Chapter 6

1933 Kata
Srakkk… crashhhh!   Mata itu membulat, melotot seolah ingin keluar dari tempatnya. Tubuhnya mematung kaku dengan tangan yang bergetar hebat, namun kepalanya tak mampu untuk menunduk ataupun menengok kearah manapun seinchi saja. area depan tubuhnya terasa basah, bahkan terkesan seperti terbanjiri suatu cairan. Tanpa dapat dicegah, tubuh itu limbung begitu saja dengan tanpa terkontrol. Menghasilkan suara debuman ambruk ditengah kesunyian malam.   Pria itu masih dengan mata melototnya detik itu menghembuskan nafas terakhirnya. Memisahkan nyawa dengan jasad pria itu yang begitu mengenaskan, penuh dengan darah yang mengalir deras, sehingga nyaris terlihat bak kubangan yang digenangi air hujan. Sunyi kembali. Sosok yang telah mati dengan keadaan lehernya yang tertebas dalam itu tak lagi dapat bergerak ataupun bernafas, jasadnya ditinggalkan begitu saja oleh sosok misterius pembunuh itu.   Sementara itu, sosok lainnya yang seharusnya datang lebih cepat itu kini baru saja tiba tepat didepan jendela yang kini tengah terbuka tersebut. Suasana dibawah terlihat begitu temaram ketika diamatinya secara sekilas, hingga sebuah hembusan angin yang lalu membuatnya bergidik. Baru kali ini  pembunuh bayaran itu merasakan suasana semencekam ini selama masa kerjanya di dunia bunuh membunuh. Bahkan sebuah pergerakan dibalik bayangan gelap disisi kirinya seolah menambah rasa ngeri dan bergidiknya, dia sama sekali tak pernah percaya dengan hal berbau mistis, namun kali ini rasa tak percaya itu seolah disentil kecil didalam batinnya.   Mengabaikan hal tersebut, Gabriel hanya menggeleng – gelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan segala pikiran – pikiran buruknya mengenai hantu dan sekelasnya. Matanya kembali terarah menuju jendela dihadapannya, kemudian melangkah untuk melongokkan diri pada jendela tersebut dengan tangan berbalut sarung tangan tersebut yang terulur berpegangan disisi – sisi jendela.   Deggg   Matanya membulat dalam diam, terkesiap dengan apa yang didapatinya pertama kali ketika dirinya berhasil memasuki ruangan yang kemarin dimasukinya itu. Tangannya mengepal erat, namun sorot tajam matanya kian terlihat. Mayat dihadapannya yang teronggok lagi – lagi dengan tebasan dileher tersebut seolah mengejek dan mengolok – oloknya habis – habisan.   Tanpa membuang waktu lagi, sosok tersebut beranjak pergi begitu saja. Mengabaikan keberadaan mayat mengenaskan orang yang menyuruhnya kemarin tersebut. Kali ini ia harus benar – benar mencari siapa sosok pelaku dibalik kematian dua sosok ini. Ia tak dapat lagi membiarkannya lalu begitu saja.   “Sialan, akan kutemukan siapa sosokmu setelah ini!”     -     Sosok yang dicari – cari tersebut berdiri disana, dikegelapan, mengamati sosok lain dari jauh dengan seringai sederhananya, namun terlihat mengerikan, dingin bahkan pasti membuat lutut sosok yang melihatnya melemas ditempat. Sebuah gelak tawa kecil terdengar, lirih sekali. Bahkan nyaris tertutup oleh gemerisik dedaunan yang ditabrak oleh sang angin malam.   “Dasar manusia – manusia t***l, bahkan kalian tetap terlihat begitu konyol hingga akhir ajal menjemput.”   -   Kepulan asap dari cerutu yang dibakar itu seolah dapat menghanyutkan si penghisapnya. Masih terlalu pagi untuk menyesap batangan cerutu tersebut, namun rasa frustasi seolah memaksanya untuk segera menikmati batangan nikotin tersebut meskipun waktu menunjukkan bahwa masih berada dalam kawasan waktu pagi yang bahkan terlalu petang karena sang mentari yang belum kunjung muncul dari peradabannya.   Semalam suntuk sosok itu tak dapat tertidur, seluruh kilatan pemikiran berseliweran diotaknya. Lagipula hal biasa baginya untuk tak tidur semalam suntuk karena tuntutan profesi menyeramkan bagi orang lain namun terasa seperti surga baginya itu. Pembunuh bayaran yang begitu lihai dan profesional dibidangnya. Itulah profesi yang diemban oleh seorang Gabriel Johnson. Mungkin nama depannya benar – benar tak cocok dengan dirinya itu. Jika dilihat dari profesi yang ia emban saat ini, mungkin Azrael lebih cocok menjadi gelarnya kini. Sesosok malaikat yang menebas nyawa mangsanya tanpa pandang bulu, bukan untuk menjalankan tugas dari Tuhannya, namun dari tuannya, manusia – manusia serakah yang rela membayarnya untuk menghabisi manusia lain yang mengganggu kelancaran bisnis raksasa mereka. Tentu saja bayaran yang didapatkannya bukan main – main besarnya. Kekayaannya bahkan dapat menyetarai petinggi – petinggi perusahaan saat ini jika dijumlahkan, namun dirinya nampak tak tertarik dengan kehidupan mewah dikelilingi wanita – wanita berpakaian minim seperti yang para konglomerat busuk itu lakukan. Jalang dan barang – barang mewah bukanlah mainannya, namun darah lah yang menjadi kebahagiaan dimatanya. Melihat darah segar berada ditangannya selama bertahun – tahun  membuatnya menyadari kelainan yang dimilikinya diam – diam. Sadar bahwa tentu dirinya berbeda dengan orang – orang normal diluar sana yang tentu saja akan menjerit setengah mati ketika mendapati kubangan cairan merah itu, membuatnya nyaman melakoni pekerjaan ini. Bahkan mungkin iblis pun kalah keji dibandingkan dirinya didunia bunuh membunuh. Dirinya merupakan salah satu pembunuh paling lihai yang selalu menjadi incaran kalangan orang – orang kaya daripada pembunuh – pembunuh bayaran lainnya.   Namun baru kali ini ia dipermainkan oleh orang lain. orang yang belum pasti ia ketahui identitasnya. Membunuh mangsa sekaligus tuan yang membayarnya dalam dua malam sekaligus, seolah mengejek dan mempertanyakan tentang kelihaiannya lagi didunia bunuh – membunuh. Sialan memang, membuat hatinya dongkol sejak semalam. Sosok itu pasti bukanlah sosok pembunuh biasa yang dapat begitu mudah mengelabuhi dan mengejeknya seperti ini.   “Sial, siapa sebenarnya yang mempermainkan ku?!” geramnya seraya mengepulkan kembali asap cerutunya. Tak tahan lagi, tanpa menghabiskan sisa batang cerutunya, pria itu mematikan percikan api dari batang cerutu yang sebelumnya ia hisap, kemudian beralih pada kopi hitam pekat yang dibuatnya sendiri tanpa memperhatikan lebih lanjut bahwa kopi dalam cangkir tersebut masih mengepul panas. Perasaannya terlanjur kesal, jika hal ini diketahui orang lain, hal itu pasti mencoreng nama dan gelarnya dalam dunia pembunuhan.   “Aku pasti akan menemukanmu. Dimanapun itu, aku pasti akan mendapatkanmu dengan tanganku sendiri. Kau telah menantangku dan mempermainkanku bukan?” desisnya dengan seringai. Pria itu menghela nafasnya sembari menatap pemandangan pagi dari jendela kaca apartement nya. Suatu hal yang mungkin saja terasa baru baginya. Selama ini ia tak pernah melewati suasana pagi karena pekerjaannya yang menuntutnya lebih aktif di malam hari dan tertidur dipagi hari, jadi pemandangan langit yang gelap mungkin terasa lebih familiar baginya. Namun kini, hanya karena satu sosok semalam, kehidupan yang terasa normal untuk ia jalani selama ini berantakan begitu saja.   Drrtt… drtt..    Ponsel miliknya bergetar diatas meja, membuatnya mengalihkan fokusnya yang semula nampak menikmati pemandangan burung – burung yang berkicau dibalkon apartement nya kini pada ponselnya tersebut. Tanpa kata sapaan, pria itu mengangkat telfon tersebut dan hening menunggu suara dari rekannya yang menghubungi ponselnya tersebut.   “Hanya satu kemungkinan sosok yang berani mengusik dan menantangmu. Dan itu adalah sosok yang seringkali orang – orang sebut sebagai sosok penguasa kegelapan. Faktanya, ia membunuh orang yang pantas dibunuh tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dia membunuh korban – korbannya dengan keji, lebih keji dari yang kita lakukan. Tanpa menimbulkan satu tanda apapun. Tak ada satupun polisi yang dapat memastikan keberadaannya nyata atau tidak, tapi sosok ini benar – benar ada dari desas – desus yang kudengar.”   Hening. Gabriel mendengarkannya dengan seksama. Sosok yang mempermainkannya ini bukan orang biasa yang dapat ia remehkan nampaknya.   “Tak ada satu orangpun yang pernah melihat raut wajahnya, bahkan suaranya. Tapi dia benar – benar sosok yang berbahaya. Kusarankan, biarkan saja dia Gab. Dia terlalu bahaya jika kau berambisi melawannya.” Tutt* sambungan telepon itu terputus. Meninggalkan kesunyian kembali di apartement itu.   “Kau pikir aku bisa semudah itu membiarkannya begitu saja hah?”   -   Langit telah kembali gelap. Sang mentari telah kembali menuju peradabannya, digantikan sang bulan yang seharusnya terlihat terang pada malam ini. Namun keindahan bulan pada malam hari ini haruslah tertunda. Mendung menutupinya, disusul dengan desauan angin yang terdengar menabrak dedaunan cukup keras pada malam ini, menghantarkan rasa tak nyaman dari bulu kuduk yang berdiri bagi yang terkena terpaannya. Hening malam ini, hanya desauan angin yang ditemani kicau hewan nokturnal yang terdengar. Membuat orang – orang kian malas keluar dari kediamannya yang bagi mereka terasa nyaman dan begitu aman. Berbeda dengan apa yang Gabriel lakukan. Pria itu kini justru tengah dengan santai menenteng plastik belanja yang berisi kebutuhan sehari – harinya yang tak lepas dari mi instan-hal simpel yang dapat membuatnya kenyang selama ini. Dengan celana hitam panjang, hoodie hitam dan masker hitam yang dikenakannya saat itu yang memang menjadi kostum yang terasa wajib baginya untuk ia kenakan sehari – hari.         Melewati gang sempit yang gelap dan sunyi tak membuatnya ketakutan seperti yang biasa orang – orang normal rasakan, karena hal tersebut merupakan hal yang biasa ia lewati tentu saja. Dalam sunyi, ketika melewati sebuah gedung tua yang tak lagi berpenghuni, sekilas pria itu mendengar derap langkah dari dalam gedung tersebut, disusul dengan teriakan yang cukup mengilukan telinga dari atas gedung tua tersebut.   Gabriel mengernyitkan dahinya, rasa penasaran muncul sekilas dalam benaknya, namun langkahnya kembali ia teruskan. Berpikir bahwa itu bukan urusannya, dan mungkin itu merupakan pembunuh bayaran lainnya yang tengah menjalankan tugasnya. Namun baru dua langkah pria itu lalui, sesuatu terbang atau dapat dikatakan terjatuh dari atas gedung tua tersebut dan mendarat tepat didepan matanya.   Matanya membelalak sekejap mendapati bahwa yang terjatuh tepat didepannya itu merupakan mayat manusia. darah dengan sekejap mengucur membentuk kubangan karena sepenglihatan matanya, terdapat sayatan dalam dan lebar pada jasat mayat tersebut. Terbentang dari bawah d**a hingga bawah perut sehingga organ dalam tubuh tersebut terlihat mencuat dari dalam jasat mengenaskan itu.   Hal itu adalah hal yang terasa biasa bagi Gabriel melihat darah yang mengalir didepan matanya, namun sebenarnya pria itu lebih sering membunuh korbannya dengan lebih rapi sehingga dirinya tak akan kesusahan membereskannya tanpa meninggalkan sedikitpun jejak. Berbeda dengan yang ditemukannya didepannya ini. Manusia itu jelas dibunuh dengan cara yang begitu sadis hingga membuat seluruh organ tubuhnya keluar seperti ini.   Kepala Gabriel mendongak, mendapati sebuah bayangan hitam diatas sana yang menunduk kearahnya. Wajah sosok itu tak terlalu terlihat, namun dalam keremangan Gabriel menemukan sebuah seringaian dari sosok dikegelapan tersebut. Dan sebuah ingatan seolah membentur otaknya, merasa dejavu. ITU ADALAH SOSOK YANG DICARINYA! Batin Gabriel dengan matanya yang membelalak, tanpa membuang waktu lagi Gabriel berlari sembari melompati tembok pembatas gang tersebut untuk dapat menuju kearah gedung tua itu berada.   Matanya mengedar cepat, menyadari bahwa sosok yang semula berdiri menyeringai kearahnya dari kegelapan tadi kini tengah membalikkan badannya dan berjalan dengan santai kearah dalam gedung tua tersebut.   “Sial, aku tak boleh kehilangan jejaknya.” Gabriel mempercepat langkah kakinya, tubuh jangkungnya meraih sebuah tiang besi dekat balkon, kemudian dengan gesit memanjatnya untuk sampai tepat dilantai dua.   Matanya mengedar cepat dengan nafas yang sedikit terengah, gotcha! Dan sosok itu tepat berada 3 meter didepannya, berjalan dengan santai seolah tak merasa terancam sedikitpun akan kehadiran Gabriel yang terlihat seakan memburunya dari gelagatnya.   “Berhenti disana!” cegah Gabriel sebelum sosok itu kembali melangkahkan kakinya untuk menuruni tangga, membuat sosok dengan balutan busana yang juga serba hitam – hitam itu menghentikan langkahnya.   “Kau…” desis Gabriel, perasaan kesal semakin membuncah ketika pria itu lagi – lagi mendapati sosok didepannya itu kini menatapnya malas. Wajah sosok itu lagi – lagi tak terlihat, akibat masker hitam yang kini menutupi separuh wajahnya hingga kedagu, tapi Gabriel cukup terkejut mengetahui bahwa sosok yang menantangnya itu merupakan seorang wanita. Dalam hati pria itu mengapresiasi keberanian wanita dihadapannya ini yang dengan nekat menantangnya.   “Oh, kau wanita? Besar juga nyalimu hingga berani menantangku.” Kekeh Gabriel yang sama sekali tak ditanggapi sosok dihadapannya. Diruangan besar, gelap dan mencekam gedung tua ini, hanya suara Gabriel yang terdengar, sementara sosok lain tersebut sama sekali tak menghasilkan suara maupun pergerakan apapun.   “Baiklah, karena kurasa kau hanya seorang wanita dengan pekerjaan barumu sebagai pembunuh bayaran, maka aku akan berbaik hati padamu. Kuperingatkan kau, untuk berhenti mengusik pekerjaanku. Cari mangsamu sendiri dan jangan membunuh mangsaku, kau berambisi ingin merebut gelarku ya?” hening. Lagi – lagi hening. Gabriel mendecih kesal, apakah wanita dihadapannya ini tuli? Atau bisu? Hingga membuatnya tak merespon apapun yang ia bicarakan? Ini adalah rekor barunya mau berbicara dengan kata – kata sepanjang ini! Dan berani sekali wanita itu mengabaikannya begitu saja!   “Hei, aku berbicara dengan mu sialan-” sringg* crasss* brukk!   To be continued~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN