Bertiga Ditambah Satu

2059 Kata
Bab 53 Bertiga Ditambah Satu Dina, Helen dan Kevin telah memutuskan bahwa tujuan pertama liburan mereka adalah pantai. Mereka telah menetapkan waktunya yaitu pada hari Sabtu pekan ini. Mereka memilih sebuah pantai di daerah Minahasa Selatan yang berjarak dua puluh delapan kilometer sebelah selatan dari kota Manado. Pasirnya bisa dikatakan berwarna putih meskipun tidak terlalu terang warnanya. Hari Jumat malam ketika sedang mempersiapkan barang bawaannya, Dina tiba-tiba teringat bahwa ada seseorang yang harus ia hubungi. Ia buru-buru mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Mereka berbicara kira-kira sepuluh menit sebelum telepon ditutup. Keesokkan paginya, Kevin dan Helen datang menjemput Dina sekitar pukul delapan pagi. Seperti biasa Helen akan duduk di depan bersama Kevin sementara Dina akan duduk sendiri di belakang. Perjalanan mereka pun dimulai. Sepanjang perjalanan mereka bercanda dan mengobrol, Dina juga sempat tertidur dalam perjalanan yang akan memakan waktu lebih dari dua jam itu dan kesempatan itu digunakan Helen dan Kevin untuk saling berpegangan tangan. Saat Dina terbangun, ia melihat hal itu namun ia berpura-pura seakan masih tidur. Sebenarnya jarak menuju pantai itu tidak begitu jauh namun karena jalan berkelok-kelok dan ada beberapa tempat yang memiliki jalan berlubang, Kevin tidak bisa mengemudikan mobilnya dengan cepat. “Pantai ini mungkin tidak diperuntukkan bagi orang dengan mobil jenis city car!” Omel Kevin ketika mobilnya masuk ke lubang di aspal yang cukup dalam dan menciptakan goncangan yang cukup besar. Helen dan Dina tertawa mendengar omelan Kevin itu. “Sabar ya Kev, tapi lain kali kamu yang harus memperhatikan jalannya!” Balas Dina. Setelah dua setengah jam perjalanan mereka pun tiba di pantai. Tidak begjtu ramai di sana, kemungkinan karena itu bukan waktunya liburan sekolah. Tempat-tempat wisata akan ramai jika liburan sekolah sudah dimulai. “Wah enak nih nggak begitu ramai…” kata Kevin. Mereka bertiga turun dari mobil sambil menenteng begitu banyak barang bawaan. Dina menggelar tikar di bawah pohon, kemudian Kevin dan Helen mulai meletakkan berbagai bungkusan plastik yang mereka bawa di atas tikar itu. Dina mulai sibuk membuka bungkusan plastik itu satu demi satu. “Din, kami jalan-jalan dulu ya…” kata Helen. Dina yang sedang sibuk membuka bungkusan-bungkusan plastik itu pun hanya mengangguk tanpa melihat kepada Helen, namun sepintas lalu ia bisa melihat bahwa Helen dan Kevin pergi sambil berpegangan tangan. “Mereka bahkan sudah tidak segan-segan untuk melakukan itu di depanku.” Ujar Dina dalam hati. Beberapa saat setelah Helen dan Kevin pergi, ponsel Dina berdering. Dina segera mengeluarkan ponsel itu dari dalam tasnya dan menjawabnya. “Oh iya, kamu sudah di sini? Jika kamu melihat sebuah mobil kecil berwarna merah, parkir saja di sampingnya. Aku duduk tidak jauh dari situ. Dari tempat parkir itu kamu sudah langsung bisa melihatku kok!” Dina lalu menyimpan ponselnya dan kembali membuka bungkusan makanan yang mereka bawa. Dina menggelar kotak-kotak berisi makanan itu di atas tikar serta menyimpan kembali kantong plastik yang tadi membungkus kotak-kota makan itu, sehingga kesan piknik yang sesungguhnya terlihat jelas di sana. Tiba-tiba pundak Dina ditepuk dari belakang. Dina terperanjat hingga tak sadar ia sampai berteriak. “Cepat sekali kamu bisa sampai ke sini, bukankah tadi katamu masih di kantor.” Kata Dina. “Iya, aku mengenal tempat ini dengan baik. Aku sering bolak balik ke sini sehingga aku sudah hafal jalannya, tidak sulit lagi bagiku…” jawabnya. Dina mengangguk. “Ayo duduk…” ajak Dina. Orang itu pun duduk di atas tikar di dekat Dina. “Di mana kedua sahabatmu?” “Sedang berjalan-jalan menyusuri pantai.” “Begitu ya?” Mereka berdua terdiam untuk sejenak, mungkin karena sama-sama merasa canggung dengan situasi yang ada. Helen dan Kevin kemudian kembali dari jalan-jalan menyusuri pantai. Mereka datang sambil tertawa-tawa. Namun seketika tawa mereka terhenti ketika melihat Dina tidak lagi sendiri di sana. Ada Jeff di sana yang sedang menemani Dina mengobrol. Helen dan Kevin segera membuat jarak diantara mereka berdua. “Kejutan!” Seru Jeff yang melihat kedatangan Helen. “Sayang, kamu kapan datangnya?” Sapa Helen sambil berusaha untuk menyembunyikan rasa canggung sekaligus terkejutnya. “Belum begitu lama.” Jawab Jeff. Helen segera duduk di samping Jeff sementara Kevin duduk di sebelah Dina. Suasana canggung terasa makin menjadi-jadi di tempat itu. “Mau makan sekarang? Sudah jam sebelas lewat nih!” Usul Dina. “Boleh juga.” Jawab Kevin. Dina memberikan sebuah piring plastik kepada Kevin. “Silakan pilih sendiri dan ambil sendiri ya…” kata Dina. “Jeff mau piring juga?” Tanya Dina. “Punya Jeff biar nanti aku yang ambilkan.” Helen buru-buru memotong. “Mau makan apa?” Tanya Helen kepada Jeff. “Aku bisa makan apa saja kok sayang…” jawabnya. Dina tersenyum melihat pemandangan itu. Sementara wajah Kevin berubah menjadi tidak karuan, entah ia sedang marah atau apa. Dina sendiri tidak bisa membaca ekspresi di wajah Kevin itu. Helen menyerahkan piring berisi makanan kepada Jeff. “Terima kasih ya, sayang…” kata Jeff sambil tersenyum kepada Helen. Helen membalas senyuman itu namun setelah itu ia berbalik dan menatap ke arah Kevin. Mereka berdua saling bertatapan untuk sejenak tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya mereka berdua yang tahu apa arti dari tatapan mereka itu. “Sudah main airnya?” Tanya Jeff kepada Helen sambil merapikan rambut gadis itu. “Kami, maksudku aku dan Kevin hanya berjalan-jalan saja, bermain airnya nanti.” Jeff mengangguk dan tersenyum dengan begitu tulus kepada Helen. Dina merasa kasihan kepada Jeff. Dengan ketulusan yang ia tunjukkan, ia tidak tahu kalau Helen justru berbuat sesuatu yang lain di belakangnya. Saat baru akan mulai makan, ponsel Jeff berdering. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya dan melihat kalau panggilan telepon itu berasal dari kantornya.” “Sebentar aku terima telepon dulu ya…” Jeff meninggalkan Dina, Helen dan Kevin kemudian pergi menjawab telepon di tempat yang sedikit jauh. “Dina, ini pasti perbuatanmu, kan?” Todong Kevin. Dina mengangkat sebelah alisnya dan menatap Kevin dengan tatapan menantang. “Kalau iya, lantas kenapa?” “Tega-teganya kamu berbuat seperti ini!” Balas Kevin. “Tega-teganya? Apa maksudmu dengan tega-teganya? Aku hanya berusaha mengembalikan kalian ke posisi yang seharusnya!” Jawab Dina. Helen terdiam, ia tidak ingin bergabung dalam perdebatan itu. Helen bisa memahami maksud baik dibalik tindakan Dina itu, hanya saja itu terlalu mengejutkan bagi dirinya dan Kevin. Jeff tiba-tiba kembali ketika perdebatan di antara Dina dan Kevin belum selesai. “Maaf ya, itu tadi dari kantorku. Aku bahkan tidak bisa mendapatkan waktu senggang di akhir pekan…” kata Jeff. “Santai saja, Jeff. Kami tidak sedang buru-buru kok.” Balas Dina. Sambil menyantap makanannya, Jeff mulai bercerita. “Aku orang yang sangat sibuk. Aku harus mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus dan aku satu-satunya yang bertanggung jawab atas hidup dan matinya bisnis tersebut. Aku bahkan tidak bisa lagi melakukan hobiku sendiri. Jangankan untuk melakukan hobi, aku sering sekali kesulitan mencuri waktu untuk sekedar makan siang. Tetapi aku sangat bersyukur memiliki kekasih seperti Helen. Umurnya mungkin agak lebih mudah dariku tapi dia adalah wanita yang paling tahan menghadapi kesibukanku, dan sejauh ini dia adalah kekasih dengan masa pacaran terlama yang pernah aku miliki. Kebanyakan wanita mundur dengan mudahnya ketika aku sulit ditemui, aku sulit menyisihkan waktu untuk berkencan, dan sejenisnya.” Hati Helen bagai tersayat pedang ketika mendengar kata-kata pujian yang dialamatkan Jeff kepadanya di depan teman-temannya. “Ketika tante Tracy hendak menjodohkan kami, aku pikir ini mungkin hanya akan menambah panjang daftar wanita yang membenciku karena kesibukanku. Melihat Helen yang masih seperti anak kecil, aku bahkan merasa bahwa hubungan kami tidak akan kemana-mana. Tetapi Helen adalah perempuan luar biasa yang bahkan tidak pernah muncul dalam mimpiku sekali pun dan kini dia justru menjadi kekasihku.” Kata-kata sanjungan yang terus diberikan Jeff kepada Helen membuat dirinya semakin diliputi rasa bersalah. Jeff menganggap dirinya begitu istimewa padahal sebenarnya ia hanya perempuan biasa yang banyak kekurangan serta melakukan kesalahan. Setelah makan siang, Helen dan Jeff berjalan berdua menyusuri pantai sementara Kevin dan Dina memilih untuk tetap duduk di bawah pohon tempat tikar mereka digelar. “Din, kamu memang sangat ingin memisahkan kami ya?” Tanya Kevin. “Aku bukan ingin memisahkan kalian, tapi aku ingin menyatukan mereka berdua.” Jawab Dina. “Dan tolong jangan salah paham Kev, aku tidak melakukan ini karena aku ingin berpacaran denganmu, itu tidak benar. Tidak sama sekali! Jadi jangan sampai kamu salah paham ya!” Dina menegaskan. Sementara itu, jauh dari tempat Kevin dan Dina berada, Helen dan Jeff sedang jalan-jalan berdua. Jeff menggenggam tangan Helen dengan sangat erat. Itu adalah hal yang sangat jarang ia lakukan, selain karena mereka jarang pergi berkencan, Jeff memang tidak sering melakukan hal itu saat mereka berjalan berdua di tempat umum yang ramai. “Sayang,” panggil Helen. “Iya,” jawab Jeff. “Terima kasih karena menganggapku begitu istimewa. Aku tidak seluar biasa itu, tetapi jika kamu memang menganggapku seperti itu maka aku akan menganggap itu sebagai sebuah pujian.” Kata Helen. Jeff menghentikan langkahnya dan memandang Helen sambil tersenyum. Ia lalu mengecup kepala Helen. “Kamu memang seperti itu di mataku kok!” Ujar Jeff sambil mencubit hidung Helen dengan gemas. “Sayang, aku punya sebuah pertanyaan.” Kata Helen. “Aku mau tahu apa itu.” Balas Jeff. “Kita memang jarang pergi berkencan, tapi itu bukan berarti kita tidak pernah pergi berkencan, bukan? Aku ingin tahu kenapa kamu jarang memelukku saat kita berkencan, kamu juga tidak menciumku, seakan-akan aku ini tidak menarik.” Tanya Helen dengan polosnya. “Jadi kamu ingin dipeluk dan dicium?” Jeff balik bertanya sambil tersenyum. Helen menganggukan kepala dengan ekspresi wajah sedih. “Aku juga ingin memeluk dan menciummu, tapi aku ragu untuk melakukannya. Aku takut kamu tidak menginginkannya. Selain itu perbedaan usia kita yang cukup jauh dan kamu yang belum bisa dikatakan berusia dewasa membuatku menahan diriku agar jangan dulu mengajakmu bermesraan.” Perkataan Kevin tentang hal yang satu ini ternyata benar. Jeff tidak ingin mendapat masalah karena usia Helen yang belum masuk kategori dewasa. “Sayang, aku harus membuat pengakuan.” Helen lalu menarik tangan Jeff agar ikut duduk bersamanya di bawah sebuah pohon perindang yang ada di pesisir pantai. “Pengakuan macam apa?” Tanya Jeff dengan penasaran. “Aku sudah pernah melakukannya pada hubunganku yang terdahulu. Itu adalah sebuah pelecehan yang aku sembunyikan dari semua orang pada awalnya, kemudian berubah menjadi sebuah kebrutalan sampai kami harus berurusan dengan polisi.” Kenang Helen. Jeff tampak sedikit terkejut. Namun ia memilih untuk menarik Helen masuk ke dalam pelukannya dan memeluk Helen untuk sesaat. “Aku tidak peduli kamu masih gadis atau pun sudah tidak. Aku tidak akan melakukan hal yang sama dengannya. Aku akan melakukan itu dengan istimewa sebagaimana mestinya. Tetapi aku akan tetap menunggu sampai kamu berusia dua puluh satu tahun terlebih dahulu.” Kata Jeff kemudian melepaskan pelukannya. Jeff spontan mencium bibir Helen dengan lembut. Itu membuat jantung Helen berdebar kencang. Itu adalah ciuman mereka yang pertama setelah lebih dari setengah tahun berpacaran. Helen begitu terhanyut dalam ciuman itu. Ia bahkan tidak sadar jika ia telah pindah dan duduk di atas pangkuan Jeff. Ia melingkarkan tangannya ke leher Jeff sambil terus membalas ciuman yang Jeff berikan. Sementara Jeff menjaga kedua tangannya agar tetap berada di samping tubuhnya dan tidak menyentuh Helen. “Len, aku rasa kita harus berhenti.” Ujar Jeff ketika menghentikan ciumannya. “Kita akan kebablasan jika begini caranya.” Katanya lagi sambil memperhatikan posisi duduk Helen sekarang. “Maafkan aku…” kata Helen kemudian kembali duduk di samping Jeff. “Ingat ya, aku bukan tidak menginginkanmu. Aku hanya menunggu waktu yang tepat!” Mereka kemudian kembali berjalan menyusuri pantai sambil berpegangan tangan. Sementara Helen masih sepenuhnya terhanyut dalam perasaan indah yang Jeff berikan kepadanya tadi. Ketika hari beranjak petang mereka memutuskan untuk duduk bersama di tikar dan melihat matahari terbenam. Sambil melihat matahari terbenam, Helen menyandarkan kepalanya di pundak Jeff. Perasaan Kevin menjadi tidak karuan. Ia terus menepis fakta bahwa ia telah jatuh cinta kepada Helen, namun rasa cemburu yang ia rasakan justru membuat pembuktian akan hal yang sebaliknya semakin kuat. Ia telah benar-benar jatuh cinta kepada Helen. Mereka kemudian pulang dari pantai tersebut. Helen pulang bersama Jeff sementara Kevin pulang bersama Dina. Sepanjang perjalanan pulang, Kevin mendiamkan Dina. Ia tidak senang dengan ide Dina yang mengundang Jeff untuk bergabung bersama mereka kali ini. Mood Kevin rusak selama sehari penuh dan dia masih harus mengantarkan Dina pulang. Sementara Helen dan Jeff di mobil yang lain benar-benar menikmati saat yang indah berdua. Mereka terus berpegangan tangan sambil mendengarkan lagu-lagu cinta yang romantis yang disetel oleh Jeff.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN