterangi oleh lampu-lampu yang indah. Membuat air yang dikeluarkan seolah bewarna sesuai dari lampu di air mancur itu. Beberapa dari mereka juga menyempatkan berfoto atau mengambil foto patung Johannes Brun—seorang aktor Norwegia yang terkenal pada masa seribu delapan ratusan. Emma begitu sibuk melihat orang berlalu-lalang diluar sana sampai tidak menyadari bahwa lonceng pintu diatas restoran tua ini berbunyi, menandakan ada pengunjung baru. Seorang pengunjung yang datang untuk Emma dan itu adalah Dirgantara Felixiano. Tidak langsung menghampiri Emma, Gaga lebih memilih berdiri diam dari depan pintu dan menatap Emma. Rambut cokelat wanita itu lebih panjang dari mereka terakhir bertemu. Yang membuat Gaga suka dari Emma adalah mimik wajah wanita itu. Emma selalu suka tersenyum dengan tulus—senyum yang kadang mudah untuk menyembunyikan kesedihan wanita itu. Dan juga sorot matanya yang hangat dari balik bulu mata lentiknya itu. Dan sekarang iris maa hazel yang seolah bersinar itu menatap Gaga dengan sedikit terkejut. Gaga terdiam, dia berdeham untuk menenangkan dirinya sendiri. Baru setelah itu dia berjalan menghampiri Emma dengan sorot mata lurus menatap kearah manik mata Emma. Tatapan Gaga masih seperti dulu. Tajam, dalam, seolah mengintimidasi siapa saja yang balas menatapnya. Tapi tatapan mata itulah yang membuat Emma tidak bisa menahan dirinya. Tanpa di duga-duga, Emma langsung bangkit dari duduknya. Tidak menunggu Gaga lagi untuk menghampirinya, kini Emma bahkan juga menghampiri Gaga dan tanpa canggung dia memeluk Gaga dengan erat. Gaga tersentak, matanya sedikit melebar dan tubuhnya seolah membeku ketika merasakan pelukan penuh kerinduan dari wanita yang meninggalkannya begitu saja, wanita yang dia cintai. Namun Gaga hanya diam, memejamkan matanya sejenak tanpa ada niat membalas pelukan Emma. Dan kemudian Gaga melepaskan pelukan Emma dari dirinya. "G?" Lirih Emma sambil sedikit mendongakkan kepala untuk menatap Gaga. Kemudian Gaga menggelengkan kepalanya perlahan dengan tatapan yang mengarah pada perut Emma yang sudah terlihat membuncit. "G, aku harus menjelaskan sesuatu." Emma meraih tangan Gaga. Namun dalam hati merutuk kesal. Emma terkadang senang dengan sifat Gaga yang cepat menyadari dan menganalisis sesuatu dengan tepat. Namun jika menyadari kehamilannya secepat ini, itu membuat Emma benar-benar ingin mengumpat. Gaga akhirnya balas menatap Emma ketika Emma menarik tangannya dan mendudukkan Gaga di sebuah kursi bak kursi yang ada di istana kerajaan yang ada di meja reservasi Emma. "Kau hamil? Anakku?" Tanya Gaga, masih berusaha tenang. Emma menghela napasnya. "Aku hamil. Tapi bukan anakmu." Sungguh, Dirgantara dan sifat tanpa basa-basinya membuat Emma benci. Lima tahun menjalin hubungan dekat dengan Gaga, membuat Emma mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai oleh lelaki di sampingnya ini. Bila Gaga tidak berbasa-basi, maka dia juga tidak ingin mendapatkan jawaban basa-basi. Membuat Emma harus menjawabnya dengan cepat. Dan Gaga dengan sifat tenang tanpa ekpresinya, membuat Emma muak! "Say something, please..." Lirih Emma. Namun Gaga hanya mengalihkan tatapannya kearah lain. "Kau ingin aku marah? Menggebrak meja seperti film yang suka kau tonton atau—" "Ini mungkin terdengar gila, G. Tapi jika kau marah aku akan merasa lebih tenang." Jawab Emma yang membuat Gaga langsung mendengkus kesal. Gaga kembali menatap Emma. "Aku tidak bisa berbuat apapun. But, thanks for the mail." "Kau terlambat, G." Ucap Emma. Gaga mengernyit tidak paham. "Apa maksudmu?" "Itu pesan satu bulan yang lalu. Sebelum aku bertunangan dan sebelum aku memutuskan untuk tidak bertemu denganmu lagi." Emma mengulas senyum miris, senyuman yang kini membuat Gaga mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk menahan emosi. "Kau masih sama. Lelaki yang egois, selalu bertindak semaumu tanpa menanyakan pendapat orang lain." Gaga masih diam dan hanya menatap Emma. Sehingga Emma kembali melanjutkan. "Seharusnya kau bisa menanyakan keadaanku pada dad atau Calvin melalui telepon sebelum kau kemari. Atau—" "Dad atau Calvin tidak ada peran dalam hubungan kita berdua, Emma Leonard." Jawab Gaga akhirnya. "Aku hanya ingin bertanya, kenapa kau tidak bisa menungguku hanya untuk satu tahun?" "Menunggu lagi setelah lima tahun hubungan kita?" Emma tertawa miris. "Aku jenuh, G. Aku jenuh harus menjadi wanita yang selalu berada di sisimu, mendukungmu walaupun kau sudah berada di puncak kesuksesan karirmu dan kau tetap belum mau menikahiku." Sungguh, sebenarnya Gaga cukup terkejut oleh pernyataan Emma. Rasanya, Emma seperti baru kali ini mengungkapkan perasaan sesungguhnya. "Mungkin menurutmu aku sudah berada di puncak karir. Tapi itu belum membuatku puas untuk mempersiapkan rumah tangga kita." Bela Gaga. Dan itu membuat Emma menatap Gaga dengan kesal. "Ini yang membuatku kesal dan harus berpikir dua kali untuk menikahi seorang Dirgantara Felixiano, si tuan yang tidak pernah puas!" "Emma." Gaga memperingatkan, dan dia masih menahan emosi. Jika ini bukan tempat umum, maka Gaga tidak akan segan-segan menendang meja dihadapannya untuk meluapkan emosi yang selama ini sudah terpendam. "Aku jenuh! Jenuh dan bertanya-tanya kapan kau akan melamarku setelah segala kesuksesan yang kau raih. Jenuh karena kita terlalu berbeda, G. Aku yang terlalu banyak bercerita dan kau yang diam." Jeda sejenak, Emma sampai mengatur napasnya. "Kau yang hanya diam, bukan mendengarkan aku. Bukan diam namun memperhatikan aku, kau hanya sibuk dalam bisnismu. Bisnis dan bisnis! Itu membuatku kesepian, hubungan kita membosankan dan membuatku menyerah." Bahkan setelah mendengarkan isi hati Emma sebenarnya membuat Gaga benar-benar merasa terpukul. Dia tidak tahu jika hubungannya semenjenuhkan itu bagi Emma. Emma kemudian melanjutkan, "kau tidak akan pernah sadar dengan kejenuhan hubungan kita. Karena kau tidak memiliki peran lagi. Tidak ada kita dalam hubungan lima tahun ini. Hanya kau dan aku yang berjalan sendiri-sendiri dan itu membuat hubungan menjadi renggang." Gaga bahkan tidak berpikir lagi dengan efek vodka yang di teguknya secara langsung dari dalam botol dihadapannya. Membuat Emma nyaris meraih botol di genggaman Gaga namun Gaga menepis tangan Emma. "Lalu apa yang membuatmu bertahan selama ini?" Tanya Gaga, akhirnya. "Karena aku menunggumu untuk berubah menjadi G yang aku kenal dulu semasa kuliah. Dirgantara Felixiano yang perhatian dengan segala hal di sela-sela kesibukannya. Kau sudah tenggelam dengan dunia kerjamu, G. Melupakan kita dan kini, aku tidak bisa bertahan. "Aku menyerah, aku lelah menunggu sifatmu berubah kembali." Emma kemudian menghela napasnya. "Aku sudah hamil dengan lelaki lain, G. Aku juga sudah bertungan dengan lelaki lain." Gaga mendesah lelah dan balas menatap Emma dengan tajam. "Dan kau yang selalu terlambat untuk menyatakan segalanya." Ucap Emma sambil memegang tas-nya, seperti bersiap pergi. Kemudian Emma benar-benar berdiri, sudah berbalik badan menatap kearah pintu keluar namun dengan cepat tangan Gaga mencekal pergelangan tangan Emma. "Siapa lelaki itu, Em?" Tanya Gaga dengan suara paraunya. "Lelaki yang sudah menghamilimu dan melamarmu." Emma terdiam, dia hanya menundukkan kepalanya saja. Sampai kemudian Gaga merasakan tangan Emma di tarik dengan kasar dari cengkramannya dan hal itu membuat Gaga dengan refleks membalikkan badannya. Menatap Zion—rekan kerjanya yang bekerja sama dengannya untuk membuka restoran Perancis di Oslo. "Hentikan, G." Ucap Zion dengan tatapan tajam pada Gaga. "Kau sudah menyia-nyiakan Emma dan sekarang kau memang pantas di sia-siakan." Gaga hanya diam, matanya menatap Emma yang hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa berani menatap Gaga. Namun dengan ketelitian dirinya, Gaga dapat menyadari sebuah cincin berlian yang bentuknya hampir sama di jari manis Emma ataupun Zion. Gaga menengadahkan kepalanya dan mendesah frustasi sambil memijat pelipisnya. "Bukankah kau selalu ingin terlihat hebat, G? Kau selalu hebat, tapi sifatmu selama ini yang telah menyia-nyiakan Emma membuat dirimu menjadi menyedihkan." Desis Zion dengan kesal, kemudian menarik tangan Emma. "Kita pergi, Em." Sejenak, Gaga hanya menyipitkan matanya menatap punggung Zion dan Emma. Gaga tidak menyangka ini semua dan hatinya bergemuruh marah ketika melihat tangan Zion yang menggenggam tangan Emma dengan cincin di jari manis mereka yang terlihat serasi. "That bastard!" Tanpa menunggu lama lagi Gaga langsung melangkah mendekati Zion, menarik punggung Zion dengan kasar dari belakang dan langsung melayangkan bogem mentah ke pipi Zion. "G, stop it!" Gaga mendengar suara pekikan Emma dan pengunjung lainnya, namun Gaga tidak perduli. Matanya memerah, seolah tertutup oleh kabut emosi yang sedari tadi ditahannya. Kemudian Gaga menarik kerah kemeja Zion dan membanting punggung Zion ke rak-rak wine dibelakangnya. Zion seolah datang di waktu yang tepat. Di waktu Gaga benar-benar murka dan emosinya sudah tidak bisa dibendung lagi. "What do you want?" Namun Zion malah terkekeh sambil menatap Gaga dengan sudut bibirnya yang sudah meneteskan darah. "Kubunuh kau, pengkhianat!" Gaga kembali menonjok pipi Zion, menonjok perut Zion dan kemudian Zion membalas pukulan Gaga di perut juga. Gaga terbatuk dan menjauhi Zion. Bahkan para pengunjung lain tidak ada yang berani melerai, salah satu diantara mereka terlihat menghubungi polisi namun Gaga masih tidak perduli. "Go to the hell, bastard!" Bentak Gaga dan dia menendang perut Zion, kemudian menindih Zion dan menghujaminya dengan pukulan bertubi-tubi. "Tidak seharusnya kau membuat Emma mengandung anakmu!" "G, berhenti!" Emma berusaha mendekati mereka dan dia bahkan berusaha melindungi Zion. "Mas Gaga, berhenti, mas!" Dan Gaga seolah makin gila ketika dia malah mendengar suara gadis fangirling yang menemaninya di pesawat. "Mas!" "Jangan ikut campur!" Gaga berteriak keras seolah menepis tangan yang berusaha menjauhkan tubuhnya dari Zion. "Dirgantara!" Bentak wanita itu yang seolah benar-benar ada di hadapannya. Entah darimana. Namun kemudian tubuh Gaga bahkan langsung merasa dijauhkan dengan kuat ketika sebuah lengan kecil dan putih langsung berusaha dengan sekuat tenaga mendorongnya dari tubuh Zion. Dan sebuah tamparan telak di pipinya dengan keras seolah membuat Gaga tersadar dengan apa yang sudah dilakukannya. Terlebih lagi, kini dia sadar bahwa dia bukan berhalusinasi tentang si gadis fangirling. Karena gadis itu yang baru saja membentak, menariknya, serta menampar pipinya dengan keras. "Sudah cukup, mas." Lirihnya dengan lembut. Membuat Gaga memejamkan matanya rapat-rapat untuk meredam emosinya dan tanpa sadar dia balas menggenggam tangan Beby Abhyaksa. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN