Vanessa ingin menemui kakeknya dan mengambil beberapa barang miliknya yang tertinggal. Vanessa sudah meminta izin kepada Erland. Namun saat hendak pergi dan berpamitan dengan mertuanya, Melinda meminta Erland untuk mengantarnya.
"Erland, Erland.....", panggil Melinda.
Erland yang sedang bersantai di kamarnya keluar karena mendengar Melinda memanggilnya.
" Ada apa Mi?"
"Vanessa ingin ke rumah kakeknya. Antarkan dia, sekalian kamu sapa kakek Vanessa."
(Bikin kesal aja deh. Kalau ku tolak pasti panjang urusannya. Malas banget.)
"Iya, iya, bentar Erland ganti pakaian dulu."
Lima belas menit kemudian, Erland turun.
"Erland pergi dulu, Mi."
"Nessa pamit Mi."
Sepanjang perjalanan, Erland menyetel lagu dan asyik mendengarkan sambil menyetir. Vanessa juga hanya menatap keluar jendela.
(Aku harus meninggalkan kota ini, meninggalkan pekerjaan ku, meninggalkan kakek, rasanya teramat berat.)
Setibanya di rumah Barata, Vanessa segera menemui kakeknya. Dia menyapa dan memeluk kakeknya.
"Nessa kangen banget sama kakek."
"Cucuku baru sehari sudah kangen kakek?"
"Iyalah kek, Nessa mana bisa tanpa kakek. Kakek itu segalanya buat Nessa."
"Nessa, kamu itu sudah punya tanggung jawab yaitu melayani suamimu. Dia yang nantinya akan menggantikan kakek menjagamu. Kakek ini sudah renta, entah sampai kapan umur kakek di dunia ini."
"Kakek, jangan berkata seperti itu. Nessa yakin kakek akan berumur panjang."
"Dimana Nak Erland? Sepertinya tadi kakek mendengar suara mobil."
"Saya disini Kek."
Erland menghampiri Barata lalu menyalaminya.
"Kami kemari ingin mengambil barang-barang Vanessa yang tertinggal. Besok kami akan pindah ke Bandung."
"Begitu ya. Nessa, mari kakek temani kamu untuk mengemasi barangmu. Nak Erland, kakek tinggal sejenak. Anggap saja rumah sendiri."
Vanessa dan kakeknya menuju kamar Vanessa. Mereka berbincang sambil mengemasi barang.
"Kek, apa benar kakek setuju Nessa pindah ke Bandung? Atau ada paksaan dari keluarga Mas Erland? Kakek harus terus terang sama Nessa."
"Nak Erland sudah membicarakan tentang keinginannya tinggal di Bandung sebelum kalian menikah. Selama ini, dia terlalu dimanja oleh orang tuanya jadi setelah menikah dia ingin belajar mandiri. Dia ingin mengelola usaha keluarganya. Dia ingin menjadi suami yang bisa diandalkan. Dan kakek setuju dengan pemikirannya. Jadi Ness, jangan salah paham dengan suamimu, dia pasti menginginkan yang terbaik untuk rumah tangganya."
(Maafkan Kakek Ness, ini mungkin yang terbaik juga buat kakek dan kamu. Kakek tidak ingin melihatmu sedih dan khawatir karena penyakit kakek sekarang, batin Barata.)
Selesai mengemasi barang, Vanessa dan Erland pamit pulang.
"Hati-hati di jalan. Ingat jangan sedih, kita masih bisa sering video call dan saling mengunjungi di akhir pekan. Kakek pasti sesering mungkin menelepon mu."
Barata mencium kening Vanessa.
"Janji ya Kek."
Barata mengangguk dan membelai rambut Vanessa yang terurai panjang.
"Kabari Kakek saat kamu sudah di Bandung. Kamu baik-baik ya di sana."
"Nak Erland, sekali lagi kakek minta tolong jaga Vanessa."
(Tua bangka ini selalu saja minta jagain cucunya, dia kira aku ini satpam apa.)
"Tentu Kek."
Malam harinya, Vanessa mengemasi barangnya dan Erland. Erland berpesan tidak perlu terlalu banyak membawa barang. Bawa yang penting saja sebab semua telah tersedia di rumah baru. Selesai berkemas, hari sudah larut dan Vanessa melihat Erland tengah tertidur pulas.
(Lagi-lagi mereka melewatkan malam pertama. Tapi Vanessa merasa lega juga karena dirinya sendiri merasa belum siap untuk berhubungan intim.)
Pagi hari, seperti biasa Vanessa sudah bangun dan menyiapkan sarapan. Dia lalu meminta izin kepada Prima dan Melinda untuk pergi ke rumah sakit sebentar. Dia ingin berpamitan dengan rekan kerjanya di sana sekaligus memberi surat pengunduran diri kepada atasannya.
"Baiklah, nanti Mami sampaikan ke Erland kalau kamu pergi ke rumah sakit."
Di rumah sakit, Vanessa menemui Lidya dan saling berbincang.
"Sekali lagi selamat ya Ness, aku iri deh sama kamu. Sekarang kamu sudah jadi Nyonya Hutama, suamimu ganteng banget tidak kalah dengan dokter Antonie. Hidupmu beruntung Ness. Tapi jangan lupain aku ya, kita tetap berteman kan."
"Tentu Lid, kita akan tetap saling kontak. Makasih ya. Aku ke bagian personalia dulu untuk menyerahkan surat pengunduran diri. Kamu lanjutkan pekerjaanmu."
Vanessa memeluk Lidya lalu beranjak pergi. Vanessa berkeliling sejenak untuk mengingat kenangan selama dia bekerja di rumah sakit. Setidaknya hanya itu hal yang bisa dia lakukan untuk mengobati kerinduannya. Dia harus memulai kehidupan baru, kehidupan rumah tangga yang dia sendiri belum tahu bagaimana nanti rasanya.
Matahari telah meninggi, Vanessa kembali ke rumah. Erland telah menunggunya di ruang tamu.
"Vanessa, apa barang-barangmu sudah siap? Cepat turunkan barang-barangmu, aku akan menaikinya ke bagasi mobil."
(Aku sudah tidak sabar bertemu pujaan hatiku yang sudah menantiku di Bandung, batin Erland.)
Erland dan Vanessa berpamitan dengan Prima dan Melinda. Sedangkan Antonie dan Kanaya sedang sibuk di luar. Mereka sedang mempersiapkan rencana bulan madu ke Eropa selama 2 minggu.
"Nessa, kalau ada apa-apa, hubungi Mami. Jangan sungkan, sekarang kamu itu seperti putri Mami."
"Erland, ingat jaga istrimu ini. Mami tidak akan tinggal diam bila kamu menyakitinya."
"Wow seremmmm, takut...."
"Erland......"
"Sudah ribuan kali Mami mengatakan itu, apa Mami meragukan Erland? Yang penting Mami fokus dengan pengobatan Mami. Erland sudah menuruti kemauan Mami jadi sekarang waktunya Mami memikirkan diri Mami sendiri."
(Melinda hampir lupa tentang penyakit tumor yang dia karang. Jadi, dia harus berakting pergi ke luar negeri untuk pengobatan, bila tidak maka mungkin Erland akan tahu dia berbohong.)
"Tentu... tentu, Mami akan fokus dengan pengobatan Mami. Mami harap bisa secepatnya mendengar kabar baik dari kalian."
"Kabar baik? Tenang saja Mi, Erland akan berusaha semaksimal mungkin agar bisnis keluarga kita semakin berkembang di sana."
"Bukan itu maksud Mami tapi kabar kehamilan Nessa."
Erland menelan ludah mendengar ucapan Melinda.
(Bisa-bisanya Mami berharap cucu, memikirkan akan begituan saja dengannya tidak pernah. Mami... Mami...)
"Ooo, soal itu. Kita serahkan saja sama yang di atas ya Mi. Erland pergi dulu."
Vanessa juga berpamitan. Melinda memeluk menantunya itu.
"Jaga kesehatan mu, Mami titip anak Mami."
"Iya Mi."
"Pi, Nessa pamit ya."
Vanessa juga berpamitan dengan Barata lewat panggilan video.
"Iya, hati-hati di jalan. Bila sudah sampai kabarin kakek ya, Ness."
"Iya Kek, Kakek juga harus jaga diri baik-baik di sana."
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, Erland dan Vanessa telah sampai di rumah baru yang dibelikan mertuanya. Perumahan di sebuah komplek yang cukup elit.
Erland menurunkan barang bawaan mereka dan meminta Vanessa membenahi nya. Sementara itu, dia langsung pergi dengan alasan ingin segera ke perusahaan padahal hari sudah menuju senja.
"Tidak bisa besok pagi saja Mas, ini sudah mau sore."
"Aku harus melihat lingkungan perusahaan supaya besok tidak canggung."
Vanessa tidak ingin banyak berdebat jadi dia tidak berkata apa-apa lagi.
"Baiklah, hati-hati di jalan Mas."
Erland meluncur pergi, tinggal Vanessa memasukkan barang-barang nya sendiri. Empat koper besar dan 3 tas berukuran sedang. Vanessa agak kesusahan mengangkat koper sebesar itu dengan tubuh kecilnya. Tiba-tiba sepasang tangan yang kekar muncul di iringin suara nge bass yang terdengar dalam dan berwibawa.