Dia adalah seorang pemuda yang berusia 20 tahun. Kegiatan sehari-harinya adalah kuliah, nongkrong, bikin baper cewek dan… malas-malasan di rumah. Namanya Alzelvin Arthama, anak bungsu dari 3 bersaudara. Memiliki dua orang kakak perempuan. Paling takut pada sang papa yang tegas dan paling lemah jika sudah melihat sang mama menangis. Yah, karena dia bakalan ikut-ikutan menangis juga.
Di luar rumah, Alzel di kenal sebagai playboy tengil yang pacarnya bergonta-ganti setiap minggu. Dia tidak akan bertahan lama dengan satu orang wanita saja dalam seminggu, karena setiap harinya ada saja wanita yang datang mendekat. Cantik, body bak super model, feminim dan sexy adalah tipikal wanita favoritenya.
“nah.. nah.. nah.. mahasiswa baru, noh! Doi junior kita, angkatan satu tahun di bawah kita.” suatu ketika Arman salah satu sahabat Alzel menunjukkan seorang mahasiswi baru ketika mereka tengah berada di kantin kampus.
“namanya Zahra, cantik terus lugu. Type-type cewek naïf gitu. Coba deh lo deketin siapa tau tertarik.” Lanjut Arman pada Alzel.
“gak tega gue kalo mainin cewek baik-baik.” Jawab Alzel sambil memperhatikan mahasiswa bernama Zahra yang tengah menyantap makan siangnya seorang diri. Tampak anggun dan tertata. Meski di kenal playboy, nyatanya Alzel masih punya hati nurani dengan tidak menyakiti wanta baik-baik. Taulah, selama ini 'kan ceweknya Alzel rata-rata yang bisa di ajak hangout ke club, bukannya nemenin mejeng di perpus.
“type cewek kaya Zahra ini gue pikir cocok banget buat lo, Zel. Siapa tau lo tobat jadi playboy kalo udah sama dia.” Ujar Arman berpendapat.
“iya kalo si Alzel suka, kalo kagak? Yang ada tuh cewek disakitin mulu sama si Alzel.” Rio mendebat pendapat Arman. "Kan kasian." lanjut Rio.
“si Alzel bakal tobat kalo nemu cewek yang bisa bikin dia jatuh cinta, bukannya malah ceweknya yang klepek-klepek sama dia.” Timpal Doni.
Sedangkan Alzel hanya mengedikkan bahunya tak tertarik dengan obrolan teman-temannya. Persoalan cinta? Entahlah, dia tidak pernah serius memikirkan hal itu. Karena memang dia belum pernah merasakan perasaan menggebu-gebu terhadap seorang wanita layaknya laki-laki yang jatuh cinta.
“hai, baby!” dan tak lama kemudian datanglah Jessica, sang ratu kecantikan di kampus mereka. duduk dan langsung bergelayut manja pada Alzel.
“hai.” Balas Alzel sambil memberikan senyuman manis yang mampu membuat cewek mana pun meleleh kala mendapatkannya. Ah, tidak. Melihatnya dari kejauhan saja cewek-cewek sudah mimisan melihat senyum Alzel.
“sayang, pulang kampus gimana kalo kita ngemall? Kita nonton, beli baju, sepatu, pokoknya aku pengen jalan bareng hari ini sama kamu. Mau kan?”
“hmmm.. ngemall ya?” tanya Alzel yang diangguki dengan semangat oleh Jessica.
“kalo ngemall kayanya gak bisa, aku ada urusan dengan dosen.” Lanjut Alzel.
“oh gitu ya..” Jessica memberenggut kecewa mendengar jawaban Alzel.
“tapi aku punya rencana lain sama kamu..” dan seketika itu raut Jessica berubah semringah. Membayangkan sesuatu hal yang baik yang akan di lakukan Alzel padanya.
“gimana kalo kita… putus aja?” dan senyum semringah itu seketika hilang.
Setega itu dan semudah itu seorang Alzel mengakhiri hubunganya dengan seorang wanita. Baginya hal seperti itu tidaklah sulit, sama halnya seperti saat memulai hubungan yang selalu di mulai oleh para wanita-wanita yang kini telah menjadi mantan pacarnya.
Dan bagi para wanita yang mengenal Alzel, menjadi pacar Alzel meski hanya dalam waktu seminggu saja sudah menjadi suatu hal yang membanggakan untuk mereka. yah, setidaknya mereka bisa pamer di social media jika mereka memiliki mantan setampan Alzel.
Beda di luar, beda lagi di dalam. Siapapun yang mengenal Alzel di luar rumah pasti tidak akan pernah menyangka jika Alzel adalah sosok lelaki yang super manja, manis dan penurut. Meski kadang ngeyel, namun Alzel tidak pernah berani membuat kedua orangtuanya sedih dan kecewa. Ia selalu berusaha menunjukkan diri sebagai kebanggaan keluarga Arthama. Apalagi sang mama, Alzel paling anti membuat sang mama sedih apalagi sampai meneteskan airmata. Baginya, air mata sang mama bagaikan racun yang mematikan. Sedangkan senyuman sang mama bagaikan vitamin yang menyehatkan.
“Alzel… bangun sayang! Nanti kamu telat ke kampusnya!!” seruan lembut ibunya adalah alarm pagi Alzel. Yang selalu sukses membuat Alzel enggan meninggalkan tempat tidurnya. Apalagi jika sang mama mulai mengelus lembut puncak kepalanya lalu mencium keningnya, rasanya Alzel ingin kembali ke alam mimpi. Terlalu nyaman dengan segala bentuk kasih sayang sang mama yang begitu lembut. Maka tak heran sang mama menjelma menjadi ratu paling berharga di rumah mereka. terutama bagi sang papa, matanya tak lagi mengenali kecantikan selain kecantikan sang mama dan kedua putrinya.
“ma…” gumam Alzel memanggil sang mama yang bernama Anna dengan nada manja yang hanya dapat di dengar oleh anggota keluarganya saja. Tak lama sang mama menghampiri setelah memastikan gorden kamar putranya terbuka dan cahaya matahari masuk dengan sempurna.
“ayo bangun, jangan sampe papa nunggu. Kamu tau sendiri papa kamu paling tidak suka ada anaknya yang melewatkan sarapan bersama.” Ujar sang mama.
“hmmm..” gumam Alzel masih sangat mengantuk sambil menempatkan kepalanya di atas pangkuan sang mama dan memeluk pinggang mamanya.
“jangan tidur lagi dong, sayang. Ayo cepetan bangun, nanti papa marah, loh.” Bujukan seperti membujuk anak kecil sudah biasa Alzel dengar dari sang mama ataupun kedua kakaknya. Alzel tidak pernah merasa risi dengan hal itu, justru dia senang-senang saja. selalu di anggap seperti anak kecil oleh 3 dewi di rumahnya itu sangat menyenangkan, sangat jelas 3 wanita di rumahnya itu sangat memanjakannya.
Dalam kebiasaannya, keluarga Alzel selalu memprioritaskan sarapan bersama. Karena hanya ketika pagi mereka bisa berkumpul kumplit di rumah. Jika sampai ada satu orang saja yang melewatkan sarapan bersama padahal ada di rumah, maka bersiap mendapatkan sanksi dari sang ayah. Dan kebijakkan itu hanya berlaku untuk ketiga putra-putri Arthama. Sangat bijak sekali bukan sang papa?
“bagaimana kamu sudah menentukan mau magang dimana, Zel?” tanya Daniel pada Alzel ketika semua anggota telah lengkap dan menyantap sarapan pagi mereka.
“udah pah, dosen aku udah rekomendasiin. Besok Senin aku mulai magangnya.”jawab Alzel lancar.
“jauh gak sayang tempatnya? Gak sampai kamu harus nginep di luar rumah kan?” tanya Anna. Ia khawatir jika anaknya harus tinggal jauh dari rumah, mengingat bertapa manjanya Alzel saat di rumah. Anna khawatir Alzel tidak bisa merawat dirinya sendiri jika tidak tinggal di luar rumah.
“deket kok, mah. Jadi Alzel gak harus nyari tempat tinggal selama magang.”
“baguslah kalau begitu..” Alzel senyuman manisnya yang tampak selalu menggemaskan di mata Anna.
“di firma mana kamu di daftarin?” tanya Daniel lagi.
“Shine Decoration.”
“oh, aku punya kenalan disana. Desainer yang dulu ngedesain kantor aku juga dari sana, pah.” Ainaya si kakak pertama tiba-tiba nimbrung dalam obrolan.
“namanya, Jemima. Dia salah satu desainer terbaik di sana.” Lanjut Ainaya.
“hari ini mama juga mau ketemu desainer dari sana, namanya juga Jemima.” Kini giliran sang mama.
“ngapain mama ketemu desainer?” tanya Alana, kakak kedua Alzel.
“buat desain Aiman Café sayang.”
“jadi kamu akhirnya memilih desainer dari Shine?” tanya Daniel pada istrinya.
“iya sayang, aku dapat rekomendasi dari temen aku. Sebelumnya di rekomendasiinnya mas BIma, tapi ternyata mas BIma masih ada project di luar kota. Jadi projectnya di alihin ke Jemima ini. Dan hari ini aku mau ketemu sama dia.” Jelas Anna.
“Jemima juga bagus banget mah, tuh buktinya kantor aku. Nyaman banget buat kerja.” Kata Ainaya.
“iya sih kamu bener, mama juga suka banget sama desain kantor kamu. Mudah-mudahan cocok deh sama selera mama hasil desainnya nanti.”
“mama tenang aja, dia orangnya sabar banget kok mah. Ngertiin banget keinginan kliennya.”
“mama jadi gak sabar ketemu desainernya hari ini.”
Alzel hanya mengedikkan bahunya tidak terlalu perduli dengan obrolan keluarganya tentang Jemima. Toh dia sendiri juga tidak tau siapa dan bagaimana bentuk si Jemima itu. yang pasti yang bisa Alzel tangkap, Jemima adalah seniornya di kantor nanti saat ia mulai magang.
.
Alzel baru saja tiba di area kampus dengan mengendari motor vespa metallic greynya. Kedatangannya jelas tak pernah luput dari perhatian, khususnya wanita. Padahal Alzel berusaha tampil se-low profil mungkin, salah satunya dengan hanya mengendarai vespa saat ke kampus. Tapi namanya juga lelaki tampan, mau dia turun dari angkot atau mengendarai sepeda ontel sekalipun ke kampus tetaplah menjadi santapan hangat mata para wanita. Karena keindahan bukan hanya dari mana dia datang, atau kendaraan seperti apa yang ia kendarai. Tapi dari diri seseorang itu sendiri. Seperti Alzel, meski dia tampil hanya mengenakan kaos hitam polos dan jeans saja, para wanita tetap menempel dan rela mengantri jadi kekasihnya. Apalagi jika ia mengendarai Bugatti Veyron yang menjadi hadiah ulang tahunnya dua hari lalu dari sang papa. Mungkin para kaum hawa sudah menggelepar begitu melihatnya keluar dari mobil seharga 47 milar rupiah itu. Ah, lelaki yang satu ini memang terlalu tampan. Keberadaannya sangat sulit untuk di abaikan.
“oy, mas bro!” Alzel menoleh setelah selesai memarkirkan motornya di area parkir. Ada Arman dan Doni yang melambai-lambaikan tangannya dari koridor gedung utama. Mereka berdua menantikan Alzel menghampiri, tapi yang terjadi Alzel malah mengambil arah yang berlawan.
“oy, mas bro mau kemana?” teriak Arman. Sahabatnya yang satu itu memang bisa di bilang memiliki gen tarzan, karena hobinya itu yang suka teriak-teriak dan berisik.
“ke ruang dosen! Bentar doang.” balas Alzel sambil lalu. Dia memang ada perlu dengan dosennya untuk membahas tentang magangnya nanti.
“nanti nyusul ke kantin, ya!” masih kelakuan si Arman, dan kali ini Alzel hanya mengacungkan jempolnya sebagai jawaban.
Tiba di ruang dosen, Alzel langsung menghampiri dosennya yang bernama Albiansyah. Dosen muda yang lumayan beken di fakultasnya. Namun tetap saja tidak bisa menyaingi popularitas Alzel yang sudah mewabah keseluruh pelosok kampus bahkan sampai kampus-kampus tetangga.
“pagi pak.” sapa Alzel setibanya ia di hadapan meja Albi.
“oh, Alzel. Kamu mau mengambil surat magang kamu?” Alzel mengangguk membenarkan, karena memang hanya itu tujuannya datang kesana.
“ini,” Albi mengulurkan sebuah amplop surat kepada Alzel. “saya harap kamu tidak membuat malu saya karena sudah merekomendasikan kamu kesana.”
“bapak tenang saja, saya cukup tau diri kok.”
“baguslah.. semoga lancar.”
“terimakasih pak, kalau begitu saya permisi.”
“ya silahkan.”
Sekeluarnya dari ruang dosen, Alzel bergegas menuju kantin. Dari kejauhan dia sudah melihat ketiga sahabatnya tengah berbincang-bincang di temani segelas kopi di hadapannya masing-masing. Dan tak ketinggalan sepiring gorengan di tengah-tengah meja. Tapi saat Alzel hendak menghampiri meja teman-temannya, seseorang lebih dulu menepuk pundaknya dari belakang. Sontak Alzel menoleh dan ia mendapati cewek kemarin yang di tunjukkan Arman padanya tengah berdiri sambil tersenyum manis. Ah, dia lupa siapa nama cewek itu.
“ini punya kakak?” tanya cewek itu sambil mengulurkan sebuah slayer berwarna biru tua kepadanya.
Alzel mengernyit, ia tidak merasa mengenali slayer itu. “bukan.” Jawab Alzel singkat.
“o-oh, bukan ya. Maaf.” Cewek itu tampak kikuk setelah mendengar jawaban Alzel. “mungkin miliki orang lain. kalau gitu aku permisi kak, aku akan mencari pemiliknya.” Lanjut cewek itu tanpa lupa memberikan senyum manisnya sebelum pergi.
“ya.. ya.. semoga ketemu.” Alzel menggeleng-geleng tak habis pikir, ada saja trik cewek-cewek itu untuk menarik perhatiannya. Dan trik seperti ini bukan yang pertama kalinya.
“ngapain Zahra nyamperin lo?” Arman langsung bertanya begitu Alzel tiba di meja mereka.
“cewek tadi?” Alzel mendudukkan dirinya di samping Doni.
“iyaa.. dia mahasiswa baru yang kemarin gue tunjukkin.”
“ooh.. tau. Cuma nanya slayer biru itu milik gue atau bukan? Gitu doang.”
“slayer? Sejak kapan seorang Alzel mengoleksi slayer.” Komentar Doni yang dibenarkan Alzel.
“modus. Naïf dan lugu dari mananya anjirr, cewek banyak trik begitu biasanya licik.” Timpal Rio.
“ya elah lu pada suudzon mulu mikirnya. Siapa tau dia beneran berniat baik, jangan gitulah..” ucap Arman tak terima dengan penilaian teman-temannya tentang Zahra.
“lo suka ya sama dia, Man?” tanya Doni tiba-tiba.
“sama siapa?”
“si anak baru. Dari kemarin lo nyeritain dia mulu, udah gitu muji-muji doi terus sampe bosen nih kuping gue dengernya.”
Arman mendengus, “ya enggaklah, kalo suka ngapain gue tawarin dia ke Austin.” Ucapnya yang tiba-tiba saja menjadi sebal mendengar penuturan Doni.
“ya udah sih, gak perlu sewot kalo gak suka.” Goda Doni sambil terkehkeh geli dengan tanggapan Arman yang dinilai berlebihan.
“enggaklah..”
Alzel hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat perdebatan unfaedah antara kedua sahabatnya itu.
“lo abis ngapain di ruang dosen, Zel?” tanya Rio pada Alzel, ia memilih mengambil topic lain untuk obrolan mereka.
“ngambil surat pengantar magang. Senin besok gue mulai magang di Shine.” jawabnya
“oh iya ya.. minggu depan kita semua udah mulai magang. Bakalan jarang ngumpul kita.” Ucap Doni.
“tapi lo keren sih, Zel. Bisa dapet keterima di Shine. Firma itukan lagi naik daun sekarang.”
Alzel merasa setuju dengan pendapat Rio. Dia memang tergolong beruntung karena dari sekian banyak aplikasi magang yang dikirim ke Shine, hanya aplikasi Alzel yang lolos. Padahal Alzel bukan satu-satunya mahasiswa yang direkomendasikan dosennya ke firma tersebut.
“tapi denger-denger, penilaian disana lumayan ketat sama peserta magang. Terutama kalo lo di mentorin sama dua senior terbaik disana. Lo gak bakalan bisa main-main magang disana.” Lanjut Rio.
“kalo mentornya cewek mah, bukan apa-apa buat Alzel.” Ucap Arman. Alzel hanya meliriknya dengan malas. Arman memang seperti itu, selalu menganggapnya sebagai penakluk wanita yang tak tertandingi.
“cewek sama cowok sih, tapi galaknya minta ampun. Kakak sepupu gue udah ngalamin soalnya, dia di mentorin sama yang cewek. Sampe-sampe dia julukin si mentornya lampir tua. Cuman gue lupa namanya siapa, nanti gue tanyain sama sepupu gue biar lo hati-hati sama tuh si lampir tua.”
Alzel hanya diam mendengar penjelasan Rio tentang calon senior di tempat magangnya nanti. Dia malah jadi penasaran segalak dan seseram apa sih wanita itu sampai-sampai di juluki lampir tua oleh kakak sepupunya Rio.
.
Malam minggu. Gak afdol rasanya jika para muda-mudi seperti Alzel dan teman-temannya tidak menghabiskan waktu malam minggu mereka di luar rumah. Meski statusnya saat ini jomblo, hal itu sama sekali tidak berpengaruh pada mood Alzel yang menjadi nyamuk di antara ketiga sahabatnya yang kali ini membawa pasangan masing-masing. Entah dapat darimana, Alzel juga tidak tau. Karena setaunya yang official dating Cuma satu orang, yaitu Doni. Sedangkan Rio dan Arman entah mungut cewek darimana mereka berdua.
Malam minggu kali ini mereka memutuskan nongkrong di Sun café. Cafenya para muda-mudi yang biasanya menghabiskan waktu malam minggu mereka. maka tak heran, malam ini Sun café dipenuhi pengunjung dari kalangan remaja sampai anak kuliahan. Cuma untuk sekedar meetup dengan teman, ngedate, atau nongkrong gak jelas seperti yang di lakukan Alzel dan teman-temannya.
“oh ya, Zel. Gue baru inget, nama si lampir tua itu, Jemima.” Ujar Rio tiba-tiba membahas kembali tentang calon senior Alzel di tempat magangnya nanti.
“Jemima?” Alzel merasa pernah mendengar nama itu, namun ia lupa dimana ia pernah mendengarnya.
“yoi. Pokoknya lo hati-hati aja sama dia, gak perduli lo seganteng apa kalo kinerja lo jelek lo bakalan tetep dapet nilai jelek.”
“tapi cewek segalak apapun pastilah luluh kalo sama cowok ganteng, ya gak?” ucap Arman meminta dukungan.
“enggak.. enggak.. gak gitu aturan mainnya.” Sela Rio. “seganteng apapun elo, kalo lo nya lebih muda dari dia gak akan ngefek. Doi gak suka berondong, bro. bang Rian pernah nyoba godain dia, kasih dia perhatian dan segala macam. Yang ada apa, bang Rian malah dikasih tugas seabrek dan di suruh gak ngeuhubungin dia kalo bukan masalah kantor.” Jelas Rio.
“dan menurut senior-seniornya yang lain disana, tuh lampir meski dia cantik, super duper cantik. Tapi galak dan juteknya minta ampun. Terutama sama cowok ganjen, dia anti banget sama cowok sok kegantengan yang berusaha godain dia.” Lanjut Rio.
Alzel menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Mendengar semua cerita Rio tentang calon seniornya itu membuat Alzel tidak sabar menunggu hari Senin. Dia jadi makin penasaran pada sosok Jemima ini.
“eh, bukannya itu cewek yang waktu itu di parkiran club?” perkataan Doni menarik perhatian Alzel. Cowok itu mengikuti arah pandang Doni yang memperhatikan seorang cewek yang sedang santai menikmati minumannya di salah satu spot duduk di café itu. cewek itu tampak fresh dengan tampil mengenakan kaos longgar berwarna kuning cerah yang di padukan dengan rok mini berbahan jeans dan sepatu sneakers. Tak lupa rambut panjangnya juga ia cepol, sehingga penampilannya tampak begitu manis dan imut.
Alzel menyeringai. Dan tanpa babibu dia langsung beranjak dan meluncur mendekati Jemima yang tenga duduk sendirian.
“hai cewek sendirian aja!” goda Alzel yang langsung duduk di samping Jemima tanpa permisi terlebih dahulu.
Jemima mengernyit. Ia memperhatikan Austin dari atas sampai bawah. Lalu kemudian kembali ke bagian wajahnya. Mencoba mengenali wajah asing yang terasa tak asing yang sedari tadi terus-terusan mengumbar senyum padanya. Dan saat pandangannya jatuh pada bibir Alzel, barulah dia ingat.
BYURR!
Tanpa di duga tiba-tiba saja Jemima menyiramkan minuman di tangannya ke arah Alzel. Jelas Alzel terkejut. Ia melotot meminta perjelasan pada Jemima yang kini berdiri di hadapannya.
“itu balasan buat b******n gak punya sopan santun kaya lo.” Ucap Jemima tersenyum puas. Setelah mengibas-ngibaskan kedua tangannya pada Alzel, Jemima pergi dengan perasaan puas. Ia berhasil mempermalukan Alzel yang telah membuatnya uring-uringan selama dua hari. Balasan yang cukup setimpal menurutnya.
Alzel dibuat speechless dengan apa yang baru saja terjadi kepadanya. Dia tertawa kecil mengingat kembali senyuman puas Jemima setelah menyiramnya. Beruntung dia mengenakan kaos hitam, sehingga minuman itu tidak meninggalkan noda. Meski tetap saja terasa lengket.
“bwhahaha… apaan tuh? Seorang Alzel? Really?” Arman adalah orang yang tertawa paling puas saat Alzel kembali ke meja mereka.
“disiram, Zel? Waaahh.. tuh cewek masih dendam kayanya sama lo.” Kehkeh Doni. Ia, Rio dan Arman sempat menganga melihat Jemima yang tiba-tiba saja menyiram Alzel dengan minumannya. Dan di detik selanjutnya mereka terbahak dengan puasnya. Pemandangan seperti itu sungguh sangat langka terjadi. Karena biasanya yang mereka lihat adalah adegan cewek-cewek memohon dan memelas minta balikan pada Alzel.
“emang Alzel abis ngapain dia, sampai di siram kaya gitu?” tanya Wulan, pacarnya Doni.
“malam Jumat kemarin si Alzel kalah taruhan, nah hukumannya. Siapapun cewek yang mereka lihat memasuki parkiran harus Alzel cium.” Jelas Doni.
“dan beruntungnya, yang keluar itu dia. Cantik plus imut gitu bentukannya. Ya dengan senang hatilah si Alzel lakuin hukumannya.” Si Arman dengan semangat melanjutkan cerita Doni.
“lalu plak!! Satu gamparan di pipi Alzel dapetin. Sampe-sampe mau di laporin ke polisi.”
Alzel memutar kedua bola matanya melihat ketiga sahabatnya tertawa diatas penderitaannya. Sahabat macam apa?
“untung aja kita garcep ngajak security kerja sama, kalo kagak abis deh lo di kantor polisi, Zel.” Ya, tapi dia masih harus berterima kasih untuk itu.
“ya.. ya… yaa.. kalian bertiga memang sahabat gue yang paaaaaling the best lah pokoknya.” Ucap Austin tampak kesal. Sedangkan ketiga sahabatnya tertawa bahagia.
“udah ah, gue cabut. Gak enak pake baju lengket begini.” Lanjut Alzel sambil beranjak dan mengambil hoodie hitamnya.
“ya elah masih sore juga.” Ucap Arman.
“gue mau mandi kembang, biar si lampir tua kesemsem sama gue pas magang nanti.” Balas Alzel ngasal.
“yaelah, kepikiran juga lo sama si lampir.” Kehkeh Rio.
“bukannya kepikiran, gue Cuma penasaran. Gue juga jadi tertantang buat naklukin dia.” Alzel congak.
“wiiihh.. hati-hati lo kewalat sama yang tua.” Ucap Rio.
Alzel tidak menyahut lagi, ia melambaikan tangannya pada ketiga sahabatnya dan pergi meninggalkan café. Dia ingin segera pulang dan mandi lalu tidur. Biarlah malam ini berlalu dengan cepat agar ia cepat bertemu hari Senin. Sungguh ia dibuat sangat penasaran dengan si lampir itu. Dan malam ini, Alzel tidak akan melupakannya begitu saja. cewek itu, jika bertemu lagi. Ada banyak rencana yang akan Alzel lakukan padanya.
Oooo
See you next..