Tidak Sampai Hati

1545 Kata
Setelah menjalani pemeriksaan di laboratorium rumah sakit, Dina dan ibunya kembali ke ruang perawatan milik Dina. Ibu segera menyiapkan sarapan untuk Dina yang masih berpuasa seperti anjuran dokter. “Na, kamu sudah bisa makan sekarang ya, kan pemeriksaan darahnya sudah selesai.” Kata Gladys. “Iya Ma.” Makanan untuk Dina sepertinya diantarkan oleh petugas rumah sakit saat mereka sedang tidak berada di tempat sebab tadi ketika mereka meninggalkan ruang perawatan itu untuk menuju ke tempat pemeriksaan darah belum ada makanan di atas meja. “Makan dengan hati-hati ya, selang infusnya diperhatikan!” Pesan Gladys. Dina mulai memakan sarapannya dengan pelan. Ia menggunakan tangannya dengan sangat hati-hati karena selang infusnya terpasang di tangan kanan yang ia gunakan untuk makan. “Ma, sudah selesai.” Kata Dina beberapa saat kemudian. Gladys segera menyingkirkan nampan berisi piring kotor tadi dari hadapan Dina. “Ma,” panggil Dina. “Iya.” Sahut Gladys yang sedang menyeduh teh untuk diminum olehnya. “Dia sakit apa?” Tanya Dina. “Siapa?” Gladys balik bertanya. “Papa.” Sebut Dina dengan enggan. “Hmmm… Mama tidak tahu, Na.” Jawabnnya, bohong. “Kira-kira dia dirawat di ruang perawatan mana ya?” Tanya Dina lagi. “Memangnya kenapa? Kalau Dina tahu, memangnya Dina mau jenguk?” Gladys balik bertanya lagi. “Tentu tidak dong, Ma!” Bantah Dina. “Dalam keadaan sehat pun Dina tidak sudi melakukan itu, apalagi sekarang saat Dina sedang sakit!” “Ya sudah, sekarang naik ke ranjang dan isitirahat ya, biar mama bantu kamu naik ke ranjang ya.” Gladys memegangi tangan kanan Dina agar ia tidak sampai menarik selang infus yang terpasang di sana. Beberapa saat kemudian Dina merasa sakit lagi. Gladys segera memberi obat kepada Dina. Masih obat yang sama dengan obat yang Dina konsumsi semalam. Setelah minum obat, Dina memejamkan matanya dan tidak lama kemudian ia mulai tidur. Gladys membiarkan Dina beristirahat. Sementara itu ia menelepon atasannya di kantor untuk memberitahukan bahwa ia tidak bisa hadir di kantor dulu hari ini dan juga besok. Ia masih belum tahu berapa lama Dina akan dirawat di rumah sakit tetapi untuk sementara Gladys mengambil cuti dua hari dulu. Selesai menelepon, Gladys mendapati Dina sudah benar-benar tertidur. Ia pun menyelinap keluar lagi dan menuju ke lantai tiga, tempat bangsal perawatan Herman berada. Ketika Gladys tiba di sana, ia melihat Herman sedang sarapan di atas ranjang. Ia berjalan mendekati Herman, kali ini dia memang datang untuk menemui Herman bukan untuk melihat dengan sembunyi-sembunyi seperti yang ia lakukan sebelumnya. “Bagaimana keadaanmu?” Tanya Gladys. Herman sedikit terkejut melihat Gladys yang telah berdiri dihadapannya, tepatnya di ujung ranjang. “Ehm… Kamu datang mengunjungiku?” Tanya Herman, tak percaya. “Seperti yang kamu lihat, jantungku kumat lagi. Aku jatuh pingsan entah di mana dan orang-orang melarikanku ke rumah sakit ini.” “Aku sedang di UGD semalam untuk berbincang dengan dokter tentang keadaan Dina dan tidak sengaja melihat mereka menurunkanmu dari ambulance dalam keadaan tidak sadarkan diri.” “Jadi begitu ya?” Balas Herman. Gladys mengambil sebuah kursi plastik yang biasa disediakan untuk pengunjung. Ia meletakkan kursi itu di samping ranjang Herman dan ia pun duduk di sana. “Herman, berhentilah minum minuman keras!” Kata Gladys dengan tegas. Herman terdiam mendengar perkataan Gladys itu. Ia tidak menyangka bahwa wanita itu masih memperhatikannya dan bahkan tahu kalau kebiasaan minum minuman beralkoholnya itu masih berlanjut. “Lalu bagaimana keadaan Dina, dia sakit apa?” Tanya Herman mengalihkan pembicaraan. “Sejauh ini yang kami tahu hanyalah dia sakit perut, jika hasil pemeriksaan laboratorium sudah keluar barulah kita akan mengetahui jenis dan penyebab pastinya.” Terang Gladys. “Dia pasti tidak senang bertemu denganku tadi ya?” Tanya Herman. “Kamu tahu sendirilah…” jawab Gladys, datar. “Terima kasih sudah datang mengunjungiku. Aku tidak menyangka kamu orang pertama yang datang menjengukku.” Gladys hanya mengangguk. Herman tidak tahu kalau ini bahkan sudah kedatangan Gladys yang kedua kalinya. “Kamu mengurus Dina sendiri?” Tanya Herman lagi. “Iya, mau siapa lagi, Oscar kan harus pergi bekerja juga.” Jawab Gladys. Herman mengangguk. “Itu pasti sangat berat.” Katanya kemudian. “Aku sudah terbiasa.” Balas Gladys, singkat. Herman menurunkan tangannya dari atas meja dan hendak memegang tangan Gladys, namun sebelum itu ia menatap Gladys dulu dan meminta izin, “Bolehkah?” Tanyanya. Gladys mengangguk. Mendapat izin dari Gladys, Herman pun segera memegang tangan wanita itu. Ia menggenggamnya dengan erat membuat Gladys salah tingkah. “Jika kamu harus menemani Dina, maka tidak apa-apa kalau kamu sudah mau pergi.” ujar Herman. “Dina sedang tertidur ketika aku ke sini.” “Begitu ya?” Herman pun tersenyum mengetahui Gladys tidak ingin buru-buru meninggalkannya. Mereka mengobrol santai untuk beberapa saat namun Herman masih belum melepaskan genggaman tangannya dari tangan Gladys. “Dina mungkin sudah bangun sekarang, ayo kembali dan temui dia. Dia pasti akan marah jika mengetahui kamu meninggalkan dia karena mau menengokku di sini.” Gladys mengangguk. “Ya sudah, aku kembali ke bawah dulu ya. Jika ada waktu, aku akan datang mengunjungimu lagi.” Gladys mengelus punggung tangan Herman yang masih menggenggam tangannya. “Aku pergi ya…” pamit Gladys sambil menarik tangannya keluar dari genggaman tangan Herman. Secara tidak terduga Herman menahan tangan Gladys dan mencium tangan wanita itu dengan lembut. Ky Gladys menatap Herman dengan kebingungan. Ia menjaga wibawanya di depan Herman namun sesungguhnya ia sangat gugup saat itu. Jantungnya berdetak tidak karuan. Setelah itu Gladys berjalan keluar dari bangsal perawatan Herman dan kembali ke ruang perawatan Dina. Sesampainya di sana, ia mendapati Dina masih tertidur pulas. Gladys tidak mengerti maksud tindakan Herman yang mencium tangannya tadi. “Apa maksud perbuatannya itu?” Tanya Gladys dalam hati. “Apa ia sengaja ingin menarik perhatianku agar aku mau kembali bersamanya?” “Hal ini sangat menganggu perasaanku.” Ungkap Gladys dalam hatinya. “Gladys kendalikan dirimu, jangan sampai terbawa perasaan. Pertahankan akal sehatmu, itu saja sudah cukup!” Sementara Gladys bergumul dengan batinnya sendiri, Dina ternyata sudah bangun dan tengah memandangi ibunya itu. Ia melihat ibunya duduk termenung sambil sesekali menggaruk kepalanya seperti orang kebingungan. “Ma, apa yang sedang mama pikirkan?” Tanya Dina. Suara Dina membuat Gladys terperanjat. “Duh Na, mama sampai kaget!” “Mama sedang mikirin apa sih?” “Mama tidak sedang memikirkan apa-apa kok, Na. Mama hanya merasa sedikit mengantuk karena semalam tidak bisa tidur dengan nyenyak. Mama tidak terbiasa tidur bukan di kamar mama sendiri.” Hari beranjak sore ketika seorang dokter memasuki kamar Dina untuk membacakan hasil pemeriksaan laboratorium yang dijalani Dina pagi tadi. “Ini hasil pemeriksaan darah dan USG perutnya sudah selesai ya bu. Dari hasil pemeriksaan tadi diketahui bahwa anak ibu mengalami typhoid fever atau yang biasa kita sebut sehari-hari dengan nama tifus. Kemungkinan bersumber dari jajanan yang tidak steril. Namun penyakit ini tidak sulit untuk ditangani. Saya pikir adik ini cukup untuk dirawat di sini sampai hari ketiga saja, setelah itu bisa pulang ke rumah untuk melanjutkan perawatan di rumah.” Dokter itu menyerahkan sebuah map besar bergambar logo rumah sakit dan berisi dokumen-dokumen hasil pemeriksaan laboratorium Dina. “Jadi lusa sudah bisa pulang ya dok?” Tanya Dina. “Iya.” Jawab dokter sambil tersenyum. Dokter lalu menyerahkan sebuah kertas resep kepada Gladys. “Resep ini silakan ditebus dulu di apotek ya Bu.” Gladys menerima resep tersebut. “Nanti apoteker di sana yang akan menjelaskan aturan pakainya ya Bu. Saya permisi dulu.” Dokter itu pun berpamitan dan hendak meninggalkan ruang perawatan Dina. “Terima kasih ya dokter!” Kata Gladys dan Dina bersamaan. Dokter tersenyum dan mengangguk dari ambang pintu. “Syukurlah kalau dua hari lagi sudah bisa pulang.” Kata Gladys begitu dokter pergi. “Iya Ma. Dina sangat bosan di tempat ini!” Keluh Dina. “Mama mau pergi menebus resep kamu dulu di apotek ya, kamu bisa kan mama tinggal sendiri di kamar?” “Iya Ma, Dina baik-baik saja kok.” Jawabnya. Gladys pun pergi ke apotek untuk menebus resep Dina. Antrian di apotek itu mengular cukup panjang membuat Gladys harus menunggu hampir satu jam lamanya untuk bisa mendapatkan obat Dina. Setelah mendapatkan obat itu, Gladys segera kembali ke kamar Dina lagi. Begitu Gladys memasuki kamar, ia mendapati ada Helen dan Kevin di sana. “Selamat malam, tante.” Sapa Helen dan Kevin bersamaan. “Oh halo, kalian sudah lama di sini?” Tanya Gladys sambil tersenyum. “Lumayan sih tante, sekitar tiga puluh menitan.” Jawab Helen. “Begitu ya, tante baru kembali dari apotek. Antrian di sana benar-benar panjang.” Gladys menjelaskan. “Kalian ngobrol dulu ya. Tante mau menelepon Oscar dulu di luar.” Kata Gladys kemudian keluar lagi dari ruangan itu. Gladys menelepon Oscar untuk memberitahu hasil pemeriksaan laboratorium Dina dan memberi pesan kepada Oscar untuk membawakan beberapa pakaiannya lagi. Oscar mengatakan ia akan datang sekitar pukul tujuh dan membawakan ibunya pakaian dan makan malam. Gladys pun kembali masuk ke dalam ruang perawatan Dina dan mengobrol bersama Helen dan Kevin. Helen dan Kevin cukup lama berada di situ. Mereka baru meninggalkan rumah sakit ketika Oscar tiba di sana. Kehadiran Helen dan Kevin cukup menghibur Dina yang terus mengeluh bosan berada di rumah sakit. Mereka bercanda dan membuat tawa Dina meledak beberapa kali. Gladys pun ikut senang melihat Dina menikmati waktunya bersama dengan kedua temannya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN