Janji Suci yang Ternoda

961 Kata
Pagi pun tiba, seperti biasa Vanessa menyiapkan sarapan. Erland menikmati sarapannya tanpa berkomentar lalu berangkat ke kantor. Vanessa mengucapkan kata hati-hati di jalan sambil melambaikan tangan namun Erland tampak cuek dan menaiki mobilnya. Pemandangan pagi itu dilihat oleh Mario yang baru pulang dari lari pagi. Dia sangat rajin berolahraga di pagi dan sore hari sehingga dia memiliki postur tubuh yang sempurna. "Siapa lelaki itu? Apa dia suami Vanessa? Berarti aku tidak punya kesempatan untuk dekat dengannya padahal dia tipe kesukaanku. Tapi kok mereka tidak terlihat serasi bahkan tampak asing." Vanessa kembali masuk ke rumah, membereskan rumah dan cucian. Selesai mengerjakan semuanya, dia membuat makan siang. Melihat Erland menyukai masakannya dan takut Erland melewatkan makan siang karena sibuk dengan pekerjaannya, Vanessa berinisiatif memberi kejutan dengan membawakan bekal makan siang serta cemilan sore untuk Erland. Vanessa membuat lauk dan sayuran serta dimsum. Vanessa berharap Erland menyukai masakannya dan bisa mencairkan kekakuan di antara mereka. Vanessa belajar mencintai Erland hari demi hari, berusaha mengerti yang diinginkan Erland dan mencari kelebihan suaminya ini. Vanessa ingin rumah tangganya bisa saling melengkapi dan langgeng karena itulah impian Vanessa. Impian yang tidak muluk-muluk, menikah, memiliki anak dan hidup bahagia sampai maut memisahkan. Matahari telah meninggi, Vanessa sudah selesai menyiapkan bekal makan siang untuk Erland. Dengan riasan tipis, di wajahnya dan pakaian kemeja dipadu celana jeans panjang dia pergi ke kantor Erland memesan jasa ojek online. Saat tiba di kantor, Vanessa menemui resepsionis di lantai bawah. "Selamat siang, apa Pak Erland ada di kantornya?" "Pak Erland baru saja keluar kantor. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" (Memang salahku tidak memberitahukan Erland tentang kedatanganku, batin Vanessa.) "Kalau sekretarisnya Pak Erland, apa ada di tempat?" "Maaf Mbak, setahu saya Pak Erland tidak ada sekretaris saat ini." "Kalau staff yang bernama ibu Cindy, apa ada?" "Cindy.... ehmmm....selama saya bekerja disini tidak ada staff yang bernama Cindy. Maaf, dengan Mbak siapa ya?" "Vanessa, saya istri Pak Erland." "Owh....." (Sama sekali tidak seperti istri seorang bos, batin resepsionis tadi.) Rambut Vanessa agak berantakan sebab tadi mengenakan helm dan dia agak berkeringat sebab cuaca panas hari ini. "Apa Ibu mau menunggu di kantor Pak Erland?" Vanessa memegang erat tas bekalnya. "Tidak perlu, saya pulang saja. Terimakasih." "Baik Bu." Vanessa keluar dari komplek perkantoran Erland dan menunggu pesanan jasa ojek menjemputnya. Di seberang jalan, dia melihat mobil yang mirip dengan kepunyaan Erland keluar dari parkiran apartemen. Tak lama ojek yang menjemputnya datang dan Vanessa meminta ojek itu untuk mengejar mobil Erland. Tebakan Vanessa benar, itu mobil milik Erland dari plat mobil tersebut. Mobil itu memasuki parkiran mall. Vanessa turun dan mengikuti mobil Erland. Setelah terparkir, Erland dan Cindy turun dari mobil. Vanessa melihat mereka dan terkejut lalu diam-diam mengikuti mereka. Erland dan Cindy berjalan sambil bergandengan tangan dan saling tersenyum bahagia. Tubuh Vanessa gemetar, langkah kakinya pun teramat berat. Dia mengeluarkan ponsel dari kantong celananya lalu memotret Erland dan Cindy. Vanessa berusaha kuat, mengikuti mereka dan juga menvideokan saat Erland dan Cindy memasuki toko barang bermerk. Dilanjutkan dengan makan siang lalu menuju lobi hotel. "Saya minta room VIP. " "Baik Pak, ini kartu Bapak. Di room 2715 lantai 11." Selesai check in, Erland dan Cindy menuju lift sambil berangkulan. Vanessa hanya duduk terpaku di lobi hotel. Rasanya sudah tak sanggup lagi mengikuti mereka, dadanya merasa sesak, tangannya di kepalkan lalu diletakkan di dadanya. "Ya Tuhan, pernikahan kami belum genap seminggu tetapi Mas Erland sudah berselingkuh. Apa ini alasan dia tidak menyentuhku sama sekali bahkan acuh kepadaku? Karena sudah ada wanita yang mengisi hatinya. Lalu mengapa dia menikahiku bukan wanita itu?" Vanessa menenangkan dirinya, memikirkan tindakan apa yang harus dia ambil. Dia tidak ingin melukai hati kakeknya juga mertuanya. Dia takut mempengaruhi pengobatan mertuanya. Dia ingin menyelesaikan masalah ini tanpa ada yang terluka. Jadi dia memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Erland saat Erland pulang. Vanessa berjalan pulang, tiba-tiba sebuah mobil sedan berhenti di depannya. Turun sesosok lelaki berpenampilan casual, lelaki yang sudah tak asing, dia adalah Mario. Mario menghampiri Vanessa. "Hai, kebetulan sekali kita bertemu di sini. Mengapa kamu berjalan kaki? Apa memang hobimu berjalan kaki?" Vanessa mengernyitkan dahinya. (Yang benar saja, jarak dari sini ke rumah lebih dari 10 km, batin Vanessa.) "Maaf, saya bercanda. Apa tidak terdengar lucu?" Vanessa menunjukkan tawa terpaksa. "He.... " Mario tersenyum. "Kamu hendak pulang? Sepertinya kita searah, naiklah ke mobil. Saya akan mengantarmu." Vanessa terdiam sejenak lalu setuju pulang dengan Mario. Mario mencoba membuka percakapan. "Ehemmm......, klinik kecantikan saya tidak jauh dari sini. Saya belum bilang ya kalau saya ini seorang dokter dan klinik saya cukup ternama." Vanessa berpaling ke arahnya. "Kamu pasti kagum bukan, makanya aku memiliki kulit yang halus." Mario memuji kelebihan dirinya tetapi Vanessa hanya merespon dengan senyum tipis. Sesaat, dia melupakan sesak di dadanya. Tak terasa mereka telah sampai di depan rumah. Sebelum turun dari mobil, Mario memberikan kartu namanya. Vanessa menerima kartu nama itu lalu mengucapkan terimakasih atas tumpangan Mario. "O iya, ini kartu nama saya. Kamu bisa menghubungi saya 24 jam. Saya pasti siap membantu." "Terimakasih atas tumpangannya. Saya masuk dulu." "Iya, hati-hati." Mario senang bisa mengantar Vanessa pulang tetapi dia tahu ada hal yang mengganggu pikiran Vanessa. Entah apa itu tetapi dia merasa Vanessa sedang tidak baik-baik saja. Makanya sepanjang perjalanan, dia berusaha mengajak Vanessa berbincang agar suasana lebih relaks. Sudah 4 jam berlalu sejak Vanessa sampai di rumah, Vanessa masih menunggu kepulangan Erland. Akhirnya suara mobil Erland terdengar saat waktu menunjukkan hampir jam 9 malam. Vanessa langsung memanggil Erland. "Mas, bisa kita berbicara. Ada hal yang ingin aku sampaikan?" "Aku lelah seharian mengurus pekerjaan. Jadi aku mau istirahat." Vanessa menarik napas panjang lalu mengeluarkan ponselnya. Dia memutar video yang dia rekam saat Erland bersama Cindy. "Pekerjaan ini maksud Mas?" Mata Erland membelalak melihat video itu bahkan sampai dia check in di hotel, semua terekam jelas. Erland menatap Vanessa dengan tatapan dingin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN