Chapter 3

971 Kata
Hingar bingar dunia malam baru dimulai beberapa saat lalu ketika jam dinding menunjukkan telah memasuki pukul 12 malam. Lampu club malam kelas atas itu berkelap – kelip, malam ini club malam itu khusus dibooking oleh para pejabat tinggi setempat untuk sekedar merayakan keberhasilan mereka menyelundupkan uang negara. Mungkin bagai sebuah selebrasi yang dilakukan para pemain bola ketika berhasil mencetak gol, merekapun juga ingin merayakan keberhasilan dan kekompakan oknum tim mereka dalam rangka meraup kekayaan dari hasil uang negara. Para pria serta wanita yang berpenampilan modis dan berkelas itu berkumpul dalam club kelas atas yang dirombak menjadi tempat pertemuan private mereka itu. Saling bersulang dan tertawa keras, mengabaikan bahwa uang yang mereka hamburkan bukanlah hak mereka. Rahasia gelap itu seolah bagai sebuah kebanggaan tersendiri bagi mereka. “Tuan, terimakasih telah mempercayaiku untuk bergabung dalam tim ini. Aku tak pernah menyangka bahwa anda mau memilih saya.” Ucap salah seorang pria berusia sekitar 40 tahunan dipojok ruangan dengan seorang pria yang terlihat lebih senior darinya. Mereka berduapun tertawa – tawa sembari berbincang. “Ya, kau taukan seberapa tinggi keuntungan yang dapat kau ambil setelah ini? Jadi jangan sampai lupa, hanya akulah yang mampu membawamu masuk kedalam badan pemerintah. Jika sampai aku menemukanmu berkhianat padaku, aku tak akan berpikir dua kali untuk melenyapkanmu.” Raut ketakutan terbesit sekilas. Ia jelas tau bahwa ancaman dari orang dihadapannya ini bukanlah main – main. “T-tenju saja Tuan. Mana mungkin saya berani menghianati Anda yang sudah memberikan kepercayaan kepada saya?” sautnya segera yang membuat sosok senior itu tergelak puas. Keduanya lalu bersulang, berbincang – bincang mengenai rencana yang akan mereka lakukan lagi kedepannya. Para petinggi negara itu membahas kemungkinan yang akan terjadi beberapa waktu kedepan, serta antisipasi untuk mengatasi masalah kedepannya apabila para pengawas keuangan negara mulai mencium hal yang mencurigakan dibalik kuasa mereka. “Jalankan saja rencana kedua kita maksimal setelah 4 bulan berlalu. Aku yakin mereka terlalu bodoh untuk dapat mengendus rencana kita.” Lagi, pria tadi tergelak tawa puas. Hal itupun diikuti oleh orang – orang lainnya yang juga berada disana, kebiasaan para pejabat itu setelah mereka berada dalam satu frekuensi sama menggerogoti uang negara. Tawa itu masih terdengar cukup nyaring karena dilakukan bersama, hingga… Ctasshhh! Sebuah anak panah lancip berbahan aluminium jenis composite arrow terbang, tertancap begitu saja didahi sosok pria senior tadi. Seluruh manusia yang berkumpul di club tersebut berteriak terkejut. Saling menghambur demi menyelamatkan diri sendiri, mengabaikan sosok yang sebelumnya mereka junjung itu berada diambang sekarat. Anak panah dengan jenis serupa berkali – kali dilesatkan, banyak nyawa berhamburam dan makin membuat suasana riuh akan teriakan sakit dan ketakutan. Club mewah kelas atas itu seketika berubah dengan nuansa darah yang berhamburan disekeliling, ingin membebaskan diri melalui pintu masuk club yang menjadi tujuan, namun ternyata seluruh pintu untuk keluar telah tertutup. Terkunci rapat. Dan mereka sama sekali tak mengetahui keberadaan sosok pelaku yang melesatkan panah itu. Hanya tersisa beberapa orang didalam ruangan itu yang tak terkena luka apapun. Ada yang bersembunyi dikolong meja, dibalik meja bar, dan bahkan ditoilet. Blarrr Ruang yang semula sunyi kembali ramai kala manusia – manusia yang tersisa disana berteriak histeris. Mereka tak mampu lagi menahan rasa takut ketika lampu ruangan itu mati total. Seolah tangan kanan malaikat pencabut nyawa telah mengintai keselamatan mereka. Tangisan histeris ketakutan berusaha mereka tahan dengan membekap mulut mereka sendiri, namun tak bisa. Deru nafas tersengal bercampur isak tangis masih terdengar. Zrakk! “Akhh!” teriakan penuh kesakitan terdengar dipojok ruangan. Membuat mereka yang tersisa kian rapat membekap mulut agar tak menghasilkan suara apapun yang menimbulkan sosok pembunuh itu menghampirinya. Namun sayangnya, takdir tak mengizinkan mereka untuk bertahan hidup lebih lama sesuai harapan mereka. Satu persatu nyawa melayang, hingga akhirnya hanya tersisa satu orang yang kini tengah meringkuk ditoilet. Ketakutan. Tangannya bergetar tanpa dapat ditahan. Seperti biasa, para korban itu akan terserang gangguan kecemasan mendadak. Tak mampu bicara sepatah katapun seolah bisu, keringat dingin menetes tanpa bisa ditahan, dan degup jantung yang berlomba memompa darah. Kriettt… Ngikkk Pintu toilet terbuka secara perlahan. Pria yang berada dalam toilet itu membulatkan matanya. Mengantisipasi jika ada seseorang yang melangkah memasuki toilet tempatnya bersembunyi. Namun tak ada. Bahkan bayangan keberadaan orang lain disanapun tak terlihat sama sekali, membuatnya menghela nafas lega, berpikir bahwa hanya angin yang menggerakkan pintu toilet. Pria itu meringkuk selama sekitar 20 menit, tak terdengar suara apapun disana. Sunyi nan hening, membuat pria itu berpikir bahwa hanya dirinyalah yang tersisa disana, berpikir bahwa mungkin sosok pelaku pembunuh kawanannya itu telah pergi, tak mengetahui keberadaannya disini. Setelah memberanikan diri, pria itu secara perlahan berdiri dari posisi meringkuknya. Berjalan perlahan berusaha tak menghasilkan suara apapun sembari melirik – lirik untuk memastikan bahwa dirinya dalam keadaan aman. Pria itu melongokkan kepalanya keluar pintu toilet, memastikan bahwa tak ada orang lain dilorong luar toilet. Namun sebuah tendangan melemparnya jauh hingga menubruk tembok sisi lorong. Bruaghh “Arghh!” pria itu meringis, memegangi dadanya yang terasa begitu sesak dan nyeri setelah terlempar kencang dan menubruk tembok. Matanya melotot terkejut, mulutnya tergagap kala mendapati sosok yang berdiri disisi paling gelap dengan bayangan sebuah kapak ditangannya. “S-siapa k-kkau?!” teriak pria itu dengan ketakutan setengah matinya. Namun tak ada balasan sama sekali. Sosok itu masih diam tak bersuara sedikitpun. Tiba – tiba secara perlahan sosok itu bergerak, berjalan menuju pria tua yang makin ketakutan itu sembari menyeret kapak ditangannya. Sringgg… Denging kapak yang diseret beradu dengan lantai begitu mengganggu telinga, namun bagi pria tua itu tak ada yang lebih mengganggunya selain fakta bahwa kini nyawanya terancam melayang. “B-berhenti! Jang-an bunuh a-ku!!!” pria itu mundur menyeret badannya, kakinya lemas hingga menyebabkannya tak mampu berdiri apalagi berlari. Sosok misterius itu berjalan kian cepat, nyaris menggebu, hingga membuat pria tua tadi tak mampu menghindar ketika sebilah kapak menancap didadanya keras. Tepat dijantung, hingga nyaris terbelah. Cairan merah kental beraroma anyir itu mengalir begitu saja, deras dan seolah tumpah. Sosok yang berada diambang kematian itu mengejang kecil. Matanya melotot dan darah ikut termuntahkan dari mulutnya. Namun sang pelaku tak mau perduli, justru mengambil kapak miliknya acuh. Kembali menyeretnya sepanjang jalan, menghasilkan noda darah yang berceceran dibelakangnya. “Terkadang iblis diperlukan keberadaannya untuk membasmi keburukan hina didunia.” To be continued~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN