"Evelyn!" Teriakan seseorang membuat langkah Evelyn terhenti, ia membalikan tubuhnya, lalu menatap wanita paruh baya yang memanggilnya.
"Sam, aku kira siapa." Evelyn baru saja membersihkan petak-petak kebun sayurnya, "Apa kau melihat moon? Aku tidak melihatnya semenjak kemarin." Ada kekhawatiran di balik suara Samantha, moon adalah kucing betina milik Samantha, biasanya kucing itu senang kerumah Evelyn, "tadi pagi dia ada di dapurku Sam, mungkin sekarang Moon sedang tidur di kamar Dean."
"Syukurlah," jawab Samantha sambil mengelus dadanya, "Aku kira kucing itu kabur ke peternakan Kingston," ujar Samantha lagi, "bukankah mereka sudah pindah Sam?" Seingat Evelyn, Daya yang memberitahukan jika peternakan itu sudah di jual.
"Aku lupa my dear, namanya lagi bukan peternakan Kingston, tapi peternakan Holmes. Tanah itu kembali lagi ke pemiliknya." Perkataan Samantha membuat dunia Evelyn terhenti. Holmes? Keluarga Max?
"Holmes?" Gumam Evelyn, namun terdengar oleh Samantha yang berdiri di sebelah pagar rumah Evelyn.
"Tentu my dear, tanah itu dulunya milik keluarga Holmes, namun dua puluh tahun lalu di jual oleh Lucas tanpa persetujuan ibunya, namun tanah itu sekarang dibeli lagi oleh Max anak Lucas." Kepala Evelyn mendadak pening, untuk apa Max membeli Peternakan yang hampir bangkrut itu, ya meskipun itu tanah leluhurnya, tapi untuk apa, bunkahnya lebih baik ia mengurus bisnis yang lain.
"Evelyn, aku pulang dulu, kue-kue yang aku buat nampaknya sudah matang, dan akan aku bawakan kau nanti, dan aku juga sedikit membuat untuk keluarga Holmes." Samantha pergi, segera Evelyn masuk kedalam rumahnya, lalu mengambil air.
Semua kejadian ini tidak nyata, Max tidak mencarinya, pertemuan terakhir mereka sedikit membuat Evelyn takut, namun jika ia pindah sekarang, sangat disayangkan, ini pertengahan semester, belum lagi mereka sudah sangat terbiasa dengan lingkungan di sini.
Evelyn menghela nafas berat, apapun yang terjadi harus ia lewati, kalau Max macam-macam Evelyn bisa saja melaporkan kepada pihak keamanan.
Ketukan pintu menyadarkan Evelyn, wanita itu bergegas membuka berjalan ke arah depan, dibalik jendela ia melihat Samantha, Evelyn bernafas lega, ia kira Max yang datang.
"Evelyn," Samantha berteriak, "Tunggu, ada apa Sam?" Samantha tersenyum lebar, tangan kiri menenteng sebuah keranjang piknik.
"Apakah kau sibuk? Kalau tidak kau bisa ikut dengan ku menyapa Mrs.Holmes." Evelyn ingin menolak, namun ia tidak bisa juga datang ke peternakan itu, ia khawatir Max ada di sana, dan perkataan Sarah, nenek Max menghantuinya.
"bersiaplah,aku akan menunggumu disini." Belum sempat Evelyn menjawab Samantha malah menyuruh bersiap, Evelyn mengangguk singkat, ia mencoba ber afirmasi, Max tidak ada di peternakan itu.
Di perjalanan Samantha banyak bercerita, wanita paruh baya ini sangat mengenal Sarah, meskipun usia mereka berbeda jauh, Samantha bisa dikatakan seperti teman untuk Sarah, ya itulah yang Evelyn tangkap dari cerita wanita paruh baya di sampingnya ini, peternakan Holmes terletak di ujung jalan pedesaan, tanah peternakan itu membentang sampai bukit di ujung sana, dan setahu Evelyn ada air terjun cantik dibalik peternakan Holmes.
Butuh waktu 10 dari rumahnya hingga sampai di peternakan Holmes, gemericik air terdengar, dilahan ini terdapat juga sumber mata air. "kau tahu, sebenarnya jika keluarga Kingston bisa memanfaatkan alam sekitar ini, mereka tidak akan bangkrut, bahkan akan lebih berkembang, kuda-kuda bisa berkeliaran dan mencari rumput, lihatlah Padang rumputnya sangat luas," Seru Samantha dengan semangat, mengikuti jalan setak menuju rumah utama, Evelyn melirik bangunan besar di yang berada dibelakang rumah utama, pekerja ternyata sudah mulai sibuk, bahkan terlihat akan ada sebuah bangunan baru lagi.
"Sarah!" Pekik Samantha setelah melihat Sarah yang sedang duduk di teras, wanita itu nampak terlihat berbeda dari malam itu. Terlihat lebih bercahaya dan bahagia.
"Samantha, aku tidak menyangka kau akan mengunjungi wanita tua ini," Sarah memeluk Samantha dengan erat.
"Aku baru sempat Sarah, dan aku juga membawakanmu kue." Sarah dengan senang hati menerima kue tersebut, kedua saling bertanya kabar, Evelyn tidak ingin mengusik.
"Sarah, kenalkan Evelyn. Tetanggaku," ujar Samantha dengan riang, Evelyn menghampiri Sarah dan Samantha,
"Senang berkenalan denganmu." Sarah tersenyum kecil, seolah tidak mengenal Evelyn, tentu itu lebih baik untuk Evelyn.
"Ayo masuk, akan aku buatkan kalian teh." Sarah mengajak mereka masuk kedalam rumah, "Kau tahu Sam butuh waktu untuk membuat rumah ini seperti dulu, ya meskipun dengan renovasi sedikit, aku kembali mendapatkan kenangan rumah ini." Evelyn dan Samantha juga merasakan perbedaan yang signifikan dari dekorasi rumah, menurut cerita Sarah, butuh waktu sembilan hari untuk mengubah interior rumah ini, dan banyak pegawai yang dikerahkan untuk mempercepat proses.
"Aku ingin cicitku bisa lahir dan tinggal disini, namun sayang," ucap Sarah penuh arti, Evelyn mencoba tetap fokus pada teh di hadapannya.
"Aku yakin Max akan segera memberikan mu cicit," ujar Samantha menenangkan.
"Entahlah Sam, kelakuan Max hampir sama dengan ayahnya, itu membuatku pusing, ya meskipun dalam hal bisnis anak itu sangat berkompeten," jawab Sarah, dalam duduknya Evelyn merasa gelisah, tidak seharusnya ia datang ke tempat ini, mungkinkah ia harus pindah, saat musim panas nanti.
"Sam, apakah kau masih lama? Anak-anak nampaknya sudah berada di rumah," seru Evelyn, ia tidak ingin tinggal lebih lama di sini, menghindari kemungkinan bertemu dengan Max.
"Anak-anak? Kau sudah menikah Eve? Baru saja aku ingin menjodohkanmu dengan Max." Ada makna tersirat dibalik ucapan Sarah. Evelyn merasa tidak nyaman akan hal itu.
Baru saja Evelyn ingin bersuara, seorang pegawai datang, dan berbicara dengan Sarah, "Sam, nampaknya aku harus pergi meninggalkan kalian, ada urusan mendadak di kota." Evelyn memejamkan matanya, lalu menghela nafas lega, ia bisa pulang.
"Sayang sekali Max tidak ada di rumah, padahal niatku hanya ingin mengenalkanmu Eve," ujar Samantha pelan saat mereka sudah keluar dari peternakan Holmes, Evelyn hanya bisa tersenyum kecil, rok panjang yang ia gunakan berkibar, angin hari ini begitu kencang.
...
Setelah memastikan anak-anak sudah tidur, Evelyn bergegas untuk turun ke kamarnya, ia mengerang, hari ini sangat melelahkan, namun sekali lagi Evelyn bersyukur karena tidak bertemu Max.
Evelyn menguap, setelah mencuci muka dan mengganti pakaiannya, Evelyn segera rebahkan tubuhnya di atas ranjang, baru saja matanya terpejam, ketukan pintu terdengar, bahkan saat ia ingin mengabaikannya ketukan itu semakin nyaring.
Evelyn bergumam sejenak, menatap jam, ini sudah jam 10 malam, apa mungkin Samantha yang datang? Karena sering sekali wanita paruh baya datang ke rumah di jam seperti ini.
Terpaksa Evelyn bangun dari ranjang, lalu menyalakan lampu di ruang tamu dan berjalan pelan ke arah pintu, ia tidak bisa menahan kantuk, setelah memutar kunci pintu, Evelyn membuka pintu rumah lebar, "Max!" Pekik Evelyn, bagaimana bisa Max ada di rumahnya, dengan tampilan yang acak-acakan.
"Hai baby girl," ujar Max sambil tersenyum, tubuhnya terhuyung ke depan, mau tidak mau Evelyn menyangganya, "Astaga Max tubuhmu panas!" seru Evelyn saat tanganya bersentuhan dengan tubuh Max.
Evelyn menghela napas panjang, tubuhnya masih gemetar, jantungnya berdetak begitu cepat, lelah dan kantuknya lenyap digantikan rasa penasaran dan juga sedikit rasa takut, kenapa Max tiba-tiba datang dalam keadaan sakit.
Tadinya Evelyn ingin mengusir lelaki itu, namun melihat wajah pucat Max, akhirnya Evelyn membawa lelaki itu masuk ke dalam rumahnya, untung saja kesadar Max tidak sepenuhnya hilang, lelaki itu masih bisa berjalan, namun harus Evelyn memapahnya, beberapa kali hampir tersungkur dan menabrak beberapa furniture, hingga akhirnya mereka tiba di kamar Evelyn.
Tidak ada kamar kosong dilantai bawah, hanya ada ruang bermain anak-anaknya dan kamar tamu terletak di lantai 2, tidak mungkin ia memapah tubuh besar lelaki itu, tadi saja ia sudah cukup kelelahan memapah Max.
"Max--" Panggil Evelyn pelan, setelah membantu melepaskan sepatu serta jas yang di pakai Max, lelaki itu tidak bersuara sama sekali dan memilih untuk berbaring di ranjangnya, Evelyn menghela nafas untuk kesekian kali, mungkin ia kan tidur di kamar Daya, sebagian kasur telah dikuasi Max, lelaki itu begitu besar, tidak seperti sepuluh tahun yang lalu.
Evelyn meraih jas milik Max, suara benda jatuh terdengar, Evelyn menunduk, ia mengerutkan kening, sebuah bungkusan jatuh dari dalam kantung, penasaran Evelyn membukanya, beberapa bungkus obat ia temukan dari dalam kantung itu, mungkin saja Max baru membeli obat, atau mungkin lelaki itu baru saja pulang dari klinik.
"Max-- kau harus minum obat dulu, apakah kau sudah makan?" Evelyn duduk di sisi ranjang, mencoba membangunkan Max, "Max--" Evelyn menarik tanganya, tubuh Max kian panas, "Apa?" Evelyn terdiam setelah mendengar suara serak Max, "Kau harus minum obat dulu, setelah itu kau bisa tidur lagi, apakah kau sudah makan?"
"Ambilkan saja aku air," ucap Max, namun lelaki itu malah merapatkan selimutnya. Lagi-lagi Evelyn menghirup oksigen dalam-dalam, lalu bergegas pergi mengambilkan air.
Setelah 30 menit memaksa Max untuk bangun, akhirnya lelaki itu mau mengonsumsi obatnya, "Kau mau kemana?" sebelah alis Evelyn terangkat, "Tidur, ini sudah mau tengah malam," jawabnya dengan pelan, Max mendengkus lalu membuka satu persatu kancing kemejanya, "kau tidak membutuhkan apapun lagi, jadi aku akan tidur di kamar Daya, kau bisa memakai kamar ini sepuasnya." Max mendongak, menatap Evelyn dalam, "Ini kamar mu, Eve, tidurlah di sini." ujar Max pelan, lelaki itu menarik tangan Evelyn membuat wanita itu jatuh di atas perutnya, "Aku--" Evelyn meruntuki dirinya yang tidak bisa bersuara, "Kau akan membuat anak-anak curiga, tidurlah disini, aku sedang sakit dan tidak memiliki tenaga untuk berdebat," kata Max pelan.
"Bangun Eve, apa kau mau selaman tidur di atas tubuhku?" wajah Evelyn memerah, bukan karena malu tapi marah dengan pertanyaan lelaki itu, "Kau yang menarikku, belum lagi tangan kananmu yang melingkar di pinggangku." Max tertawa,membuat Evelyn tertegun, meskipun serak tawa Max terdengar merdu di Indra pendengarnya.
"Ayo tidur," Evelyn segera bangun, lalu memilih tidur di sebelah Max memunggungi lelaki itu, mencoba untuk kembali tidur, setidaknya tidak ada pergerakan dari belakangnya membuat Evelyn bisa bernapas lega, entah apa yang akan terjadi besok Evelyn mencoba untuk tidur, mencoba untuk untuk tidur itu mustahil bagaimana mungkin ia bisa tertidur dengan sosok nyata yang menjadi mimpi buruk selama sepuluh tahun ini ada di belakangnya.
Mereka berbagi ranjang yang sama, tidak mungkin debaran di dadanya bisa lebih santai, bahkan untuk bernapas ia tidak bisa lega lagi, alam bawah sadarnya sedang dalam mode bertahan, sekuat tenaga ia mencoba memejamkan kedua matanya, rasa kantuk itu tidak datang, bahkan pikirannya kembali riuh dengan berbagai skenario, “Tidur Eve,” bisikan dan pergerakan yang masif dari belakang tubuhnya membuat Evelyn menegang, bahkan sentuhan panas membakar pinggang terasa, sekali tarikan punggungnya menabrak tubuh besar Max. “Rileks Eve, aku tidak akan berbuat lebih jauh lagi, ijin aku memelukmu untuk malam ini saja, besok pagi-pagi aku akan pergi,” bisikan Max membuat Evelyn meremang, sialnya lelaki itu malah menyusupkan kepalanya ke leher Evelyn, hembusan napas panas Max semakin membuat Evelyn gelisah, mana mungkin ia bisa tertidur malam ini, posisi ini membuatnya terjebak dalam pelukan Max D Holmes.
TBC…