Tiara Dan Kevin

1851 Kata
Tiara wanita beruntung yang mampu membuat Kevin sebagai sinister hubungan pria dan wanita, mau terikat dengannya. Padahal tidak kudah bagi Kevin terikat dengan wanita, hal itu sebuah langkah yang baru bagi Kevin. Meski dalam hubungannya mereka tak ubahnya seperti friend with benefit, sebab yang terjadi antara mereka hanyalah hubungan seksual semata--- namun Kevin cukup setia pada Tiara. Tak sekalipun ia melihat wanita lain untuk menjadi teman satu malamnya. Hanya ada Tiara dan selalu Tiara yang ia cari. Kevin juga tak ragu mencukupi segala kebutuhan Tiara sebagai model yang membutuhkan barang branded. Tiara seorang model internasional, yang memiliki nama lain Angelica Klody dan memiliki nama Indo Tiara Aliani. Kepribadiannya yang bebas dan kritis menarik Kevin sehingga mereka terlibat suatu hubungan layaknya sepasang kekasih tapi tak berstatus. Angel tidak keberatan akan hal itu karena ia sendiri tak suka terikat. Dia wanita bebas dan akan melakukan apapun yang ia suka tanpa ingin ada yang membatasi. Hanya saja, dirinya yang terjerat dengan Kevin menjadi rantai untuk berhubungan dengan pria lain. Dan jeratan itu juga menimbulkan perasaan lain di hati Angel. Sebuah perasaan yang ia kira takkan pernah ada di hatinya, sebuah perasaan yang membuat siapapun berdenyut dengan cara menyenangkan. Apalagi kalau bukan cinta. Kini karena rasa cintanya, Angel atau Tiara merasakan semacam kekhawatiran atas masa yang akan datang. Dia tidak yakin Kevin akan tetap teguh pada hubungan bersama dirinya sekarang. Ada semacam bisikan yang mengatakan jika Kevin akan meninggalkan dirinya dan itu membuat Tiara takut. 'Aku merasa kau akan pergi dariku Kevin,' batin Tiara. Ia sangat hafal dengan reaksi dari Kevin jika ia tertarik pada sesuatu. Matanya akan berkilau penuh semangat sementara bibirnya akan tersungging ke atas seperti menyeringai. Reaksi itu tanpa sadar Kevin tunjukkan ketika sedang membicarakan Jingga. Kevin tanpa sadar juga terus bercerita tentang Jingga sepanjang waktu dengan dirinya. Tiara pun mengalami dilema dalam menyikapi masalah yang Kevin hadapi. Apalagi Kevin melibatkan gadis seperti Jingga yang menurut pria itu sangat polos. Ia tahu kepolosannya itulah yang menyambar Kevin tanpa pria itu sadari. Tiara ingin menghentikan itu semua. Dia ingin sekali mencegah Kevin melanjutkan rencananya untuk lebih dekat dengan Jingga agar Mei tersakiti, namun di sisi lain ia akan membunuh perasaan Kevin pada dirinya saat tahu jika dia tidak lagi berjiwa bebas dan liar seperti dulu. Kevin tertarik padanya karena dia sangat bebas tanpa batasan apapun. Jika ia kehilangan itu maka Kevin juga akan kehilangan alasan mencintainya. Sementara Tiara galau dengan semua kemungkinan yang terjadi. Kevin, pria itu masih melanjutkan rencananya untuk lebih dekat dengan Jingga merayu Jingga dan mendapatkan gadis itu hanya untuk menyakiti Mei dan membuat wanita itu meminta cerai. Dia memasuki rumah Broto dengan koper besar. Di sini dia ingin membuat Mei lebih tersakiti lagi. Semua itu demi ibunya yang membutuhkan donor ginjal agar tak menjalani cuci darah seumur hidupnya, dan ia bisa bebas dari Mei. Tap. Tap. Pagi ini Jingga dan Mei sudah siap di dapur. Ketika mereka mendengar suara mobil yang berurutan dengan suara pantofel yang mengetuk lantai, keduanya tahu Kevin sudah tiba. Jingga ingin menyambut Kevin, tapi Mei lebih dulu berlari ke ruang tamu dan menyambutnya dengan ribuan persiapan pada penampilan juga make up. Dia merias wajahnya dengan penuh tekat. Sampai Kevin merasa pusing melihat bulu mata yang berlebihan, juga bibir berlisptik merah. Dandanannya yang maksimalis membuat Mei justru jauh lebih tua dari usianya. "Kevin akhirnya kau mau tinggal di sini," ucap Mei. Dia berusaha memeluk suaminya sebagai ungkapan betapa ia sangat bahagia dengan keputusan Kevin. Sekali lagi Kevin menanggapi Mei dengan sikap dingin. Dalam hati Kevin bertanya- tanya sampai kapan wanita ini terus terobsesi dengannya. "Jangan berlebih dan jangan menyentuhku," peringat Kevin. Sekilas ia menatap Mei, dingin dan penuh kebencian yang secara spontan membuat Mei membeku. Kevin yang terhindar dari pelukan Mei tanpa bersusah payah menjaga perasaannya. Dia hanya memperhatikan Jingga yang berdiri di sisi meja makan dan tersenyum tipis. Ada waffle dan martabak telur di sana. Kevin menduga itu semua masakan Jingga. "Apa kamu yang memasak ini semua?" tanya Kevin yang tak pernah gagal menemukan topik pembicaraan dengan Jingga. Dia juga mengirim senyum lembut pada gadis itu. Interaksi mereka mau tak mau membuat Mei terbakar cemburu. 'Sabar, sebentar lagi kau akan jadi milikku Kevin,' batin Mei. Dia masih mempertahankan senyumnya meski terlihat mengerikan. Dan ikut menuju meja di mana Kevin duduk. "Iya, Daddy. Ayo sarapan bersama," ajak Jingga. "Bibi Mei apa kau masih diet atau bergabung dengan kami?" tanya Jingga. Jingga bertekad akan menjaga matanya tetap awas agar Mei tidak bisa melakukan rencananya untuk memasukkan obat ke dalam apapun yang Kevin makan. Mei tertawa geli sambil mengibaskan tangannya. "Oh, aku sudah lama tidak diet Jingga," jawab Mei. Dia menoleh ke arah Kevin, "Aku membuat kopi untukmu. Tunggu sebentar," ucap Mei. Dia menuju ke dapur untuk segera membuat kopi sekaligus menaruh obatnya di cangkir. Dia bahkan tidak menunggu jawaban dari Kevin karena takut ditolak. Jingga yakin Mei akan menjalankan rencananya. Ia menunggu Mei menghilang ke ruang dapur sebelum memberi tahu Kevin tentang rencananya. "Daddy, bibi Mei sedang memberi obat pada Daddy?" Bisik Jingga. Alis Kevin berkerut, dia tidak mengerti maksud Jingga. "Obat apa?" "Ssthh, obat perang---sang." Ucapan Jingga tersendak kala Mei membawa kopi dan teko yang berisi kopi. Cangkir itu sudah berisi kopi panas yang mengepul dimana Jingga yakin jika ada obat di dalamnya. Dia tidak akan mengambil resiko dengan menaruh obat di teko yang bisa saja terminum oleh siapapun. "Cobalah kopi buatanku Kevin, dan aku akan memotong waktu yang aku janjikan padamu selama satu bulan," ucap Mei dengan wajah yang menggoda. Kevin tidak habis pikir Mei akan memberinya obat hanya karena ingin tidur dengannya. Seandainya saja yang memberinya obat adalah Jingga maka ia tidak ragu untuk melemparkan dirinya pada gadis yang menggigit bibirnya karena khawatir itu. Bibir mungilnya memerah dan basah karena dia menggigitnya. Lidah merah mudanya yang mungil juga membasahi bibirnya sebelum ia gigit. "Hm... kenapa kau tidak memberiku susuu juga Mei. Kopi s**u di pagi hari adalah ide yang bagus." Mei menganga senang sekaligus merasa bahagia saat Kevin tidak menolak kopi buatannya. Dia dengan sigap kembali menuju ke dapur untuk mengambil s**u di kulkas. Jingga memanfaatkan hal itu untuk mengambil cangkir yang berisi kopi dan menuangkan ke dalam gelas lalu menyembunyikannya di bawah meja. Kemudian ia menuangkan kopi yang ada di dalam teko, ke cangkir yang kopinya dia sembunyikan tadi. Jingga tidak mengisinya dengan penuh sehingga nampak jika Kevin sudah meminumnya sedikit. "Daddy minum ya biar Bibi Mei tidak curiga." Kevin mengagumi kecerdasan dari Jingga sekaligus curiga bagaimana gadis itu bisa tahu dengan rencana Mei. Padahal dia ada di kantor sepanjang hari. Kevin curiga jika orang - orang di sini setia pada Jingga. Begitu langkah sendal Mei terdengar, Jingga dan Kevin memasang sikap tenang. Jingga bahkan memakan waffle. "Ini s**u untuk kopinya," ucap Mei yang sangat bersemangat. Dia melirik ke arah Jingga seolah mengatakan jika ia tidak dibutuhkan di meja ini. Jingga bersikap seperti ketakutan kala mendapati tatapan mata tajam dari Mei dan mengambil keputusan untuk pamit menuju dapur. "Aku lupa sesuatu di dapur, Jingga akan kesana dulu." Ia memanfaatkan ketidaksukaan Mei atas kehadirannya di meja untuk membuang kopi di bawah meja tadi. Jingga memberi isyarat pada Kevin agar ia mengalihkan perhatian Mei sehingga tidak melihatnya membawa gelas yang berisi kopi. Dia menaruhnya di bawah meja dan tersembunyi di taplak meja berenda sehingga Mei tidak melihatnya. Tapi jika Mei mendekat ke kemungkinan besar ia bisa melihatnya. Kevin mengerti kode dari Jingga dan tidak keberatan bermain dengan Jingga. Kevin berpikir dengan mengikuti apapun yang Jingga inginkan, justru membuat gadis itu berpikir dirinya ada di pihaknya. "Kenapa tidak kau tuangkan susuunya di cangkir ku. Aku tidak terbiasa membuat kopi sendiri," perintah Kevin. Mei jelas sangat senang, ia menganggap tanggapan Kevin sebagai awal yang baik untuk hubungan mereka. "Tentu saja." Ketika Mei sedang berkonsentrasi menuangkan s**u kedalam kopi, Jingga memanfaatkannya untuk mengambil kopi yang berada di bawah meja dan segera menuju ke dapur. Dia terburu - buru menuju ke dapur yang mana langkahnya hanya dilirik oleh Mei dengan sikap sinis. Dia cukup senang Jingga tahu diri dan pergi sehingga tidak mengganggu kebersamaannya dengan Kevin. Dia tidak sadar Jingga menyembunyikan gelas kopi di bagian tubuhnya yang tak terlihat Mei. 'Bagus, rupanya kau cukup tahu diri.' Batin Mei. Dia kembali berkonsentrasi pada Kevin yang mengamatinya meracik s**u kopinya. Mei dengan cekatan mengaduk kopi itu dan memberikannya kepada Kevin agar segera pria itu minum. Dia tersenyum manis kala menyediakan kopi susunya. "Kopimu sudah siap," ucap Mei. Kevin tanpa ragu meminum kopi yang disodorkan oleh Mei. Dia tahu Mei mengamatinya seperti predator yang akan menangkap mangsanya. Dia hanya harus berpura - pura setalh meminum kopinya. "Ugh... kenapa kepalaku pusing ya?" gerutu Kevin. Dia juga tidak ingin ketinggalan dalam permainan yang sudah diciptakan oleh Mei. Diam -diam ia mengintip reaksi Mei kala melihatnya memegang kepala. "Kau kenapa Kevin...?" tanya Mei seolah khawatir meski dalam hati ia bersorak. "Aku tidak tahu, kepalaku sangat pusing." Mei menyeringai diam - diam. Ia menyangka rencananya berhasil. Lll "Daddy kenapa Bi?" tanya Jingga yang baru keluar dari dapur setelah membuang kopi ke wastafel dan mencucinya. Mei bersikap seolah- olah tidak tahu apapun. Dia pun meminta Jingga untuk pergi ke kantor terlebih dahulu agar Kevin bisa beristirahat. "Sepertinya Daddy mu sedang sakit. Kamu sebaiknya pergi ke kantor ya? Jangan sampai perusahaan kembali kacau akibat ketidakhadiranmu di sana." "Iya Bi." Jingga tersenyum diam-diam begitu menyadari jika Kevin ikut-ikutan berakting. Dia pun tidak ragu meninggalkan Kevin bersama dengan Mei untuk menuju ke kantor. 'Semoga kau bisa lolos Daddy,' guman Jingga. *** Begitu ia tiba di kantor, Jingga mendapat laporan jika ketiga orang yang melakukan penggelapan menaruh mobil dari uang penggelapan di parkiran kantor. Mereka juga sudah mengajukan surat pengunduran diri dan pergi secara damai. Mereka tidak menunggu Jingga karena malu. Jingga yang mendengar semua laporan dari Lisa mendesah lega. Beruntung perusahaan ini bisa terhindar dari kerugian. Tidak mudah membangun ekspedisi ini agar bisa berkembang. "Syukurlah semuanya sudah berakhir. " Lisa mengangguk, dia juga senang masalah ini diselesaikan dengan baik tanpa melalui pengadilan yang pastinya akan panjang dan membuang waktu. "Lisa, apa jadwalku hari ini?" tanya Jingga. "Ada pertemuan dengan para sopir jam sembilan Bu Jingga," jawab Lisa. "Setelah itu anda akan menemui plant manager dari perusahaan Pratama yang sudah menggunakan jasa ekspedisi kita. Tentunya ini berkaitan dengan pergantian pemimpin perusahaan HA Ekspres. " "Oh, dengan perusahan Kak Kevin ya? Baiklah. Terima kasih." Lisa mengangguk. "Anda ingin minum apa Bu?" tanya Lisa. Dia bersikap profesional meski tahu umur Jingga berada di bawahnya. "s**u coklat hangat." "Baik." Mungkin ini pertama kalinya ia membuatkan pimpinannya s**u coklat hangat, sebab selama bertahun-tahun dia hanya membuatkan Karim kopi pahit. Tidak pernah terbersit dibenaknya jika dari akan meninggalkan suaminya secepat ini. Dan juga dia tidak menyangka jika penggantinya adalah putri satu-satunya Karim yang sudah lama pergi meninggalkan Jakarta setelah kematian sang ibu. Dia bersyukur karena Jingga yang menggantikan kepemimpinan Karin sebab begitu ia melihat Mei kemarin, Lisa hampir saja tidak bisa menyembunyikan kebenciannya. Siapapun tahu jika wanita ini adalah penghancur keluarga Karim. Melihat Lisa yang meninggalkan ruangannya, Jingga mulai berpikir untuk melanjutkan kuliahnya dari Diploma agar tamat strata satu. Seandainya saja dia tahu jika akan secepat ini menggantikan posisi ayahnya maka dia dulu tidak akan ragu mengambil Strata satu jurusan Manajemen Bisnis, bukannya Diploma tiga. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN