Bab 52
Pengakuan
Libur semester telah dimulai. Malam itu melalui pembicaraan di telepon, Dina dan Helen menyusun berbagai rencana untuk menghabiskan waktu liburan mereka. Mereka telah merencanakan banyak hal, mulai dari jalan-jalan ke mall, pergi mendaki gunung bahkan berkemah di pantai. Tentu saja Kevin yang akan menjadi seksi transportasi untuk seluruh perjalanan mereka. Namun mereka justru belum memberitahukan rencana jalan-jalan mereka itu kepada Kevin.
Dalam pembicaraan telepon itu juga Helen menanyakan sesuatu yang sangat ingin ia ketahui dari Dina.
“Din, aku mau tanya sesuatu.” Kata Helen.
“Tanya apa sih? Bahasanya resmi amat…” balas Dina.
“Kamu masih punya perasaan nggak sih sama Kevin?”
Dina seketika tertawa mendengar pertanyaan Helen itu dan reaksi Dina itu membuat Helen bingung.
“Jawab dong, malah ketawa!” Ujar Helen.
“Len, aku sangat senang dengan hubungan persahabatan kita sekarang. Aku pikir, aku tidak menginginkan hubungan cinta lagi terutama dengan Kevin.”
“Tapi itu bukan berarti kamu sudah tidak mempunyai perasaan kepada Kevin, bukan?”
“Sekarang tidak lagi!” Dina menegaskan.
“Yakin?” Helen ingin memastikan.
“Seribu persen yakin!”
Helen seketika merasa lega ketika mengetahui Dina sudah tidak lagi memiliki perasaan apa-apa kepada Kevin. Setidaknya hubungan ‘teman tapi mesra’ yang ia jalani bersama Kevin selama beberapa waktu terakhir ini tidak akan menyakiti Dina. Demikian menurut Helen.
“Kenapa sih tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?” Tanya Dina dengan bingung.
“Maksudku, jika kamu masih menyukainya mungkin aku bisa membantu kalian untuk bersatu.” Jawab Helen, berbohong.
“Tidak perlu Len, lagi pula Kevin terlihat lebih nyaman saat bersama kamu dari pada saat ia bersamaku.” Kali ini jawaban Dina benar-benar menohok sekaligus membuat Helen terkejut. Helen mulai merasa kalau Dina mungkin sudah dapat mengendus kedekatan mereka.
“Jawaban macam apa itu!” Helen berpura-pura protes.
“Jeff bisa-bisa cemburu lho!” Dina melanjutkan.
Mata Helen sampai terbelalak karena perkataan Dina barusan.
“Dia benar-benar sudah menyadarinya…” kata Helen dalam hatinya.
“Din…” panggil Helen.
“Iya,” jawab Dina.
“Aku minta maaf ya, sebenarnya selama ini aku menyembunyikan sesuatu darimu.” Helen mencoba untuk mengaku meskipun ia sangat kesulitan untuk menemukan kata-kata yang tepat yang sekiranya tidak akan membuat Dina merasa terkhianati.
“Soal kedekatanmu dengan Kevin?” Tanya Dina yang dengan cepat telah menyadari ke mana arah pembicaraan Helen.
Helen terdiam untuk sesaat.
“Sejak kapan kamu mulai menjalani kehidupan ganda seperti ini?” Tanya Dina dengan tegas.
“Din, aku tidak sengaja memulainya. Suatu malam aku dan Jeff bertengkar di tengah-tengah acara makan malam kami dan aku meminta Kevin untuk datang menjemputku. Itu adalah sebuah kesalahan, kami berada dalam situasi yang tidak tepat saja sehingga…” penjelasan Helen terhenti.
“Sehingga kalian menjadi korban situasi dan setelah itu kalian justru sudah tidak bisa berhenti, itu yang ingin kamu katakan?” Potong Dina.
Helen masih tidak mengatakan apapun.
“Len, aku tidak marah padamu karena Kevin benar-benar sudah tidak ada dalam hatiku, tapi bagaimana dengan Jeff, apa kamu tidak memikirkan perasaannya?”
“Aku bingung, Din.” Jawab Helen, lirih.
“Kamu harus memutuskan, Len. Kamu tidak bisa memiliki semua yang kamu inginkan. Jika Jeff memang tidak bisa membuatmu bahagia, maka lepaskan saja dan mulailah dengan Kevin.”
“Aku bahagia bersama Jeff, namun perhatian yang aku inginkan justru aku dapatkan dari Kevin.”
“Jadi alasan kamu menjalani kehidupan seperti ini karena merasa Jeff kurang perhatian kepadamu?”
“Aku rasa begitu.”
“Bukankah dia selalu menghubungimu untuk mengingatkan soal ini dan itu?”
“Bukan perhatian seperti itu yang aku maksud Din. Maksudku lebih kepada interaksi fisik, seperti pelukan atau ciuman.”
“Len,” potong Dina. “Bagaimana jika Jeff sebenarnya bukan kurang perhatian melainkan sedang menjaga kehormatanmu?”
Ucapan Dina itu bagai panah yang dengan cepat melesat dan menancap di hati Helen.
Kata-kata seperti itu pernah diucapkan oleh Kevin, namun ketika Dina yang mengatakannya itu terasa lebih menyakitkan lagi.
“Bisa saja kan Jeff adalah tipe orang seperti itu, meskipun sudah tidak banyak tapi aku yakin masih ada juga laki-laki yang seperti itu. Mana kita tahu!”
Air mata Helen perlahan menetes.
“Menurutku ia pria yang baik, umurnya juga jauh diatasmu kan? Dia jauh lebih dewasa dibandingkan denganmu. Coba ingat-ingat lagi selama ini jika kalian bertengkar, biasanya siapa yang memulai duluan, aku yakin sekali pasti bukan dia yang memulai pertengkaran! Tapi kamu lihat sendiri, dengan banyaknya perselisihan dan kesalahpahaman Jeff masih bertahan bersamamu. Itu bukti kalau ia dewasa dan benar-benar mencintaimu!”
Air mata Helen mengucur semakin deras.
“Mungkin kamu hanya perlu sedikit lebih bersabar!” Pesan Dina. “Suatu hari nanti Jeff pasti akan menunjukkan perhatian yang kamu inginkan.”
Helen menangis sesenggukan dalam pembicaraan teleponnya dengan Dina malam itu.
“Kamu pikir baik-baik ya kemudian buat keputusan. Kamu harus memilih Len, tidak boleh terus hidup dengan cara mendua seperti ini!”
“Iya Din.” Balas Helen dengan suara lirih.
Dina kemudian menutup teleponnya lebih dulu. Sedangkan Helen, air matanya masih terus saja menetes.
Sementara itu pada saat yang sama di tempat lain, setelah menutup teleponnya Dina lantas berbaring di ranjang dan menatap lurus ke langit-langit kamar.
“Apa yang baru saja aku dengar?” Tanya Dina dalam benaknya.
Ia sendiri sebenarnya masih tidak percaya dengan pengakuan Helen yang baru saja ia dengar.
“Sahabatku sendiri tengah bermain api dengan laki-laki yang dulu aku sukai.”
Dina memang pernah sangat menyukai Kevin tetapi itu kemudian berakhir menjadi sebuah persahabatan yang baik dan bukannya sebuah hubungan asmara.
Meskipun Dina kini sudah tidak lagi menyukai Kevin dengan cara yang sama seperti dulu, namun mengetahui apa yang kini dilakukan oleh Helen membuat hati Dina sedikit tergores karena merasa bahwa kedua sahabatnya itu tidak terbuka kepadanya selama beberapa waktu.
“Kenapa Helen bisa bertingkah seliar itu?” Tanya Dina dalam hati.
Namun Dina memutuskan untuk tidak marah maupun dendam kepada Helen. Ia tahu bahwa Helen tidak mungkin sengaja melakukan hal semacam itu kepadanya. Apalagi kejadian Dina memberi hadiah kepada Kevin itu sudah hampir setahun berlalu.
“Namun jika Jeff tahu maka Helen akan berada dalam masalah besar.” Ujar Dina.
Ucapan Dina itu ternyata terdengar oleh ibunya yang baru
“Siapa yang dalam masalah?” Tanya Gladys.
“Helen Ma.”
“Masalah apa lagi sekarang? Bukankah katamu Helen sudah bersama dengan pria yang baik?”
“Benar Ma, masalahnya sekarang justru datang dari Helen.”
“Apa memangnya yang Helen lakukan?” Tanya Gladys dengan penasaran.
“Sekarang Helen lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Kevin, Ma.”
“Lho, bukannya kalian bertiga bersahabat, tidak masalah dong jika Helen sering bersama Kevin?”
“Bukan bersama dalam artian seperti itu, Ma. Bersama dalam arti yang lain.”
Gladys mengangkat sebelah alisnya kemudian membuat isyarat seperti berciuman dengan menggunakan kedua tangannya.
“Iya Ma, yang seperti itu.” Jawab Dina.
“Ya ampun Helen. Bisa-bisanya ya?” Balas Gladys dengan heran.
“Begitulah Ma, Dina sendiri juga tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh Helen.”
Dina kembali menatap langit-langit dan merenungkan pengakuan Helen.
Keesokkan harinya, Dina, Helen dan Kevin membuat janji untuk bertemu di mall. Mereka ingin membahas rencana liburan itu lagi sekaligus memberitahu Kevin yang memang belum tahu apapun soal semua rencana liburan yang sudah disusun oleh Dina dan Helen kemarin.
Dina duduk bersebelahan dengan Helen sementara Kevin duduk berhadapan dengan mereka di sebuah restoran masakan Cina.
“Jadi kita liburan nih? Pulang pergi atau menginap?” Tanya Kevin, penuh semangat.
“Pulang pergi lah…” jawab Dina.
“Aku kira mau menginap.” Balas Kevin sambil tertawa.
“Menginap lalu membiarkan kalian berdua berbuat m***m?” Protes Dina saat itu juga.
Helen dan Kevin sangat terkejut mendengar perkataan Dina itu. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau Dina akan mengatakan hal seperti itu tepat di depan wajah mereka sendiri.
“Din, kamu…” Kevin mencoba untuk meluruskan namun Helen segera memotong ucapan Kevin itu.
“Dina sudah tahu kok!” Potong Helen.
“Begitu ya?” Kevin pun menjadi salah tingkah.
“Aku meminta kalian agar menahan diri dan kalau bisa berhenti melakukan itu lagi, hargai keberadaan Jeff. Dia orang baik dan tidak seharusnya kalian berbuat seperti ini kepadanya!”
Helen dan Kevin tdak menjawab perkataan Dina. Mereka hanya bisa tertunduk malu.
“Kita akan kembali membahas rencana liburan kita ini dan aku minta kalian agar jangan tersinggung dengan perkataanku yang tadi, aku hanya mencoba menyelamatkan kalian dari masalah saja, tidak ada maksud lain.” Ujar Dina.
Untuk beberapa saat suasana masih terasa kaku, namun beberapa menit kemudian semua tampak sudah normal kembali.