Chapter 3- Pertemuan Tak Terduga

1369 Kata
Dikta Pagi ini, aku terpaksa menemani ibu pergi ke rumah sakit. Aku benci rumah sakit. Aku benci dengan hal yang berbau dokter! Kenapa di dunia ini harus ada dokter? Apa si hebatnya dokter? Memang dia tuhan apa? aku benci dokter. “Dikta,” panggil ibuku saat aku melemparkan tatapan sinis dengan dokter yang lewat di hadapanku. “Apa?” “Udah dong, Dik. Kamu sampai kapan begini terus?” Aku mematung. Selama hidupku... aku tetap benci yang namanya dokter! Mereka bilang mereka akan membantu semua. tapi di dokter sialan itu? oh tidak, lebih tepatnya si profesor sialan itu? mungkin tidak. Dia sendiri mencampakanku dan ibu hampir dua puluh lima tahun. aku rasa dia tak cocok menggunakan jas putih itu. dan satu hal lagi, dia tak pantas aku panggil ayah nampaknya. Tapi... sialnya wanita yang aku cintai, harus terjebak di dunia sialan ini. Nadia, kenapa kamu harus menjadi seorang dokter si? Andai kamu tahu saat delapan tahun lalu kamu mengatakan kamu ingin masuk di falkutas kedokteran rasanya aku ingin berteriak dan mencegahnya. Tapi, apa daya aku bukan orang tuanya dan bukan siapa-siapa untuknya. Lalu, sekarang... aku harus menerima kenyataan, dokter sialan yang bernama Revan itu merebut wanita yang aku cintai dari sisiku. Ya memang aku salah, lima tahun lalu aku meninggalkanya tiba-tiba dan lebih memilih untuk terbang ke Prancis mengambil beasiswa dari kampusku dari pada aku harus menetap di Indonesia dan bersama dia. andai waktu bisa ku ulangi lagi, mungkin aku tak akan pernah mau terbang ke Prancis dan meninggalkan Nadia sendirian di hari naas itu. pasti dia masih bersamaku saat ini. “Aku sekalinya benci ya benci, Bu!” sahutku dingin. “Mau sampai kapan, kamu benci Ayah kamu?” tanya ibu ragu. “Aku akan tetap benci dengan si jas putih,” kataku jijik. “Dikta...” Tiba-tiba seorang suster menghampiriku dan mengatakan sekarang giliran ibuku untuk masuk menemui dokter. Aku bangkit dari tempat duduku dengan ogah-ogahan. Rasanya aku ingin memohon dengan tuhan supaya para barisan orang-orang jas putih itu musnah dari dunia ini? ##### Revan Aku pergi ke rumah sakit dengan menggunakan taksi. Selama perjalanan perasaan kesal marah kecewa benar-benar menyelimutiku. Entah apa yang ada di pikian Raina, kenapa dia benar-benar harus mucul di hadapanku di saat aku ingin mencoba mencari seseorang yang lebih baik darinya? Sesampainya aku di rumah sakit, Terlihat sebuah pesan masuk ke dalam ponselku Pesan itu dari Nadia. Dari: Kurcaci Jelek Kamu dimna? kok blm smpe jga di rumah sakit? Gimna mobilnya? Jari jemariku dengan cekatan langsung menyetuh layar ponselku untuk mengetik sebuah pesan. Untuk: Kurcaci Jelek Aku baru sampe di depan pintu masuk rumah sakit, kenapa? Gak apa-apa cuman lecet Dari: Kurcaci Jelek Nggak apa-apa si. Nanya  doing si. Bgus lah. Untuk: Kurcaci Jelek Kangen ya sma aku? Cieee kangen :P baru juga brpa jam nggak ktemu aku udah kangen aja Dari: Kurcaci Jelek IDIH PEDE BGT KM -_- AKU NGGAK AKN PRNH KANGEN SM KM DOKTER GILA! AKU LBH MLIH NGGAK KTM KAMU SLMA SEMINGGU DRPD AKU HRUS NGGAK NGELIAT SONG SEUNG-HYUN SLM SEHARIAN. Aku menahan tawaku dan kesalku secara bersamaan saat membaca pesan dari Nadia. Kenapa dia selalu gengsi denganku? Wanita itu memang aneh. Kenapa, dia selalu saja membawa-bawa Song Seung-hyun? Cih -_- menyebalkan! Bisakah sehari saja aku tak mendengar nama itu sehari saja?Apa si hebatnya Song Seung-hyun itu? “Cie, Dokter pagi-pagi udah senyum-senyum aja.” Ledek seseorang. Aku langsung salah tingkah. Sial, kenapa pagi ini aku harus bertemu dengan si dokter genit ini si? Kemana istriku? Kenapa aku di sambut dengan dia? astaga tuhan kenapa harus ada makhluk segenit dia si di dunia ini? “Ah, kamu!” erangku, “Bisa aja lah kamu, Vania.” “Saya seneng liat dokter pagi ini, dokter kalo lagi senyum terus dippels-nya keliatan itu makin ganteng.” puji Vania Coba Nadia yang bilang seperti ini aku mungkin akan senang luar biasa dan berloncat-loncat di udara bagikan anak berusia lima tahun yang mendapatkan mainan baru. Nadia, kamu kemana si? Kenapa kamu malah menghilang begini -_- “Aduh, kamu bisa aja deh!” erangku, “Udah, sana kamu urusin pasien.” “Dokter ngusir saya ni ceritanya?” tanya Vania. “Enggak si. Tapi, di rumah sakit kita harus menjaga dan menaati kode etik yang berlaku. Melayani pasien itu tugas seorang dokter yang utama, bukan? Masa iya kita jadi ngerumpi kaya gini?” “Oke lah.” Vania menghela nafas. Ia langsung meninggalkanku. Akhirnya gadis genit itu pergi juga dari hadapanku. Sampai kapan si dia terus mengangguku dan Nadia? Astaga... aku rasanya ingin memberi pengumuman di rumah sakit ini kalau Nadia itu bukan sepupuhku tapi istriku. Mungkin Vania akan menjauhiku dan Satya akan berhenti mendekati Nadia. “Hey, Dokter Revan!” seru seseorang dari ujung lorong rumah sakit. Aku menoleh, terlihat sosok Nadia berjalan kearahku. Seketika perasaan ingin memeluknya muncul di dalam diriku. “Hey, Ist-.” Nadia membekap mulutku tiba-tiba dengan kedua tanganya yang mungil itu. “Jangan pernah kamu mengacaukan permainan kita di sini, Dokter Gila.” “Hey... hey... lepaskan Nadia aku tak bisa bernafas.” Racauku takaruan Ia melepaskan bekapnya. “Sekali lagi, kamu manggil kaya gitu. nggak akan dapet jatah kamu malam ini.” “Nah kan ngacemnya!” dumalku. “Biarin!” Nadia menjulurkan lidahnya, “Udah ah, aku mau kerja lagi. Bye, dokter gila.” Sekejap kemudian Nadia pergi meninggalkanku. Suara detingan dari high heels yang ia gunakan memenuhi lorong ini. Aku hanya melongo memandangi tubuh mungilnya berjalan menjauh dariku. Astaga kenapa Setiap aku melihat Nadia otakku benar-benar tak waras si? ##### Raina Aku memacu mobil mini Chooper milikku dengan kecepatan rendah sembari membelah jalanan di kota Jakarta pagi ini. Seperti biasa, jalanan di kota Jakarta selalu saja macet. Aku mendesah frutasi sembai meninju stir mobilku. Hari ini... benar-benar sial kenapa aku harus bertemu dengan Revan. Rasanya aku ingin menangis saja. dan satu hal yang sebuah kejutan dari Dio. Ternyata dia adalah sahabat Revan dari SMA. Ya tuhan bunuh aku sekarang juga! Aku menghentikan laju mobilku di depan sebuah kantor yang bergerak di bidang propreti cukup mewah di bilangan Kuningan. Ya, kantor proprerti ini berbasis internasional. setara dengaku lah. Aku ini lulusan S2  Jerman masa iya aku mau kerja di tempat yang tak bermutu? Aku bersyukur, karena aku berkerja di perusahaan milik papa Dio. Ternyata ada untungnya juga aku tersiksa dengan pernikahan ini. “Pagi, Bu Raina,” sapa seseorang saat aku mulai memasuki kantor. “Pagi, Fena,” sahutku. Wanita yang ku panggil Fena itu tersenyum denganku. “Tumben telat, Bu?” “Macet biasa.” Fena, seorang pengacara yang berkerja di perusahaanku, dia masih muda cantik dan baik. Dia baru berumur 26 tahun dan sudah menikah dengan seorang perawat yang berkerja di rumah sakit umum. Yang aku herankan dia itu seorang pengacara muda hanya lulusan dalam negeri kenapa dia bisa masuk kedalam perushaan papa Dio yang berbasis internasional ini.? Apa karena dia lulusan universitas yang sama dengan Nadia? Cih aku benci makhluk yang bernama Nadia itu. Dia memang adik sepupuku. Bukan, mungkin lebih tepatnya dia kakak sepupuku karena ibuku adalah adik dari papa-nya, om Stefan yang aneh itu. aku benci denganya karena dia berhasil memberi tamparan untukku dan merebut apa milikku.  Sejak kecil aku selalu bersaing denganya untuk menjadi yang terbaik. sayangnya, saat aku mencoba ujian universitas aku gagal mendapatkan universitas yang terbaik di negeri ini sedangkan Nadia, dia berhasil dan yang parahnya dia masuk di Kedokteran yang sulitnya minta ampun itu. Aku dan Narisa adikku, sangat tidak menyukai Nadia. Karena dialah, aku terus di sindir oleh ibuku yang ambisus sekali itu. yang parahnya juga berdampak dengan adikku. Saat dia dan Delima adik dari Nadia mencoba ujian di universitasnya saat itu,  adikku mengalami nasib yang sama denganku dan Delima gadis menjijikan itu kembali membuat tamparan lagi untuk kami berdua. Dia pun juga masuk di universitas yang sama dengan Nadia. Aku benci dengan kakak beradik itu. memangnya dia siapa? Aku sangat benci dengan Nadia terutama. Cih, menatang-mentang dia seorang dokter tingkahnya selangit. Yang aku dengar dia sudah menikah kan? Oh menyedihkan menikah di usia dua puluh satu tahun bahkan waktu aku berumur dua puluh satu tahun aku masih bisa bermain dan pergi ke clubbing dengan teman-temanku, dia? apa dia menikah karena MBA ya? Kalau iya Mungkin itu karma untuknya karena terus merebut apa milikku. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN