Pertemuan Tak Terduga
Perkenalkan, namaku Daffa Maulana Pratama, biasa dipanggil Daffa. Usiaku 35 tahun, dan aku masih sendiri—sampai akhirnya aku bertemu Titah Christasya Fa Dachi (Titah) melalui media sosial. Wanita cantik itu berhasil mencuri hatiku.
Aku dan Titah menjalin hubungan jarak jauh; aku di Singapura, dia di Indonesia. Ini kisahku.
SINGAPURA – Kediaman Pak Faisal
(Ruang Tengah)
Daffa masuk, wajahnya tampak murung. "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab Pak Faisal. Ia mengamati Daffa dengan khawatir. "Hai, Kakak. Wajahmu terlihat suram. Ada apa? Jangan bilang masalahmu dengan Lyodra masih berlanjut?"
Daffa menghela napas. Pertanyaan itu datang dari Daffi Abdillah Faiz, saudara kembarnya—lebih tepatnya, adiknya. Daffi selalu memahaminya, termasuk masalah percintaannya. Dan ya, Daffi benar. Ia baru saja putus dengan Lyodra, sebelum ia mengenal Titah.
Ibu Prameswari, ibunya, ikut angkat bicara. "Benarkah, Nak? Ada masalah dengan Lyodra?"
Daffa mengangguk lesu. "Iya, Bu. Aku dan Lyodra putus."
"Apa? Putus?" Ibu Prameswari tampak terkejut.
"Iya, Ma. Kami putus."
Daffi menatap Daffa dengan prihatin. "Kenapa, Kak? Kalian terlihat serasi. Kenapa putus?"
Pak Faisal menyela, "Karena Lyodra selingkuh, kan?"
Daffa mengerutkan dahi. "Ayah tahu Lyodra selingkuh?"
Pak Faisal mengangguk. "Ayah sudah menduga. Ayah melihatnya jalan berdua dengan pria lain."
(Batin Pak Faisal) Sebenarnya, akulah yang menyuruh Lyodra menjauh dari anakku. Aku tak ingin anakku terikat dengan wanita matre.
Flashback On
"Lyodra," panggil Pak Faisal, suaranya dingin.
Lyodra terlihat gugup. "Ya, Pak? Bapak Daffa, ya?"
"Benar. Langsung saja, berapa yang kau butuhkan?" Pak Faisal tak berbasa-basi.
Lyodra tampak bingung. "Maksud Bapak?"
"Jangan pura-pura, Lyodra. Aku tahu kau mendekati Daffa karena hartanya. Dengar baik-baik, aku tidak akan pernah menyetujui hubungan kalian. Ini sepuluh miliar. Mulai besok, jauhi anakku. Jelas?" Pak Faisal menyerahkan kartu hitam kepada Lyodra.
Lyodra menatap kartu hitam dan uang tunai itu dengan mata terbelalak. "Kartu hitam? Sepuluh miliar? Baiklah, Pak. Aku akan menjauhi anak Bapak."
Pak Faisal mengangguk dingin. "Bagus." Ia berbalik dan meninggalkan Lyodra sendirian.
Flashback Off
Daffa terlihat lelah. "Sudahlah, Mah, Pah. Jangan dibahas lagi. Aku capek. Aku ke kamar dulu, ya."
"Iya," sahut Pak Faisal, Ibu Prameswari, dan Daffi serempak.
INDONESIA – Kediaman Pak Nano
(Ruang Tengah)
"Iya, Bu. Nanti saya lanjut lagi, ya," kata Ibu Rusmini, masih asyik bercakap-cakap.
"Bueeee…!" Titah protes, suaranya terdengar kesal.
"Ada apa, Nak?" tanya Ibu Rusmini, tanpa menurunkan volume suaranya.
"Ibu berisik banget! Titah lagi belajar. Tugas kuliah banyak, tahu!" Titah kesal.
"Oh, maaf, Nak. Ibu nggak akan berisik lagi," kata Ibu Rusmini, tapi suaranya masih keras.
Titah tak tahan lagi. Ia meninggalkan ruang tengah dan masuk ke kamarnya.
Pak Nano mendekat ke Titah. "Kenapa, Nak? Ibumu berisik, ya?"
"Iya, Yah. Titah nggak bisa konsentrasi belajar," jawab Titah.
"Oh…" Pak Nano tampak mengerti.
"Sudahlah, Yah. Aku mau belajar di kamar saja," kata Titah, lalu masuk ke kamarnya.
Aku sedang gabut di kamar, iseng scrolling media sosial. Tiba-tiba, aku tertarik pada satu akun—akun Titah, yang sekarang menjadi kekasihku.
SINGAPURA – Rumah Pak Faisal
(Kamar Daffa)
"Bosen banget nih. Mending scrolling sosmed aja, deh," gumam Daffa. Ia memutuskan untuk menambahkan Titah sebagai teman. "Coba add dia aja… Siapa tahu bisa menghilangkan kebosanan ini. Bismillah."
INDONESIA – Rumah Pak Nano
(Kamar Titah)
"Akhirnya, tugas kuliah selesai juga! Cek HP dulu, deh. Ada yang add aku di f*******:. Confirm dulu," kata Titah sambil memeriksa notifikasi di ponselnya.
SINGAPURA – Rumah Pak Faisal
(Ruang Tengah)
"Mah, Pah," panggil Daffi.
"Iya, Fi," jawab Pak Faisal.
"Ada apa, Sayang?" tanya Ibu Prameswari.
"Aku ada janji sama seseorang. Aku izin keluar sebentar, ya," kata Daffi.
"Sama siapa, Fi?" tanya Ibu Prameswari lagi.
Pak Faisal ikut penasaran. "Dia pacarmu?"
Daffi tersenyum. "Iya, Pah. Pacar baru, tepatnya."
"Oh, oke," kata Pak Faisal.
Ibu Prameswari tersenyum. "Hati-hati di jalan, Sayang. Sampaikan salamku ke pacar barumu, ya."
"Oke, Mah. Assalamualaikum," pamit Daffi.
"Waalaikumsalam," jawab Pak Faisal dan Ibu Prameswari.
(Kamar Daffa)
Daffa tersenyum puas melihat notifikasi penerimaan pertemanan dari Titah. "Yes! Dia terima request-ku. Sekarang, saatnya kenalan!"
**
[Daffa Maulana Pratama: Ngobrolnya seru banget ya, Titah. Rasanya kayak udah kenal lama.]
[Titah Christasya Fa Dachi: Iya, aku juga ngerasain hal yang sama. Kayaknya kita sepemikiran banyak hal.]
[Daffa Maulana Pratama: Betul banget! Eh, besok aku ada acara di daerah [Nama Tempat], kamu pernah ke sana?]
[Titah Christasya Fa Dachi: Pernah! Aku sering ke sana sama keluarga. Ada tempat makan enak di sana, [Nama Tempat Makan], pernah coba?]
[Daffa Maulana Pratama: Belum! Kayaknya harus dicoba nih. Gimana kalau besok kita ke sana bareng setelah acara aku selesai?]
[Titah Christasya Fa Dachi: [Tertawa kecil] Wah, ide bagus! Tapi aku harus izin sama orang tua dulu. Nanti aku kabarin ya.]
[Daffa Maulana Pratama: Oke, aku tunggu kabar baiknya. Jangan lupa ya!]
[Titah Christasya Fa Dachi: Iya, pasti! Eh, Daffa… aku mau tanya sesuatu.]
[Daffa Maulana Pratama: Tanya aja, Titah.]
[Titah Christasya Fa Dachi: Kamu… pernah punya pacar yang jauh?]
[Daffa Maulana Pratama: [Terdiam sejenak] Pernah. Sangat sulit, jaraknya bikin kita susah ketemu. Akhirnya… ya sudah.]
[Titah Christasya Fa Dachi: Aku mengerti. Jarak itu memang… menantang.]
[Daffa Maulana Pratama: Makanya aku menghargai banget kalau bisa ketemu orang yang meskipun jaraknya jauh, tapi tetap bisa dekat di hati.]
[Titah Christasya Fa Dachi: [Senyum] Aku juga begitu.]
[Daffa Maulana Pratama: Semoga kita bisa membuktikannya, ya, Titah?]
[Titah Christasya Fa Dachi: [Senyum malu-malu] Semoga….]
[Daffa Maulana Pratama: Baiklah, aku harus siap-siap nih untuk acara besok. Kita chat lagi ya, Titah.]
[Titah Christasya Fa Dachi: Iya, Daffa. Sampai jumpa!]
[Daffa Maulana Pratama: Assalamu'alaikum.]
[Titah Christasya Fa Dachi: Wa'alaikumussalam.]
**
Sementara itu Daffi menunggu seorang gadis keluar dari rumahnya.
DI HALAMAN RUMAH SASTI
"Duh, Sasti mana ya? Lama banget. Sudah jam berapa lagi, belum keluar juga dari rumahnya, hmm…" keluh Daffi, mondar-mandir di depan gerbang. Ia memainkan kunci motornya, gelisah.
"Assalamu'alaikum, Seng…" Sasti memberikan salam, muncul dari balik pintu pagar. Ia tersenyum manis, membuat Daffi langsung tersipu.
"Wa'alaikumussalam, Seng." Daffi menjawab salam Sasti, senyumnya merekah. Ia terlihat lebih tenang sekarang.
"Oke, mau ke mana kita sekarang?" tanya Daffi, berusaha terlihat santai.
"Ke mana ya? Hmm… jalan saja dulu yuk, Seng. Aku belum tahu mau ke mana, hehe…" jawab Sasti, mengeluarkan suara kecil yang terdengar lucu.
"Oh, oke…" seru Daffi, mengangguk. Ia mengulurkan tangannya, dan Sasti menyambutnya dengan lembut. Daffi menggenggam tangan Sasti, merasakan kehangatan yang menenangkan.
Ya, gadis cantik yang sekarang sedang menjalin hubungan dengan Daffi bernama Sasti. Mereka berjalan beriringan, suasana di antara mereka dipenuhi kehangatan dan kebahagiaan. Langkah kaki mereka berpadu, menciptakan irama yang harmonis di pagi hari itu.