MD || 02

1750 Kata
Sydney “SELAMAT datang di Kennedy Company, Tuan Gabriel,” ucap salah satu orang yang masih setia mengabdi di perusahaan fashion tersebut. “Ya, thank you, Tuan Ridick. Apa yang haru s kukerjakan lebih dulu?” tanya Gabriel Juno Kennedy yang tak lain adalah pemilik Kennedy Company tersebut. Setibanya di Sydney, Juno langsung ke tempat yang mengharuskannya meninggalkan Indonesia dan adiknya: Niana Zanneta Kennedy, keluarga satu - satunya yang tersisa setelah kematian ayahnya yang tak diduga oleh seluruh pemegang saham di Sydney. Dia akan berusaha sebaik mungkin untuk membuat para pemegang saham kembali menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut. Dia tak mengetahui perilaku ibu tirinya setelah kepergiannya dari Indonesia. Begitu tiba di Sydney, dia langsung dihadapkan dengan file dan dokumen penting untuk membuat perusahaan fashion tersebut kembali bangkit.  Perusahaan tersebut sangat bergantung dengan kemampuannya memimpin perusahaan. Selama di Indonesia dia sudah banyak belajar dari ayahnya dan sahabat ayahnya yang turut mendukung kesuksesan Kennedy Company, sehingga dia tak terkejut dengan masalah naik turunnya bisnis tersebut. Hanya perlu berusaha untuk membuat para pemegang saham kembali percaya kepada kemampuan bisnis Kennedy Company. Dia harus fokus untuk membangkitkan perusahaan ini dan mengorbankan waktu untuk adiknya yang tak diketahuinya sedang merasakan kejamnya siksaan dari seorang ibu tiri.  “Anda harus menghadiri meeting pemegang saham dan membuat para pemengang saham menarik kembali keputusan mereka untuk memutus kerjasama dengan Kennedy Company,” ucap Ridick selaku direktur yang mengurus perusahaan selama ayah Juno berada di Indonesia. “Baiklah. Siapkan semuanya di ruanganku. Aku akan membacanya sebentar dan langsung ke ruangan meeting,” ucap Juno menuju ke ruangannya untuk berganti pakaian yang sudah disiapkan dan mempelajari dokumen yang harus diketahui sebelum meeting. Setelah itu Juno langsung pergi ke ruang meeting dan melakukan tugasnya untuk membuat para pemegang saham mencabut kembali keputusannya untuk menarik saham mereka.  Satu jam lamanya meeting tersebut berjalan. Cukup sulit untuk membuat para pemegang saham mempercayainya. Walau sebagian pemegang saham sudah mengenal dan mempercayai hasil kerjanya di Indonesia, tapi masih ada yang meminta waktu untuk melihat hasil kerjanya lebih dulu. Setelahnya, baru menarik keputusan untuk memutuskan kerjasama dengan Kennedy Company.  “Huh...,”  hela  Juno  setibanya  di  ruangannya. Seusai meeting. Dia melonggarkan dasinya. Dia merasa lelah karena setelah perjalanan dari Indonesia ke Sydney, langsung meeting.  “Berapa persen yang menarik keputusannya?” tanya Juno kepada Ridick. “Sekitar tujuh puluh persen kemungkinan masih bisa naik dan kondisi perusahaan saat ini sudah mulai stabil. Semua berkat kemampuan Anda memimpin meeting barusan,” ucap Ridick. “Baiklah. Setelah ini, apa yang harus kukerjakan?” tanya Juno yang merasa tak akan bisa istirahat selama dia masih bisa melakukan pekerjaan. Biarlah nanti malam baru dia beristirahat.  “Ini dokumen yang harus Anda periksa,” ucap Ridick memberikan setumpuk dokumen yang harus di kerjakannya.  “Baiklah, terima kasih banyak Tuan Ridick. Kau bisa kembali mengerjakan perkerjaanmu,” ucap Juno meminta Ridick untuk kembali ke ruangannya. “Baiklah. Jika Anda membutuhkan sesuatu, katakan saja. Saya akan segera memberikannya kepada Anda, dan...,” Ridick menjeda perkataannya, membuat Juno menoleh dan menunggu lanjutannya, “maaf, saya baru mengucapkan sekarang. Saya turut berduka atas sepeninggalnya Tuan Kennedy.”  Wajah Juno langsung berubah murung, mengingat kematian ayahnya yang belum diketahui sebab dan akibatnya. Yang dia tahu ayahnya menderita penyakit mematikan dan dia disibukkan dengan peralihan pekerjaan ayahnya di perusahaan yang ada di Indonesia.  “Tak apa-apa, Tuan Ridick. Terima kasih, kau selalu setia mengabdi pada Kennedy Company. Aku akan sangat membutuhkanmu di sini. Jadi kuharap kau akan mengajarkanku banyak hal yang tak kuketahui,” ucap Juno meminta bantuan kepada Ridick, lelaki berumur 47 tahun yang telah mengabdi selama sepuluh tahun di perusahaan Kennedy.  “Itu bukan apa-apa dibanding dengan jasa yang dilakukan ayahmu sewaktu dulu,” ucap Ridick yang memang sudah bertekad untuk mengabdi kepada Kennedy Company setelah dia hampir kehilangan nyawa saat di bar dan diselamatkan oleh ayahnya.  Juno tersenyum mendengar perkataan orang yang tahu balas budi terhadap kebaikan ayahnya selagi hidup di Sydney.  ***  d**a Niana naik turun dan perlahan Niana membuka matanya.  Terdengar suara pintu mobil tertutup dan orang yang keluar dari mobil tersebut mengecek mobilnya yang belum tersentuh oleh kaki Niana.  “Kau gila?! Hampir saja mobilku lecet karena kakimu,” ucap lelaki tinggi, berbadan atletis, dan tampan yang tak lain adalah Dennis. Niana menatap tajam ke arah Dennis yang malah mementingkan mobilnya yang akan lecet karena tersentuh olehnya. “Sepuluh mobil seperti ini sanggup kubeli jika aku bisa lolos dari kompleks ini,” ucap Niana tak kalah angkuh membalas perkataan Dennis yang tak melihat dirinya yang babak belur. “Kau! Huh! Percuma, semua wanita tak tahu diri. Jika diladeni bisa gila,” ucap Dennis dan hendak menuju kembali ke mobilnya.  “Hei! Berhenti kau, Gadis nakal!” Dari kejauhan tiba-tiba dua orang lelaki berbadan besar berlarian sambil meneriaki Niana. Sontak membuat Niana mendahului lelaki yang hampir menabraknya dan memasuki mobil lelaki yang masih asing baginya. Tak ada waktu lagi. Dia harus menurunkan gengsinya dari lelaki angkuh tersebut. “Hei, kau sedang apa? Turun dari mobilku. Kau ini pasti komplotan dua lelaki itu, kan? Kau ingin merampokku?!” ucap Dennis membuka kembali pintu mobil di bagian kursi penumpang yang sudah diduduki oleh Niana.  “Aku mohon tolong bawa aku pergi dari kedua algojo tersebut. Aku akan mati jika tak segera melarikan diri dari sini,” ucap Niana dengan sepenuh hat, agar Dennis mau menolongnya.  “Tak akan! Kau pasti salah satu dari mereka. Setelah aku menolongmu, kau pasti akan memberi tahu di mana kau berhenti kepada kedua orang itu lalu merampokku.”  “Kau bodoh! Jika aku bersekongkol dengan mereka, untuk apa aku minta pergi dari mereka? Kenapa tidak merampokmu di sini?!” ucap Niana Mulai kesal dengan tingkah lelaki asing yang tidak dikenalnya sama sekali. Namun, dia yakin bahwa lelaki ini orang baik-baik walau dirinya sangat angkuh.  “Memang benar juga, sih, tapi, tak boleh asal percaya dengan orang yang baru dikenal. Yang dikenal baik saja bisa berkhianat. Apalagi di negara yang masih asing untukku,” ucap Dennis dalam hati dan teringat lagi perselingkuhan kekasihnya dengan sahabatnya, membuat Dennis semakin benci dengan semua wanita dan persahabatan.  “Ah, terserah! Kau mau naik atau tidak? Biar aku yang bawa mobil ini,” ucap Niana yang melihat dua lelaki tersebut semakin dekat dengan mobil Dennis.  Tanpa menunggu persetujuan Dennis, Niana langsung pindah ke kursi kemudi dan menyalahkan mobil itu. Membuat Dennis yang sedang berpikir dengan otomatis langsung masuk dan menduduki kursi penumpang. Niana langsung menancap gas dan pergi meninggalkan kedua lelaki yang mengejarnya.  “Kau benar-benar gadis gila. Hentikan mobilnya atau aku akan menelepon polisi,” ucap Dennis sambil berpegangan karena laju mobil yang sangat cepat. Bahkan dirinya dan Niana belum sempat memakai seatbelt untuk keselamatan. Niana panik karena takut tertangkap oleh algojo tersebut sampai menge- Mudikan mobil dengan sangat kencang dan tak tahu arah langsung menuju ke arah jalan tol.  “Bisa kau diam dulu, aku tak bisa fokus.”  “Hentikan mobilnya dan aku yang akan mem-bawanya. Kau gadis gila yang kerasukan. Mereka tak akan bisa mengejar mobil yang melaju sangat cepat seperti ini. Bukannya selamat, kau akan mati dan aku tak ingin mati sekarang. Apalagi dengan gadis gila sepertimu,” ucap lagi Dennis untuk membuat Niana berhenti. CIITTT!! Ucapan Dennis ada benarnya juga. Niana menghentikan mobil tersebut dengan mendadak yang membuat Dennis terpentok ke dashboard dan meraung sakit. “Aauuww ... s**t! Keluar dari mobilku sekarang dan cari bantuan dari orang lain! Setidaknya aku sudah membiarkanmu mengemudikan mobilku sampai sejauh ini. Setelah ini urus hidupmu sendiri!” ucap Dennis tanpa belas kasih. “Sekarang kau yang harus kusebut lelaki gila. Kaulihat di mana dan jam berapa ini. Setidaknya aku harus ke tempat orang yang mengenalku untuk meminta bantuan,” ucap Niana tak mau bergerak dari kursi kemudi. “Itu bukan urusanku. Sekarang keluar dari mobilku sebelum aku melaporkanmu ke polisi,” ucap Dennis laggi tetap tak berperikemanusiaan.  “Ya sudah, laporkan saja. Aku memang mau melapor ke polisi dengan apa yang terjadi padaku,” ucap Niana sekarang tak bisa menahan emosinya.  “Oke. Kau akan ke kantor polisi dan kau akan menjadi tersangka pencurian mobil, bukan sebagai pelapor,” ucap Dennis kembali mengancam.  “Huh! Aku tak takut. Jika polisi melihatku dengan memar seperti ini, mereka pasti akan lebih percaya kepadaku,” ucap Niana tak mau kalah.  Dennis baru memperhatikan keadaan Niana yang memar-memar hampir diseluruh tubuhnya. Namun, tetap tak mau menolong gadis tersebut. Dia baru saja mengalami trauma terhadap wanita, apalagi yang tak dikenalnya sama sekali. “Terserah. Jika kau tak mau turun dari mobilku, aku akan...,” jeda Dennis yang mulai memandang Niana penuh maksud. “Kau akan apa?!” Niana menatap manik mata biru Dennis dan melihat Dennis yang semakin mendekatkan diri kepadanya. “Aku akan memperkosamu. Apa kau masih virgin? Aku sangat suka gadis virgin,” ucap Dennis berbisik dan dibuat-buat senakal mungkin untuk Membuat Niana ketakutan. Benar saja, Niana tak rela jika kesuciannya direngkut dengan lelaki asing yang sedang menatapnya dengan liar. Walau lelaki tersebut sangat tampan, tapi tetap saja Niana takut.  “Dasar lelaki tak punya perasaan!” ucap Niana yang akhirnya keluar dari mobilnya. Dennis tersenyum penuh kemenangan sambil keluar dari mobil untuk menuju pintu kemudi.  Niana menutup pintu mobil tersebut dengan kasar. “Semoga hidupmu tenang setelah meninggalkan seorang gadis sendirian di jalan tol pukul dua pagi seperti ini,” ucap Niana selagi Dennis berpindah tempat ke kursi kemudi. Tak mau ambil pusing dengan ucapan Niana, Dennis masuk ke dalam mobil dan pergi melajukan mobilnya tak kalah kencang dari Niana. “Setidaknya sekarang dia sudah jauh dari orang yang mengejarnya tadi, walau setelah ini dia harus berjalan kaki sambil menunggu tumpangan yang mau membawanya ke tempat yang dikenalnya. Keadaannya sekarang persis seperti gelandangan. Entah apa akan ada orang yang bersedia menolongnya dengan penampilan seperti itu,” batin Dennis yang jadi kepikiran dengan gadis tersebut di sepanjang perjalanannya.  Dengan kondisi seperti gelandangan, Niana menapaki jalan tol tersebut dengan terpincang-pincang Sambil menengok-nengok ke belakang. Berharap ada sebuah mobil yang melintas dan bisa dijadikan tumpangannya. Setidaknya dia bisa menemukan taksi jika dia berada di jalan biasa. Sekarang dia merutuki dirinya yang bodoh bersedia turun dari mobil. Namun, karena tadi berpikir takut diapa-apakan juga dengan lelaki asing tersebut, dia memilih keluar dari mobil itu. Saat sedang menengok-nengok ke belakang, tiba-tiba dari arah berlawanan tersorot lampu yang sangat silau. Niana kembali menengok ke depan dan menutup mata dengan lengan agar menghalangi pandangannya yang silau untuk melihat siapa yang menyenterkannya dengan lampu seterang itu. Niana berharap bukan orang jahat yang lain selain yang ada di rumahnya. Semoga Tuhan masih memberikannya keberuntungan setelah kesialan yang dialaminya selama seminggu ini.   **   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN