Bertemu Part 4

1004 Kata
Sita termenung sebelum menjawab WA tersebut. Apakah dia harus bertemu lagi dengannya. Orang yang seharusnya dia hindari. Tapi, semuanya harus selesai, pikir Sita. "Oke, aku keluar kantor jam 16.00. Kutunggu di kafe depan kantorku." Akhirnya Sita menjawab. Zidan pun terdiam. Berpikir bagaimana cara memulai percakapan dengan Sita. Apa yang harus dia bahas terlebih dahulu? Dia pun bingung dengan perasaannya. Di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, akan selalu ada nama Sita di sana. Tapi kekecewaan yang mendalam padanya, membuatnya membuang nama itu jauh-jauh. Nama Sita sudah tersegel di hatinya dan tidak akan lagi bisa dia buka. Dia sudah menutup hatinya untuk Sita. Cukup, pikir Zidan. Waktu menunjukkan pukul 16.00. Zidan sudah duduk manis di kafe depan kantor Sita. Dia datang 10 menit sebelum waktu yang telah disepakati. Dia menyesap latte-nya sambil merenung. Apakah dia sudah melakukan hal yang benar? Tak lama menunggu, Sita pun datang. "Pa kabar Ta, maaf kemarin ga sempet ngobrol dan nanyain kabar kamu," Zidan memulai percakapan. "Aku baik, alhamdulillah, seperti yang kamu lihat." Zidan memperhatikan Sita. Dia fokus pada mata Sita yang agak sedikit bengkak. Mungkinkah semalam Sita menangis, pikir Zidan. "Kamu mau pesan latte atau mau langsung pesen makan Ta?" "Latte aza, aku tadi makan siang agak telat, jadi sekarang masih kenyang," jawab Sita. "Oke," balas Zidan, sambil memanggil pelayan. Keduanya terdiam. Larut dalam pikiran masing-masing. Akhirnya Sita memberanikan diri untuk memulai percakapan. "Kamu mengajakku bertemu, adakah yang mau kamu sampaikan?" tanya Sita langsung pada intinya. "Ada beberapa hal yang harus kita luruskan sepertinya. Aku dan kamu pernah menjadi kita. Dan 'kita' sudah berakhir saat kamu memutuskan untuk menjauhiku dan memblokirku. Di saat itu juga, namamu sudah kuhapus di dalam hatiku," jawab Zidan. Sita terkejut saat mendengar langsung Zidan mengatakan hal itu padanya. Tapi dia harus tetap tenang. Agar semuanya selesai. Cukup sudah 10 tahun dia menyimpan rasa itu sendirian. Cukup sampai di sini, pikir Sita. "Aku rasa kita berdua sudah cukup dewasa untuk menyikapi permasalahan yang akarnya dimulai dari sepuluh tahun yang lalu. Aku harap kamu paham apa yang kubicarakan." "Aku mengerti Zi." "Tidak adakah yang mau kamu sampaikan kepadaku, Ta?" "Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, semuanya sudah jelas kan Zi. Mulai sekarang, kita berjalan ke tujuan kita masing-masing. Dan jangan sekali-kali menoleh ke belakang." Zidan berusaha mencerna kata-kata Sita dengan baik. Takutnya ada lagi kesalahpahaman di antara mereka. Tak lama, latte pesanan Sita datang. Sita menyesapnya sedikit demi sedikit sambil matanya memandangi gedung kantornya. Dia tak kuasa memandang Zidan. Lelaki yang masih saja dia cintai walaupun lelaki itu sudah jelas-jelas menyatakan batasan di antara mereka. Setelah latte-nya habis, Sita pun berniat untuk langsung pergi dari tempat itu. Air mata berusaha dia tahan agar tidak tumpah di hadapan Zidan. "Aku pulang duluan ya Zi, sampai berjumpa di lain waktu." "Hati-hati di jalan, jangan ngebut Ta," Zidan malah memberikan perhatian kecil saat Sita akan melangkah pergi. Sakit, ya, itulah perasaan Sita sekarang. Kakinya serasa tidak berpijak pada tanah. Berusaha mati-matian menahan tangisnya. Dia pun melarikan motornya dari kafe itu. Dia melajukan motornya sedikit lambat, dan tak terasa sudah sampai di taman dekat rumahnya. Sita mematikan mesin motornya dan berjalan menuju taman. Dia duduk di bangku dan mulai meneteskan air mata lagi. Menahan air mata, tidaklah mudah bagi Sita. Akhirnya, air mata meluncur deras saat itu. Tiba-tiba, sebuah tangan menyodorkan tisu kepadanya. Sita menoleh. "Menangislah lagi Ta, aku akan selalu menemanimu, sampai kamu ceria kembali," ujar Dafa. "Thanks, I really need it. Thanks for everything, Daf." "Sama-sama. Jangan takut, aku akan menemani kamu sampai kamu tenang. Aku khawatir Ta. Saat Zidan bilang akan menemuimu, aku benar-benar takut kamu akan melakukan hal-hal yang aneh," kekeh Dafa sambil tersenyum. "Ga akanlah sampai bunuh diri kali. Aku juga masih waras." Dafa hanya tersenyum. Saat itu dia melihat ada penjual permen kapas. Dia pun menghampiri penjual tersebut dan membeli 2 permen kapas. Lalu dia menghampiri Sita. "Di sini ga ada penjual es krim, makan ini aza ya, biar kamu semangat lagi." Dafa menyerahkan permen kapas tersebut. Sita tersenyum dan mengambilnya. Mereka berdua makan dengan tenang sambil memperhatikan sekeliling. Sore begini, taman lumayan ramai dengan orang yang berolahraga ataupun hanya berjalan-jalan. Setelah habis, Dafa mengajak Sita pulang. Dafa menyimpan mobilnya di rumah Sita, lalu berjalan kaki ke taman ini dan menunggu Sita. Tebakannya benar, Sita pasti akan menangis di sini. "Yuk kita nyari kedai es krim, mobilku kusimpan di rumahmu, kita jalan-jalan pake motor ya," ajak Dafa. "Kita mau ke mana Daf? Aku belum izin sama ayah dan bunda." "Aku tadi sudah minta izin, nih aku juga bawa helm dari rumahmu." Dafa menjawab sambil tersenyum. Sita pun takjub dengan jawaban Dafa, Dafa seperti sudah merencanakan akan menghiburnya hari ini. Semua sudah dipersiapkan dengan matang. "Semenjak datang ke Indo, aku belum pernah jalan-jalan. Nih pake jaketnya, tadi bunda nitip jaket kamu ke aku. Ayo kita jalan-jalan, mumpung aku masih di sini. Hapus air matamu, ga enak dilihat orang." "Udah dihapus dari tadi juga, tapi tetep turun lagi, spontan." "Nanti cantiknya hilang kalo masih kaya gitu," Dafa menambahkan. Sita pun hanya tersenyum. Lalu mulai memakai jaketnya. Mereka menuju motor Sita, lalu berangkat. Ternyata, di dekat situ ada pasar malam. Ada beraneka ragam permainan khas pasar malam. Dafa ingin menaiki bianglala bersama Sita. Mereka menghabiskan dulu waktu dengan berjalan-jalan sampai azan magrib berkumandang. Mereka pun memasuki masjid yang ada di sekitar situ dan menunaikan kewajibannya. Setelah selesai, mereka melanjutkan lagi jalan-jalan. "Kita naik bianglala mini itu yuk, dah lama ga naik, terakhir naik di pasar malam waktu SD kayanya," ajak Dafa. Sita pun mengangguk dan mengiyakan ajakan Dafa. Keduanya mulai naik permainan tersebut. Tak lupa keduanya berfoto saat berada di dalam bianglala. Rafa pun menyimpan foto tersebut di status WA-nya. Dengan caption, "Menemani tuan puteri yang sedang bersedih sepertinya, semoga kembali ceria, princess." Tak membutuhkan waktu lama, temen-temen mereka pun mulai membalas status Dafa. Fara, Mira, dan Gege pun heboh di grup. Mereka menanyakan ada apa dengan Sita. Tentu saja Dafa tidak menanggapinya. Dia hanya menjawab dengan emot senyum. Sehingga teman-temannya pun merasa penasaran, terkecuali Zidan. Dia sudah tahu mengapa Sita bersedih. Itu pasti gara-gara dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN