Ryan: 5

1552 Kata
Hamparan rumput yang tertutup salju putih yang mulai menipis, menyisakan basah dan langkah lebar membawa Nick pada pusara mendiang sang istri, Meghan Adam. Batu berukir nama Meghan Adam terdiam membisu di hadapan Nick. Rangkaian bunga mawar merah diletakkan Nick tepat di atas pusara, bersandar pada batu nisan. “Hi, Meg,” sapa Nick dalam hatinya. Nick dengan tubuh tegapnya, sepasang mata berwarna abu-abu memandangi pusara di hadapannya. Bayangan kehidupan dirinya bersama Meg kembali memenuhi volume kepala Nick. Pernikahan yang singkat namun bagi Nick sangat berarti. Meghan telah berhasil membuat seorang Nick melepaskan gelar playboy yang disematkan banyak orang, para wanita menjadi tergila-gila pada cintanya. Nick tak butuh waktu lama untuk memikat Meghan Adam. Lorong waktu kembali terbuka dan Nick tertarik ke dalamnya. “Aku mencintaimu lebih dari rasa cintamu padaku, Sayang.” “Aku tidak yakin,” timpal Meg dengan senyum yang ditahan. Meg mengulum bibirnya, menjaga dirinya untuk tidak tertawa. “Kau meledek ku?” Nick bertanya sambil menunjukkan seringai jenaka pada wajah tampannya. Tak hanya itu, Nick juga menggeser posisi duduk tubuhnya untuk dapat menatap sepenuhnya pada Meg yang duduk di jok sebelah. “Tidak,” sahut Meg dengan senyuman yang perlahan tak mampu dirinya sembunyikan lagi. “Sungguh?” goda Nick sambil menyambar pinggang Meg, menggelitiknya hingga membuat Meg memekik, “Nick!” “Katakan… ayo katakan,” desak Nick di tengah tawa renyah yang keluar dari pita syara Meg. “Aku lebih mencintaimu.” “Aku!” “Aku!” Keduanya salin bersahutan. “Siapa yang sampai lebih dulu ke danau itu, dialah pemenangnya!” Keduanya berhenti bersahutan sebelum Meg berhambur keluar dari dalam mobil dan disusul Nick. Keduanya berlari. Meg tertawa dengan lantang sambil terus berlari dari keharan Nick di belakangnya. “I love you, Meg,” desis Nick sesaat setelah dirinya lepas dari lamunan. Mata Nick berkaca-kaca. Menatap pusara yang membisu di bawah butiran salju yang mulai turun lagi. 30 menit berselang. “Mia Reynolds,” gumam Nick saat memandangi laptop yang ada di hadapannya. Halaman sosial media milik Mia yang terbuka di hadapannya kini. Wajah cantik Mia yang membuat Nick tidak mampu menyingkirkan bayangan Mia dari kepalanya. Cara Mia bergerak, berbicara, menatap dan mendengus kesal nyaris menyerupai Meghan. Ujung jemari Nick bergerak di atas pemukaan laptop, menjalankan kursor laptopnya, mengganti halaman dan mencari kian dalam kisah perjalanan hidup seorang Camila Regan. Sosial media yang diperbaharui beberapa tahun silam. “Apa yang terjadi sejak terakhir pertemuan kita, Mia?” gumam Nick sendirian. Bukan hal yang sulit bagi Nick untuk mengetahui semua kebenaran tentang Mia. Nick tahu siapa yang harus dirinya hubungi, tapi Nick tak memilih itu. Ia tak akan melibatkan siapa pun selain Nolan Ross. Keputusan itu akan berujung pada Kate Mary, Nick yakin akan hal itu. Embusan napas keras Nick di tengah kesunyian bersama dengan foto-foto perjalanan dari liburan Mia bersama Ben. Mia yang tampak menemani Ben di berbagai pertemuan membuat Nick tergelitik dengan kenyataan yang berbeda dengan yang ia saksikan dalam acara pameran. Ben yang pencemburu, kekesalan Mia dan pertemuan keduanya yang tanpa sengaja saat Mia kembali nyaris menabrak dirinya di koridor kantor sang suami. Nick tak akan pernah lupa dengan pertemuan sekejap antara dirinya dan Mia siang itu. Sepasang mata abu-abu milik Nick menangkap dengan jelas kemunculan sosok Mia yang keluar dari sebuah ruangan. Langkah anggun dan wajah yang canik meski terlihat kesal. Nick merasakan debaran dalam dadanya saat langkah kaki miliknya kian mendekat pada langkah kaki milik Mia. “Hi, Mia,” sapa Nick sambil tersenyum dengan ekspresi wajah yang tampak semeringah, sedangkan Mia merasa jantungnya berhenti karena terkejut. “Hi, Nick. Aku… maafkan aku…” ujar Mia yang disusul dengan kekehan Nick yang terdengar renyah. “Aku---” “Kau akan---” Seketika mimik wajah Nick berubah. “Aku harus pergi,” sela Mia saat manik matanya menangkap bayangan sosok Ben yang bergerak mendekat di belakang punggungnya. “Bye, Nick,” ucap Mia sebelum bergegas pergi tanpa menoleh. Nick hanya menatap kepergian Mia. “Semoga harimu menyenangkan, Mia,” timpal Nick dan Mia berlalu sampai kemunculan sosok Ben setelahnya. “Apa yang sesungguhnya terjadi?” batin Nick seorang diri sambil menopang dagunya pada tangan sambil menatap sederet foto Mia. “Ia tidak benar-benar bahagia,” gumam Nick. Sederet bayangan masa lalu yang berjejal dan nyaris melintas kembali dalam ingatan Nick sebelum suara pintu terbuka lalu menutup kembali telah memecah semua lamunan. Nick mengerjap. “Kau sudah kembali, Nick?” Pertanyaan yang membuat Nick terperanjat dan menoleh, menatap dari balik bahunya. “Mom.” Claudia Ryan, wanita paruh baya yang masih tampak cantik. Nick beranjak dari kursi meja makan dan berjalan menghampiri sang ibu untuk memeluknya dengan erat. Nick meraih kantung belanjaan yang dibawa Claudia untuk kemudian meletakkannya di atas meja dapur. “Aku sudah kembali sejak satu jam yang lalu, Mom.” Nick meraih cangkir yang tersusun di sebuah lemari dapur yang berada tepat di atas kepalanya. “Mom, ingin kopi?” Nick menawarkan dan sang ibu mengangguk. Nick menuangkan kopi panas ke dalam dua buah cangkir yang ia letakkan di atas meja. Memasukkan dua sendok teh gula dan krim. Mengaduknya dengan gerakan memutar. Nick kembali ke meja makan bersama dengan dua cangkir kopi buatannya. Meletakkan kedua cangkir kopi di atas meja lalu membantu Claudia untuk melepaskan mantel yang dikenakannya lalu menyampirkan kain tebal itu pada sandaran kursi. “Aku senang putraku mengunjungiku,” ucap Claudia yang terasa bagai sindirian bagi Nick. Keduanya duduk berhadapan di meja makan dan pandangan mata Claudia tertuju pada foto Mia yang terpampang di laptop Nick. Claudia yang tampak terdiam dan Nick menggeser laptopnya. “Mom,” desis Nick. “Siapa wanita cantik itu, Nick?” tanya Claudia usai Nick menyingkirkan laptopnya. Claudia meraih cangkirnya, menatap Nick dari tepian cangkir. Tampak Nick yang tersenyum segaris. “Rekan bisnis.” Jawaban yang membuat kening Claudia mengkerut, menatap dengan menilai sambil meletakkan kembali cangkir kopinya di atas meja. “Aku mengatakan yang sebenarnya, Mom,” imbuh Nick yang tahu jika sang ibu tidak puas mendengar jawaban yang ia berikan. Nick mengangkat cangkir miliknya kembali, menyeruput setengah isinya dan membiarkan Claudia mengamati dengan menyelidik. “Siapa wanita cantik itu, Nick?” Kedua kalinya Claudia bertanya dengan pertanyaan yang sama. Nick menelan ludahnya. “Rekan bisnis yang aku temui di acara pameran beberapa tahun lalu, Mom.” Nick mengatakannya dengan lugas dan seperlunya. Nick tak mengatakan kebenaran jika wanita yang ada di layar laptopnya kini berada di kediamannya di Boston. Claudia meraih telapak tangan Nick dan menggenggamnya dengan erat. Tatapan mata yang saling tertuju satu sama lain. Nick yakin jika jawaban yang didengar oleh Claudia sudah cukup. “Siapa pun dia, jika itu dapat membuatmu keluar dari kesedihan, aku akan sangat bahagia, Nak,” ungkap Claudia. “Mom,” desah Nick sambil mempererat genggaman telapak tangan Claudia. “Semuanya sudah berlalu beberapa tahun, Nick. Sudah saatnya kau menata kembali kehidupan mu.” Claudia mengatakannya dengan penekanan dan terasa menenangkan bagi Nick saat ibunya memberinya nasehat. Claudia menepuk punggung telapak tangan Nick sebanyak tiga kali, menatap langsung ke dalam mata Nick. “Kau masih berhubungan dengannya?” Nick terkekeh sebentar. “Hmm---” “Bukan sebuah kebetulan jika kau dan dia bertemu di acara pameran, Nick,” sela Claudia disusul dengan senyuman bahagia. “Aku cukup terkejut kau datang ke acara pameran bisnis untuk menggantikanku,” sindir Claudia yang disusul dengan kekehan Nick. “Aku ingin membangun sebuah rumah sakit,” ucap Nick cepat. Pria tampan dengan rambut gelap yang dipotong pendek itu menelan ludah dan menatap Claudia yang menatapnya lurus. “Aku bertemu dengannya di sana, dan… dia datang bersama suaminya,” imbuh Nick yang membuat Claudia terdiam. Prubahan mimik wajah Claudia yang begitu cepat. Claudia tampak menarik napas dengan begitu dalam, lalu mengembuskannya perlahan. “Kau bekerjasama dengan suaminya?” “Iya, harapanku seperti itu. Tapi kenyataannya berbeda dan aku… aku berharap Mia yang membuat semuanya,” ungkap Nick yang terdengar sarat makna. “Mia.” Claudia mengulang satu kata dari nama Mia yang meluncur dari mulut Nick, membuat pria tampan itu tersenyum simpul sementara Claudia terkekeh pelan. “Ia seorang arsitek dan aku sudah mencari tentang hal itu, Mom.” “Profesi yang sama dengan Meg. Kau menyelidiki Mia?” tanya Claudia sebelum kembali menyeruput sedikit kopi dalam cangkir, lalu meletakkan kembali sebelum mengakhirinya dengan menyapukan bibirnya dengan sehelai tisu. “Jangan katakan jika kau----” “Aku ingin sentuhan wanita untuk rumah sakit yang akan aku bangun, dan…. rasanya tepat jika aku memberikannya pada Mia.” Tatapan mata Claudia telah membuat Nick sadar jika sang ibu menanti penjelasan. “Suaminya menolak tawaran yang aku berikan meskipun aku sudah----” “Pria pencemburu, ia tidak ingin---” “Ya, Mom benar,” sela Nick. Keduanya terdiam sejenak sebelum kedua bahu Nick naik saat ia menarik napas dengan begitu panjang. “Sepertinya kau tertarik padanya,” seloroh Claudia spontan. Nick tak langsung menimpali. Ia terdiam sejenak mengenang pertemuannya dengan Mia di kantor milik Mia untuk pertama kalinya. Nick masih mengingat semuanya dengan begitu jelas meski semuanya berakhir dengan cepat. Nick terjebak dalam kenangan Mia di masa lalu. “Ingat Nick, jika wanita itu sudah memiliki seorang suami.” Nick mendapati tatapan Claudia yang tegas. Nick tersenyum segaris. “Aku akan selalu ingat, Mom,” ucap Nick yang membuat Claudia mengangguk. “Jangan pernah mencoba untuk merebutnya.” “Aku tidak akan merebutnya jika ia benar-benar bahagia.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN