“Bunuh dia dan jangan sampai meninggalkan setitik bekaspun yang bisa menjadi barang bukti, buat seolah – olah pria itu lenyap dari muka bumi ini secara diam – diam.” Seulas seringaian terukir dari bibir sosok pria jangkung dengan tubuh kekar itu menanggapi permintaan sosok elite dengan kekayaan tak terhingga dari pria bertubuh tambun didepannya itu.
“Mengapa anda ingin menyingkirkannya? Bukankah perusahaan kalian saling bekerjasama?” pria tua bertubuh tambun itu mendengus kesal, tangannya mengepal dengan raut wajah terlihat menahan emosi.
“Perusahaan kami memang bekerjasama, tapi persaingan tetap terjadi diantara kami. Lagipula, dia pikir aku sebodoh itu sehingga dengan mudahnya mau mempercayainya dan tidak menaruh curiga pada pria tua licik itu?” desisnya sarat akan kesal dan emosi yang menggebu, ingin segera menyalurkan keinginan hatinya untuk melenyapkan salah satu musuhnya. Dua manusia yang batinnya saling bermusuhan, namun bersikap seolah mereka memiliki hubungan baik. Munafik sekali.
Suara dentang jam kota berbunyi dua belas kali. Seolah memberitahu seluruh penduduk kota, bahwa detik telah memasuki masa tengah malam. Seperti malam – malam biasanya, angin malam berhembus cukup kencang, menimbulkan rasa tak nyaman bagi siapapun yang terkena terpaan sepoi angin malam itu meskipun musim telah mulai memasuki masa musim semi.
“Jadi jangan sampai mengecewakanku, lenyapkan dia tanpa ada jejak apapun. Buat seolah pria itu musnah begitu saja dari muka bumi ini, lakukan seperti yang lalu – lalu. Kau pasti tau bahwa bayaran yang akan kuberikan padamu pasti memuaskan jika kau dapat mengerjakannya dengan baik sesuai perintahku.” Pria jangkung dihadapannya kembali menyeringai, mata tajamnya memicing, mampu membuat bergidik manusia yang melihatnya. Ditambah dengan suasana temaram ditengah malam, seolah makin mendukung aura gelap sosok pembunuh bayaran yang telah bertahun – tahun mengerjakan keahliannya itu.
“Tentu, kau bisa mengandalkanku.” Tanpa kata lagi, pria itu pergi dari hadapan sosok kliennya itu. Membuka jendela ruangan itu dengan cekatan tanpa menimbulkan suara sekecil apapun, melompat tanpa memperdulikan ketinggian tempatnya berada. Melompati gedung – gedung tinggi tanpa meleset sedikitpun mungkin telah menjadi keahlian yang mendarah daging bagi sosoknya.
Keheningan terjadi, tak lagi ada percakapan setelah kepergian salah satu sosok pembunuh bayaran misterius terbaik dikota itu. Suatu keberuntungan baginya dapat memiliki sosok pembunuh yang dapat sewaktu – waktu ia gunakan keahliannya, pikir pria tua itu.
Kekehan kecil nan sinis keluar dari mulut pria itu, punggung tuanya bersandar pada kursi kerjanya yang nyaman. Matanya melihat keatap, jangan lupakan senyum remehnya, seolah puas dan siap mendengar berita musnahnya salah satu musuh bisnis yang merangkap menjadi rekan kerjasama perusahaannya itu.
“Waktumu didunia ini telah habis George, dan aku… akulah yang akan mengakhirinya dengan kuasaku.”
-
Maka malam selanjutnya, seperti hari – hari lalu, pria pembunuh bayaran yang ditugaskan itu melakukan misinya. Tentu tanpa diragukan lagi, dalam otaknya telah tersusun sekelumit rencana – rencana yang akan ia lakukan lagi untuk melumpuhkan mangsanya, mengakhiri nafasnya, serta membuat nyawa targetnya itu berpisah dengan jasadnya secara rapi dan tak meninggalkan kecurigaan apapun bagi pihak yang menyewa jasa profesionalnya.
Kini tanpa keraguan sedikitpun, sebuah rumah mewah khas konglomerat kaya telah berhasil ia lompati tanpa membuat para penjaga yang menjaga selama 24 jam kediaman bak istana itu merasa curiga. Kostum serba hitam dan tertutup menjadi pilihannya tiap kali ia menjalankan aksinya, menghadapi segala tipe calon korban yang akan menerima tusukan maupun serangan lain darinya. Terpercik amis dan getirnya darah tentu saja hal biasa baginya, tapi kali ini terasa begitu berbeda. Entah suasana seperti apa yang baru saja ia rasakan, tapi malam itu… semua jelas terasa mencurigakan dan berbeda bagi dirinya, seorang pembunuh bayaran profesional yang telah berkecimpung dalam dunianya itu selama kurang lebih 8 tahun.
Ia jelas bukan sosok amatir lagi, peringkat pembunuh bayaran paling profesional dikota ini jelas jatuh ditangannya, tapi hal yang seperti ini terasa begitu baru baginya. Dalam kegelapan malam, sosok itu dapat merasakan jantungnya kini tengah berdetak begitu kencang, bukan karena aktivitas lompat – melompatnya barusan, tapi karena hal lain. Hal yang membuatnya kebingungan itu apa. Disampingnya kini merupakan jendela ruang kerja calon korban yang akan dibuat berpisah secara terpaksa dengan nyawanya. Ruangan itu terlihat normal dari lirikan matanya, namun lampu ruangan itu berkedip – kedip tiada henti. Mata pria itu mengedar perlahan, mengamati ruang kerja itu dari luar jendela, namun dahinya dibuat mengernyit kala mendapati sosok manusia tengah duduk mendongak dengan mata terbuka lebar dibalik meja kerjanya. Sosok yang menjadi incarannya, sosok yang ingin dibunuh oleh pria tua yang menggajinya kemarin malam.
Blammm
Lampu ruangan itu padam secara tiba – tiba setelah beberapa saat lalu berkedip – kedip secara terus menerus. Keheranan sosok pembunuh itu kian menjadi – jadi ketika mendapati calon korbannya itu masih diam saja, tak bergerak seinci-pun dari tempatnya duduk meskipun ruangan itu kini gelap akibat padamnya lampu. Akhirnya setelah memupuk keyakinan dalam dirinya, serta memikirkan strategi – strategi jika suatu hal akan terjadi, sosok pembunuh itu tanpa kesulitan mencongkel jendela kaca ruangan itu. Memasuki ruangan tanpa suara, dan melangkahkan derap kakinya menuju meja kerja yang berada ditengah ruangan.
Suasana temaram nan sunyi mengiringi langkah pria itu, ketika langkahnya kian dekat… tepat ketika jaraknya hanya sekitar kurang dari satu meter, sosok pembunuh itu menemukan sebuah ekspresi takut dan kesakitan dibalik pelototan mata pria yang akan menjadi mangsanya itu. Sebuah kejanggalan lagi, selain mata melotot itu, pria yang senantiasa duduk dengan posisi kepala mendongak itu sama sekali tak bergerak sedikitpun. Lalu ketika pembunuh itu kian mendekatkan jaraknya, sebuah bercak terlihat didekat bahu korbannya. Dengan tanpa berpikir, tangannya bergerak menarik bahu korbannya kedepan, hingga membuat pria yang seharusnya menjadi korban keganasannya malam ini itu terbanting tanpa terkontrol diatas meja kerjanya. Kini kepalanya terkulai lemas. Ketika lampu ruangan itu kembali menyala, sang pembunuh bayaran itu dibuat nyaris terperanjat kala melihat tengkuk calon korbannya terbelah nyaris terpisah dengan kepalanya. Bukan lagi percikan darah yang dilihatnya, tapi aliran kental darah yang membanjir disekeliling calon korbannya itu.
Bau getir, anyir menyerbak memenuhi ruangan ber-ac tersebut. Tapi sang pembunuh bayaran itu masih bergeming, heran serta terkejut menghadap situasi yang terjadi dihadapannya kini. Korban yang semula akan ia bunuh malam ini telah terbunuh dengan kondisi mengenaskan tepat sebelum dirinya tiba. Lebih menunduk sedikit saja, kepala itu pasti terputus dan terpisah dari tubuhnya. Mengerikan. Tapi jika kau mau mengamati lebih detail, sosok pelaku yang membuat calon korbannya mati malam itu terlihat begitu profesional dalam melakukan tugasnya. Mengiris dan membelah tengkuk manusia tentu saja tak semudah memotong kue ulang tahun bukan? Tapi sosok itu melakukan dengan baik, bahkan terlihat begitu simetris dan rapi. Sama sekali tak terlihat keasal – asalan.
Matanya mengedar ketiap sudut ruangan, mencoba menganalisis tiap senti ruangan itu apakah sosok pelaku itu meninggalkan sebuah barang yang dapat menunjukkan identitasnya. Namun lagi – lagi ia harus dikecewakan, karena tak ada satu hal pun yang terlihat mencurigakan diruangan itu, selain adanya jasad yang sebenarnya calon korbannya. Masih dalam hening, sosok pembunuh bayaran itu berpikir, siapa – siapa saja sosok pembunuh bayaran lainnya yang mungkin saja melakukan hal ini. Dahinya mengerut, bibirnya mendecih kesal. Mungkin saja ini ulah pembunuh bayaran baru, karena dari semua rekan pembunuh yang pernah ia kenal, tak ada yang pernah melakukan pembunuhan dengan teknik seperti ini. Semuanya memiliki ciri khas dalam membunuh para calon mangsa mereka tentunya.
Akhirnya setelah beberapa detik kembali terdiam, sosok pembunuh bayaran itu memutuskan untuk melangkah menuju jendela yang tadi dicongkelnya, meninggalkan jasad berlumuran darah itu. Sial memang, sosok yang seharusnya mati ditangannya justru mati ditangan orang lain. Hah, gagal sudah keinginannya malam ini untuk memutus nyawa manusia. Dengan perlahan nan gesit, pembunuh bayaran itu keluar dari jendela ruangan tanpa menimbulkan sedikitpun suara. Namun tepat ketika kedua kakinya berhasil menapak keluar dan menutup kembali jendela dibelakangnya, ruang kerja yang baru saja ditinggalkannya itu menggelap. Lampu telah padam kembali, tanpa ada penjelasan siapa atau apa yang menyebabkan hal itu terjadi. Masih dalam keadaan membeku, sosok pembunuh bayaran yang malam itu gagal membunuh mangsanya itu bergidik ketika sepoi angin menyapa tengkuknya. Suasana malam ini begitu pekat, misterius nan menyeramkan, membuatnya mau tak mau segera pergi meninggalkan lingkungan itu sebelum seorangpun melihat keberadaannya.
To be continued~