ITU PILIHAN KAMU, MAS.

1329 Kata
“Kamu di mana?” “Di jalan, Pak.” “Kamu baru berangkat jam segini?” “Saya niatnya nggak berangkat, Pak. Ada urusan keluarga.” “Nggak berangkat katamu?! Berangkat sekarang, saya mau kerja!” Pria itu membentak dan Anggun mendengar dengan jelas bentakan itu. Dia jadi sedikit takut. Anggun berdehem karena tak mau salah bicara. “Lho, bukannya Bapak ada di Malang, ya?” “Saya sudah pulang.” “Tapi bukannya masih tiga hari lagi-” Belum juga selesai, perkataan Anggun sudah dipotong dengan sangat tajam. Ugh. “Saya pulang lebih cepat, jadi bisa kamu berangkat sekarang? Saya harus kerja, Anggun.” Anggun merasa bersalah, tapi dia juga punya urusan yang lebih penting. “Maaf, Pak, tapi saya nggak bisa berangkat hari ini. Ini bener-bener serius, Pak.” Anggun mencoba membujuk supaya bosnya ini bisa memaklumi dirinya. “Saya kirim jadwal Bapak, tapi tunggu sebentar karena saya masih nyetir. Mohon pengertiannya, Pak.” “Dan kamu nyuruh saya nganggur dulu? Anggun, saya nggak menerima apapun alasan kamu, sekarang cepet ke kantor!” Teriak pria itu karena sebal. Tapi sayangnya ucapan itu tak sampai ke telinga Anggun karena ponsel perempuan itu jatuh ke pangkuannya. Mobil Anggun hampir saja menabrak mobil orang lain. “Pak... Pak! Maaf ya, saya harus tutup dulu. Saya hampir nabrak mobil orang. Selamat siang, Pak.” Tanpa menunggu jawaban bosnya, Anggun langsung menutup panggilan. Dia kembali berfokus pada jalanan yang cukup ramai ini. Anggun melongokkan kepalanya mencoba mencari mobil yang diikutinya tadi. Ah itu! Anggun langsung tancap gas dan menyusul mobil itu. Mobil Doni berhenti di salah satu rumah, lalu ada seorang perempuan keluar dan menghampirinya. Mata Anggun membulat menyaksikan interaksi kecil antara suaminya dan perempuan itu yang membuat d**a Anggun serasa diremas-remas. Siapa perempuan itu, Mas? Batin Anggun. Katakanlah Anggun gila karena menguntit suaminya sendiri. Tapi Anggun benar-benar perlu melakukannya setelah dua bukti yang dia temukan seolah membenarkan dugaan Tesla. Ibunya dulu selalu berkata jangan terlalu curigaan pada suaminya, tapi Anggun tidak akan melihat hal seperti ini kalau dia tidak memiliki kecurigaan pada suaminya. Dan kepercayaan Anggun pada Doni semakin menurun drastis setelah apa yang dilihatnya. Anggun menggenggam setir mobil dengan kuat. Suami Anggun dan perempuan itu masuk lagi ke dalam mobil. Mobil mereka melaju lagi dan Anggun mengikutinya. Mobil itu baru berhenti di salah satu cafe. Cafe itu di desain dengan dinding dari kaca sehingga orang luar bisa melihat orang-orang yang berada di dalam, begitupun sebaliknya. Dan karena itu juga Anggun mencoba mencari posisi yang pas untuk mengintai tanpa harus keluar mobil. Doni begitu mesra dengan perempuan itu. Bahkan kalau diukur, kemesraannya hampir sama seperti kemesraan antara dirinya dengan suaminya. Kepala Anggun berdenyut nyeri. Anggun memutuskan untuk menelpon suaminya untuk memastikan. “Halo sayang, kenapa?” Sayang? Anggun terkekeh tanpa suara. Bisa-bisanya pria itu memanggilnya ‘sayang’ di depan perempuan yang juga dia sayangi?  “Kamu di mana, Mas?” suara Anggun berubah dingin. “Emangnya kenapa?” “Sibuk nggak?” “Engghh... ya gitu deh. Bentar lagi aku meeting. Kenapa sih?” Anggun meremas setir mobil sebagai bentuk pelampiasan hatinya yang terasa diremas-remas. Meeting? Sejak kapan kamu bisa berbohong seperti ini, Mas? Anggun memerhatikan ke dalam cafe. Bahkan saat menerima teleponnya, suaminya itu masih tetap duduk di samping perempuan itu. Dan perempuan itu dengan kurang ajarnya malah melingkarkan lengannya ke lengan suaminya lalu menyender manja. “Aku sakit...” Anggun ingin menangis saat mengatakannya. “Beneran? Kamu di mana?” Air mata Anggun semakin mendesak keluar saat mendengar nada khawatir terdengar dari suara suaminya. Bahkan saat selingkuhpun kenapa suaminya masih begitu peduli padanya? Sebenarnya ada apa ini? “Anggun, kamu masih di sana?” “Iya...” Anggun terisak. “Kok kamu nangis? Sakit banget ya?” Iya Mas, sakit banget. “Ya gitu, tapi nggak apa-apa kok.” “Kamu di kantor, kan? Kamu punya temen akrab gak? Minta anterin ke rumah sakit, nanti Mas susul. Kalo sekarang Mas bener-bener nggak bisa.” Anggun salah. Suaminya sudah tidak peduli lagi. Perempuan yang sekarang sedang bergelayut manja di lengannya itu yang lebih penting. “Iya, nanti aku minta anterin temen aku.” “Maafin Mas, ya. Kamu nggak marah, kan?” Anggun menatap suaminya yang sekarang sedang membalas pelukan perempuan itu. “Iya nggak apa-apa kok. Itu pilihan kamu.” *** “Kalo kamu sakit, mestinya kamu nggak usah masak. Beli aja di luar, aku maklum kok.” Doni meletakkan tangannya di atas tangan Anggun. Anggun terkesiap dan langsung menarik tangannya. Menyadari sikap Anggun yang sangat aneh, Doni mengernyitkan keningnya. Anggun tidak pernah menolak sentuhan-sentuhan kecil darinya. “Tanganmu dingin, Nggun.” “Aku nggak apa-apa kok, Mas.” Dan jawabannya semakin membuat Doni resah. Pasti ada apa-apa, pikirnya. “Kamu beneran nggak apa-apa, Nggun? Atau ada sesuatu yang mau kamu ceritain.” “Aku nggak apa-apa, Mas.” Kali ini Anggun menjawab dengan sedikit emosi. Dia jengkel ditanyai hal-hal nggak berguna seperti ini di saat suaminya berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Anggun tidak tahu sejak kapan dan dari siapa Doni belajar, tapi kemampuan aktingnya benar-benar luar biasa. “Kamu kok aneh sih? Kamu marah ya karena aku nggak bisa jemput kamu tadi?” Anggun mendongak. Tanpa diingatkan pun Anggun sudah ingat tentang kejadian siang tadi. Dan suaminya ini malah memperburuknya. “Nggak kok. Lagian aku juga udah bilang kan kalo itu pilihan kamu.” “Itu bukan pilihan aku. Kalo aku bisa, aku pasti milih jemput kamu. Aku nggak mungkin lebih mentingin pekerjaan dibandingkan istriku yang lagi sakit.” “Kamu bisa, tapi kamu yang nggak mau.” Sela Anggun dengan cepat dan tajam. Doni mengernyit. “Apa?” “Lupakan.” Anggun melengos, lalu berbalik hendak pergi. Tapi Doni menahannya dengan tatapan emosi. “Apa yang harus dilupakan? Ngomong yang jelas. Ada apa Anggun?” Doni sadar ada keanehan di sini. Seumur mereka menikah tidak pernah sekalipun Anggun melengos padanya. “Anggun, Mas ngomong sama kamu!” “Aku tahu semuanya, Mas!” Anggun berteriak. Hilang sudah kesabarannya. Dia juga sudah tidak tahan untuk berpura-pura baik-baik saja sementara dia tahu segalanya. Matanya sudah berkaca-kaca. Doni terlihat kaget, tapi dia bisa mengendalikan mimik wajahnya dengan cepat. “Maksudmu apa?” “Maksudku jelas. Kamu selingkuh, Mas!!” “Aku gak selingkuh.” Doni membela diri. Anggun menggeleng. “Aku ngeliat dengan mata kepalaku sendiri dan kamu masih mau mengelak, Mas?” “Aku gak selingkuh!” “Terus siapa perempuan yang kamu jemput siang ini? Siapa perempuan yang menyender manja di cafe siang tadi? SIAPA DIA, MAS?!!” “Kamu ngikutin aku? Kamu udah nggak percaya sama aku?” Doni tampak sakit hati tapi Anggun tampak tak peduli. Dia lebih sakit hati. “Karena kamu pantas dicurigai,” Anggun menjeda. “Aku nemu struk pembelian tas, di baju kamu juga bau parfum perempuan. Siang ini kamu jemput perempuan, kalian juga ciuman. Pas di cafe kalian juga mesra banget, bahkan aku yang sakit dan minta jemput pun udah nggak penting lagi. Kamu pantas dicurigai karena semua itu.” “...” “Selama ini kamu nggak pernah bisa bohong sama aku, tapi tadi siang kamu bisa bohong dengan percaya dirinya. Sejak kapan, Mas? Sejak kapan kamu bisa bohongin aku dengan mudahnya kayak gitu? Sejak kapan?!” “...” “Kamu ingat apa yang kamu katakan di hari pertama kita menikah?” “...” “Kamu sendiri yang bilang sama aku jangan pernah ada kebohongan. Jangan pernah ada yang disembunyiin di antara kita. Aku nggak pernah berbohong ataupun menyembunyikan sesuatu, tapi kamu... kamu mengingkarinya, Mas. Kamu menyembunyikan sesuatu dari aku. Kamu berbohong sama aku, Mas!” Anggun terengah sementara suaminya tampak tercengang. “Sekarang aku tuntut kejujuranmu,” Anggun menarik nafas pelan. “Kamu selingkuh, Mas?” Anggun bertanya lagi dengan suara pelan namun menuntut. “Anggun aku-” “Kamu selingkuh, Mas?!” ulang Anggun dengan marah. “IYA, AKU SELINGKUH!” Anggun menatap suaminya dengan tatapan kosong. Air matanya menetes. “Kamu b******k, Mas.” Dan detik itu juga pernikahan Anggun benar-benar sudah hancur. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN