2. Complicated Life

841 Kata
EVELYN hampir saja telat bekerja jika saja ia tak datang 3 menit lebih awal. Napas gadis itu tengah tersengal-sengal karena berlarian dari depan halte sampai ke dalam kantor. Jarak dari apartment barunya ke kantor ternyata lebih jauh dibanding jarak kontrakan lamanya ke kantor. Tapi, meskipun begitu, Evelyn tetap senang karena ia sudah pindah dari kontrakan itu. Ia merapikan blazzernya yang terlihat lusuh serta rambutnya yang berantakan sejenak di toilet yang berada di lantai dasar. Lalu, setelah melakukan re-touch, ia kembali menjadi Evelyn yang seperti biasanya. Evelyn bekerja di perusahaan K. Sebuah perusahaan besar yang bergerak dalam bidang properti. Jabatan Evelyn sendiri sebenarnya tidak terlalu tinggi, atau bahkan rendah. Ia bekerja di bagian administrasi, dan ia senang akan hal itu karena setidaknya gajinya cukup untuk biaya hidupnya sehari-hari. Evelyn meletakan tasnya disamping meja kerjanya lalu menghidupkan komputernya sesaat setelah ia sampai. Rutinitas yang sama telah di mulai lagi. "Pagi Ev," sapa Bimo--rekan kerja Evelyn yang duduk bersebrangan dengannya. Bimo adalah laki-laki sopan. Tampangnya yang setengah bule setengah jawa itu membuatnya mudah di kenal dan mudah di ingat. Bimo juga cukup populer karena wajahnya yang tampan dan sifatnya yang ramah.  "Pagi Bim, gimana kabar perekapan data yang di kasih bu Susan kemarin?" tanya Evelyn. "Itu sudah gue serahin ke bu Susan kok, udah beres," ucap Bimo sambil tersenyum menunjukan gigi-gigi putihnya.  Evelyn menyengir, "Makasih ya Bim, padahal bu Susan nyuruh gue, tapi elo yang kerjain." ucap Evelyn tak enak. Bimo menggelengkan kepalanya, "Ga usah sungkan gitu Ev, kita kan teman. Btw, Rani nyari lo tadi, tapi sekarang dia gak tau ada dimana." Evelyn mengedarkan pandangannya ke meja Rani. Dan benar, wanita itu tidak ada dimejanya. Kemana dia? "Ev," panggil Bimo lagi membuat Evelyn mengalihkan pandangannya. "Kenapa?" tanya Evelyn. Bimo mengusap lehernya dan tersenyum kikuk, "Mau makan siang bareng gak nanti?" tanya Bimo canggung. Evelyn tersenyum kecil dan mengangguk, "Iya boleh." Bimo tersenyum senang lalu kembali ke tempat duduknya, meninggalkan Evelyn yang sekarang sudah sibuk berkutat dengan pekerjaannya.   *****   Hari-hari yang membosankan sudah dimulai lagi. Setiap hari, Louis merasa sama sekali tak hidup. Rasanya ia hanya mengulang kegiatan yang sama setiap harinya. Bekerja-club-pulang, begitu seterusnya. Well, ia hanya suka berada di clubnya, menatapi satu persatu manusia yang berlalu lalang di bawah kakinya. Ponselnya berbunyi lagi, membuat Louis menghela napas muak melihat nama Hilary di layar benda pipih itu. Semalam, gadis itu kembali melakukan hal bodoh lagi. Jika sebelumnya ia hanya menggoda Louis dengan pakaian super tipis yang sudah cukup membuat Louis ilfeel, semalam gadis hampir tak mengenakan apapun. Ralat, ia memang tidak menggenakan apapun. Louis sama sekali tak bereaksi terhadap atraksi Hilary itu. Ia hanya berpura-pura lelah dan tertidur, meninggalkan Hilary yang kehilangan kata-kata karena penolakan Louis untuk kesekian kalinya. "Apa?" kata Louis yang akhirnya menjawab panggilan Hilary. "Honey, hari ini mau makan siang bareng gak?" tanya Hilary. Louis mendengus, wanita bodoh, jelas-jelas ia tahu bahwa Louis akan menolak, "Tidak, aku sibuk," balas Louis dingin. "Ah, ayolah aku ingin makan denganmu." Louis menggeram kesal melihat sifat pantang menyerah Hilary yang baginya sangat menjengkelkan, "Aku sibuk Hilary, apa kau tuli?" ucap Louis kesal. Namun tampaknya Hilary sama sekali tak terganggu pada perlakuan kasar Louis. Gadis itu malah tertawa singkat, membuat Louis semakin naik pitam karenanya, "Aku tak perduli. Yang pasti aku akan ke kantor mu pukul 12. See you Honey," ucap Hilary sebelum menutup teleponnya secara sepihak. Louis mengendurkan dasinya sambil menggertakkan gigi. Batinnya lelah jika harus terus-terusan berurursan dengan gadis seperti Hilary. Tidak mudah, sungguh. Mungkin Louis bisa gila kalau ia harus hidup dengan Hilary untuk seumur hidup. Louis memakan permen mintnya yang selalu ada di saku jasnya, lalu menghela napas berat.  Baiklah, sehari saja ia akan mengikuti Hilary.   *****   Evelyn saat ini tengah berada di mobil Bimo, berdua bersama lelaki itu. Uhm, mobil Bimo sebenarnya tampak bagus dan berkelas untuk karyawan biasa seperti mereka. "Lo mau makan apa?" tanya Bimo yang fokus mengendarai mobilnya. Evelyn diam dan mengetuk-ngetukan jarinya tanda bahwa ia sedang berpikir. Namun setelah berpikir lama, ia juga tak tahu dimana tempat makan yang enak, karena selama ini ia hanya makan masakan mamanya demi menghemat uang. Terkadang juga Evelyn membawa bekal. Namun, mamanya sedang sakit saat ini dan ia tak tega untuk merepotkan wanita yang sudah melahirkannya itu. "Ev?" panggil Bimo yang membuatt Evelyn terkesiap. Gadis itu mengerjap beberapa kali, lalu menoleh ke arah Bimo, "Hmm, gue ga tahu dimana tempat makan yang enak, gimana kalau lo aja yang pilih?" usul Evelyn yang langsung di setujui oleh Bimo. Mereka berkendara cukup cepat, lalu akhirnya mereka berdua sampai di sebuah restoran yang cukup terkenal.  "Kita makan disini?" ucap Evelyn binggung. Dipandanginya restaurant yang tampak begitu mewah, layaknya restaurant yang berada di hotel bintang lima. "Iya, kenapa?" tanya Bimo binggung dengan perubahan raut wajah Evelyn. Evelyn menatap Bimo sebentar lalu bertanya "Restaurant ini kan mahal?" tanya Evelyn ragu. Bimo tersenyum kecil, "Tenang aja, gue yang traktir." Evelyn melongo menatap Bimo lama, "Hah? kenapa lo yang traktir?" Bimo tersenyum lebar, "Karena hari ini gue ulang tahun," ujar Bimo sambil tersenyum, lalu ia masuk ke dalam restaurant tanpa mengubris Evelyn yang terlihat sangat shock.   *****                  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN