Chapter 5

1122 Kata
"Dean ayo bangun--" Daya mengguncang pelan bahu Dean, ia terbangun karena mendengar suara lelaki dewasa dari luar kamar mereka. "Vian--" Beralih ke arah Devian yang masih nyenyak dalam tidur, membuat Daya ketakutan. Mengedarkan pandangannya. Sang ibu tidak terlihat. Ia ingin menangis, ia takut mendengar suara itu lagi. "Sayang kau kenapa?" Daya mendongak, ibunya baru datang dari kamar mandi. Daya segera turun dari ranjang, lalu menerjang sang ibu. "Mom, aku mendengar suara laki-laki di luar kamar." Daya semakin erat memeluk sang ibu, ia merasa nyaman berada di dekapan sang ibu. "Apakah itu yang membuat tidurmu terganggu?" Daya mengangguk-angguk. "Mandilah, kita akan pergi pagi ini. Mom akan membangunkan Dean dan Devian." "Apakah itu orang jahat?" Evelyn tersenyum kecil, "Mungkin." Pupil mata Daya membesar, lalu anak gadis Evelyn itu berteriak. "Mom! Ini tidak lucu." Evelyn terkekeh pelan. "Bergegaslah." Masih mendumel pelan, Daya segera masuk ke dalam kamar mandi. Evelyn segera membangunkan kedua puteranya. "Dean, bangun. Lelaki kemarin menunggu kita di depan." Belum selesai Evelyn berbicara, kelopak mata Dean sudah terbuka. "Jangan bercanda mom." Dean segera duduk, lalu menatap ibunya. "Mom tidak berbohong, bangunkan Vian, mom akan berkemas dulu. Setelah Daya selesai mandi, kau dan Vian menyusul." Dean mengangguk singkat. "Apakah aku perlu menyiapkan gelas lagi?" Evelyn menggeleng pelan, "Tidak perlu sayang." Dean mengangguk pelan. Samar-samar Evelyn mendengar suara dari arah luar kamarnya, wanita itu menghela napas panjang. Mengingat jika Hotel ini milik keluarga Max. Max, apakah lelaki itu senang. Mengetahui fakta kalau ia memiliki anak dari Evelyn. Senang dan tidak senang, Evelyn tidak peduli, Max tidak akan menyakiti ketiga anaknya, jika itu terjadi Evelyn akan berada di barisan paling depan melindungi anak-anaknya. "Mom-- aku sudah selesai," ujar Daya, puterinya itu sudah selesai berpakaian, begitu pula Dean dan Devian. Namun belum sempat Evelyn berbicara, Devian sudah keluar dari kamar. Dean dan Daya saling bertukar pandangan. Masalahnya Devian tidak mengetahui ada orang asing di luar sana. "Mom?" "Vian pasti baik-baik saja, Dean cepat susul dia." Dean mengangguk singkat. "Daya, tolong bantu mom bawa tas ini." Dengan wajah cemberut Daya mengambil tas yang ibunya suruh bawa, tidak berat, namun ia ingin menyusul Dean dan Devian, ia penasaran dengan suara lelaki itu. Siapa gerangan lelaki itu? Bukankah ini hotel mahal, namun kenapa keamanan sangat buruk. ... Max terkekeh pelan saat masuk ke dalam kamar Evelyn, dari informasi yang ia dapatkan, Evelyn dan anaknya menginap disini gratis. "Kau begitu miskin, tapi kau sangat sombong bisa menghidupi anak itu." Max bergumam pelan, lelaki itu menuju salah satu kamar, namun setelah ia masuk ternyata kosong. Max berdecih pelan, lelaki itu segera beralih ke pintu yang lainnya. Max mencoba membukanya, namun ternyata terkunci dari dalam. Gerakan tangan Max terhenti saat ingin mengetuk pintu itu. Jangan membuat gaduh, biarkan Evelyn bangun dan melihat dirinya duduk di ruang tamu. Ah nampaknya itu ide yang luar biasa. Sejam berlalu, namun tanda-tanda Evelyn akan keluar tidak ada. Bahkan Max sudah meminum dua gelas kopi, namun wanita itu tidak menampakan batang hidungnya. "Astaga! Siapa kau." Max mengalihkan pandangannya, lelaki itu tertegun melihat sosok anak laki-laki berdiri sambil menunjuknya. Suara anak laki-laki ini berbeda dengan yang semalam, namun tinggi mereka sama dan tentunya wajah mereka sangat mirip. Jantung berdetak cepat, nafasnya tercekat di tenggorokan. Apa Evelyn melahirkan anak kembar? Max menggelengkan kepalanya, itu tidak mungkin. Kemungkinan lain, anak ini adalah anak Evelyn dengan suaminya. "Pak Tua, kenapa kau bertamu pagi-pagi buta?" Suara anak laki-laki kemarin malam terdengar lagi. Max menatap keduanya saling bergantian, kalau mereka berbeda ayah, mereka tidak akan semirip itu. Wajah keduanya, itu malah sangat mirip dengan wajahnya saat kanak-kanak. "Mana orang asing itu." Suara anak perempuan terdengar dari arah belakang anak-anak itu, membuat Max berdiri dari duduknya. "Pak tua, yang mengganggu mom kemarin malam." Dean menjawab dengan cepat, tatapan matanya tidak berhenti menatap tajam Max. "Pak tua?" Daya menatap lelaki asing yang berada di samping sofa. "Kau buta Dean? Tidak ada pak Tua disini." "Itu pak tuanya." Dean menunjuk ke arah Max, Devian terkikik, dan Daya menganga. "Kau gila, lihatlah dia masih muda dan tampan, tidak terlihat tua Dean." Daya memprotes Dean, dan adik kembarnya itu malah memutar bola matanya malas. "Intinya, dia itu pak tua. Terserah kalau kau berpendapat kalau pak tua itu masih muda, aku tidak peduli dan tidak suka dengan kehadirannya disini." Daya menghela napas jengah, tidak ada gunanya ia melawan Dean. "Mom, ada pak tua disini." Dean mengadu pada Evelyn yang baru saja keluar dari kamar. Evelyn mencoba bersikap tenang, ia tidak ingin menimbulkan kekhawatiran anak-anaknya. "Mom, kau mengenal lelaki itu? Jika tidak aku akan mengusirnya." Devian bersuara, ia tidak suka melihat cara lelaki itu menatap ibunya. "Pak tua, bisakah kau pergi?" Tanya Devian dengan tenang. Max tertawa, dan membuat Devian kesal. "Tidak ada yang lucu disini." Max masih tertawa. "Ayo kita pergi mom, biarkan saja dia disini." Evelyn mengangguk pelan, wanita itu berjalan paling depan, diikuti ketiga anaknya. Namun saat melewati Max, lelaki itu mencekal tangannya dengan kuat. "Mau kemana kau? Urusan kita belum selesai." Max berbisik pelan. "Aduh?! Mom kenapa kau berhenti. Keningku sakit." Daya mengusap pelan keningnya, puteri Evelyn itu menatap Max dengan tidak suka. "Ralat, benar kata Dean. kau itu memang pak tua!" Daya berkata dengan kesal. Saat menatap Daya, mata Max membola. Ada yang salah disini, kenapa anak perempuan ini mirip dengan dirinya versi perempuan. Max menggeleng-gelengkan kepalanya, ini tidak nyata. Bagaimana mungkin ada tiga orang yang mirip dengan nya disini. Lelaki itu beralih menatap Evelyn, "Siapa mereka?" Max menggeram. "Anak-anak ku." Evelyn menjawab santai pertanyaan Max, toh itu benar mereka anak-anak. "Maksudku, siapa ayah mereka?!" Max berteriak marah, membuat Evelyn takut. "Ayah kami sudah hilang di makan kucing!" Devian berseru sambil tertawa. Anak itu memang suka membual, lalu tawa Dean dan Daya terdengar. "Diam!" Dean, Devian, dan Daya. Saling bertukar padangan lalu kembali tertawa terbahak-bahak. Evelyn mencoba menahan senyumnya,saat melihat wajah Max yang memerah padam. Bagi Max ini tidak lucu. Ketiga anak itu sangat tidak sopan dengan dirinya. Cekalan tangan lelaki itu semakin kuat, Evelyn sampai meringis pelan. Mendengar suara kesakitan sang ibu, membuat ketiga anak itu mengentikan tawanya. "Lepasakan tangan mom pak tua!" Devian bersuara lantang, putera pertama Evelyn itu segera menghampiri Max, lalu menginjak kaki Max dengan kuat. Suara kesakitan Max terdengar, membuat Daya dan Dean tertawa. "Mau Anda apa? Kami tidak mempunyai urusan dengan orang seperti Anda." Devian mengecek lengan ibunya. "Anda telah membuat mom kesakitan," kata Devian pelan, ia tidak suka melihat ibunya disakiti orang lain. "Satu masalah lagi, jangan pernah bertanya ayah kami dimana, lelaki itu bahkan tidak tau kami ada, dan aku sudah menganggapnya tinggal di neraka." Devian segera menarik tangan ibunya. "Dean, Daya cepatlah. Aku merindukan kasurku di rumah." Daya segera menyusul Devian dan Evelyn. Dean masih diam di tempatnya, "apakah kepalamu baik-baik saja? Maaf untuk itu." Dean segera berlari, ia takut akan disandera oleh pak tua itu. TBC...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN