Tiara dan Sinta

1750 Kata
Jingga tidak tahu rencana yang disusun oleh Mei dengan mendatangi club malam. Dia tahu kepergian Mei ke sana bukan untuk hal sederhana seperti menyapa teman lama atau semacamnya. Kewaspadaan perlu ditingkatkan, dan apapun rencana Mei yang membuatnya menyingkirkan bukti pembunuhan yang ia lakukan--- harus ia halangi. Jingga tidak langsung masuk ke kamarnya. Ia Memeriksa kamar Mei melalui CCTV yang berada di kamar almarhum ayahnya. Ia lakukan hal itu untuk mencegah segala sesuatu yang tidak menyenangkan. Tap. Tap. Perlu kewaspadaan tinggi ketika memasuki kamar almarhum ayahnya agar tidak diketahui oleh Mei. Jingga takut jika Mei tahu dirinya sering pergi ke kamar almarhum ayahnya, maka ia akan menyelidiki apa yang ada di kamar ayahnya. Akan sangat berbahaya jika Mei mengetahui ruang rahasia ayahnya yang terdapat monitor pengawas CCTV tersembunyi. Dan itu tidak baik untuknya sedikitpun. Langkah perlahan kaki Jingga, menapak ke lantai. Begitu hati - hati agar tak menimbulkan suara. Setelah menutup pintu kamar dengan perlahan barulah ia meluncur ke ruang rahasia ayahnya. Desahan nafas panjang mengantarkan Jingga ke kamar yang sudah ia bersihkan kemarin. Siap dengan apa yang ia lakukan, jarinya mengikuti arahan otaknya sehingga mulai menyalakan komputer. Tak lama kemudian muncul karakter yang ingin ia sedikit di layar. Mata awas Jingga melihat ke arah wanita yang duduk di balik kaca. Ayahnya memang memasang CCTV dari balik kaca sehingga semua kamar Mei terlihat jelas. Entah apa tujuan ayahnya memasang CCTV di kamar Mei tepat di balik kaca, bukan itu yang perlu ia cari tahu. Mei menatap botol kecil yang Jingga rasa berupa obat. Timbul pemikiran mengerikan di benaknya yang mencurigai Mei ingin meracuninya. Jika begini maka semua rencananya akan hancur dan Jingga lebih memilih untuk mengusir Mei dari pada jadi korban wanita itu. "Oh Kevin, obat ini akan membuat kita bersatu," ucap Mei. "Jangan salahkan aku yang mencampur obat perangsang ini, kamu sich jahat sama aku." Jingga memperhatikan Mei seperti orang gila yang berbicara sendiri. Dia bahkan memajukan bibirnya cemberut seolah apa yang ada di depannya benar - benar Kevin. "Cinta memang membuat orang bisa gila... " guman Jingga. 'Sangat mengerikan, demi mendapatkan Kevin dia bahkan rela memberi Kevin obat perangsangg." Jingga agak ragu harus memberi tahu Kevin atau membiarkan semuanya terjadi apa adanya. Ia merasa jika hubungan Kevin dan Mei bukan menjadi urusannya. Pria itu seksi dengan aura dinginnya, menarik tanpa perlu bersusah payah merayu. Tak mengherankan jika Mei berusaha merayu sang alfa agar bisa memilikinya selamanya. Keputusan Jingga membiarkan Mei melalukan rencananya kandas kala ia mengingat makan siangnya. Sekilas ia mengingat sentuhan jemari Kevin di bibirnya saat makan siang. Rasanya ia tak bisa melupakan betapa besar dan hangat jari tangan seorang pria. Begitu nyaman dan menawarkan perlindungan. 'Apa yang aku pikirkan. Ingat tujuanmu yang sebenarnya Jingga,' batin Jingga. Jingga sudah cukup dengan informasi yang ingin ia ketahui. Seperti saat ia masuk ke kamar ayahnya, dia juga keluar dengan langkah berhati - hati sampai tiba di kamarnya sendiri. Di sana ia bisa memikirkan semuanya lebih tenang. Aku akan bersamamu Jingga... Tenang lah... Kembali Jingga terganggu oleh suara dan ekspresi wajah Kevin siang ini. Suaranya yang dalam tak pernah gagal membuatnya seluruh tubuhnya bergetar. Dia benar - benar pria yang bisa mengacaukan pengendalian wanita, terutama gadis jomblo akut sepertinya. Ddrrt. Drrrt. Nada is Calling. Telepon Nada seperti angin segar bagi Jingga. Dia bisa membicarakan rencana Mei yang akan memberi Kevin obat perangsangg, pada Nada. "Halo, aku senang kau menghubungiku Nada, kau tahu aku menemukan hal mengerikan hari ini?" "Apa itu? Apa ada kaitannya dengan si seksi Pratama?" jawab Nada antusias. "Itu bukan menjadi bagian yang mengerikan, " jawabku cepat. Sebab Kevin memang menjadi bagian terbaik yang aku lalui hari ini. "Dia pasti menjadi bagian terbaik yang membuat sesuatu di antara kedua kakimu kesemutan." Kali ini Nada yang memotong ucapan Jingga. "Aku tidak membantahnya," jawab Jingga. Suaranya bergetar menahan perasaan yang mulai menjerit meminta pembebasan dari penyangkalan. "Oho, kurasa kau harus menjalankan rencana merebut pria itu secepatnya dari Mei, Jingga. Jangan sampai dia diembat gadis lain di luar sana." Nada benar, jauh di lubuk hatiku memang menolak keras pria itu dimiliki wanita lain. Seandainya itu terjadi maka aku akan menjadi wanita yang patah hati. Dan pada kenyataannya aku sedang mempersiapkan jalan kami agar bertemu dan menjalin hubungan senatural mungkin. Ditambah niatanku juga untuk membuat Mei menjadi gila karena cemburu. Semua itu perlu perencanaan yang matang dan bertele - tele. "Nada, lupakan itu sejenak. Tadi pagi aku mendapati penggelapan dana perusahaan. Beruntung Kevin membantuku sehingga masalah ini tidak berkembang jauh." "Oh pahlawanmu beraksi ya? Nada apa kau sama sekali tidak sadar jika pria itu tertarik padamu. Semua yang ia lakukan menunjukkan dengan jelas jadi jangan menunggu lagi. Kau tahu aku hampir mengalami serangan jantung saat kau bilang ada penggelapan dana." "Yah." "Mereka benar- benar kejam. Bagaimana bisa orang - orang itu mencuri di tempat mereka mencari uang yang sudah menghidupi mereka." "Itulah. Sebuah kejutan yang tidak menyenangkan juga baru aku dengar. Apa kau tahu, nenek lampir itu membeli obat perangsaang agar bisa begituan sama Kevin. Mang Asep memberi tahu aku tadi." "Hah!" Suara teriakan Nada terdengar memekakkan telinga. Jingga sampai menjauhkan telinganya dari telepon. "Benar - benar nenek mesumm. Kau harus mencegahnya Jingga. Keenakan tuh si nenek kalau dapat pangeran Pratama. Cowok super semuanya seperti dia jangan kau biarkan terjebak. Berjanjilah padaku Jingga," ucap Nada. Jingga memang sependapat dengan Nada, tapi alasannya bukanlah karena tidak ingin Mei mendapatkan Kevin yang memiliki semua yang dibutuhkan pria untuk menjadi pusat rasa iri pria lain. Melainkan karena ia tidak yakin hatinya sanggup menerima jika Kevin tidak lagi memperlakukannya istimewa. "Aku tahu apa yang harus aku lakukan Nada. Kau tenang saja." Jingga diam - diam tersenyum. Rupanya percakapan dengan Nada mulai menyadarkannya satu hal, yaitu ia memang memiliki perasaan istimewa pada Kevin. Dengan tumbuhnya perasaan Jingga pada Kevin maka menyempurnakan rencana Kevin. Rencana menyakiti Mei dengan menggunakan Jingga berjalan dengan baik berkat tumbuhnya perasaan pada hati Jingga. Bagi Kevin membuat wanita polos yang tak pernah bergaul dengan pria bukan hal yang mustahil. Wanita seperti apa yang takkan tunduk padanya. "Kevin, aku tidak mendengar kedatanganmu," ucap seseorang yang hanya memakai lingerie seksi berwarna merah. Wanita itu menyeringai manis sembari memamerkan tubuh ala balerina yang ia miliki. Meski Kevin adalah pria yang menganggap wanita semua sama, tapi ada satu orang yang sangat ia cintai. Dia adalah Tiara. "Usai mengantarkan Jingga aku langsung ke sini tapi kau masih mandi. Bagaimana dengan kondisimu?" Tanya Kevin. Tiara wanita cantik yang juga anak keturunan Philipina. Dia tidak memiliki kulit yang terlalu putih tapi memiliki wajah dan postur yang seksi. "Aku merasa kasihan pada gadis itu. Kenapa tidak kita umumkan saja hubungan kita di depan Mei jika ingin membuatnya menderita?" "Kau tahu itu tidak mungkin. Demi ibuku aku harus bertahan dengan pernikahan menyedihkan itu." Tiara memiliki kekhawatiran jika Kevin akan tertarik pada Jingga. Gadis itu memiliki kombinasi sempurna untuk menarik perhatian pria manapun. Terutama kepolosannya. "Tapi Kevin..." "Sstth..." Kevin menutup bibir Tiara dengan bibirnya. Menikmati kelembutan bibir ranum yang ia sukai sejak dulu. Kepiawaian Kevin dalam mencumbunya membawa Tiara bungkam dari protesnya. Tidak ada yang bisa bertahan dengan rayuan dan tatapan Kevin yang luar biasa. Begitu pula Tiara. Dua orang itu terus bergumul tanpa perduli dengan apapun. Keegoisan Kevin tidak memiliki perasaan. Dia tanpa ragu membuat sebuah permainan yang menyakitkan siapapun yang ada di dalamnya, termasuk dirinya sendiri. Esok hari, Kevin bangun lebih pagi dari Tiara. Karena tidak tega membangunkan wanita kecintaannya, Kevin hanya memberikan note pada Tiara. Demi mempermudah rencana aku akan menginap di rumah Broto. Usai memberikan note itu, Kevin menuju ke lift yang membawanya ke lobi apartemen. Dia pulang terlebih dulu untuk menemui ibunya. "Selamat pagi Tuan Kevin," sapa Jono. Kevin mengangguk dan membalas sapaan Jono. "Selamat pagi Bang Jono. Ibu mana?" "Dia berada di taman samping tuan." "Oh, ya sudah aku akan mandi dan menemui ibu. Siapkan pakaianku di tas ya, aku akan menginap di rumah Broto." "Iya Tuan." Sebenarnya ibu Kevin tidak berada di taman. Dia segera meminta pelayan pribadinya menyambut kedatangan Kevin. Akan tetapi begitu ia mendengar anaknya akan menginap ke rumah Broto, Sinta menyuruh pelayannya yaitu Ida berhenti mendorong kursi rodanya. 'Demi aku kamu mau menikah dengan wanita seperti itu Nak.' Dia jadi teringat beberapa bulan yang lalu ketika Mei datang ke Singapura saat ia berobat. Wanita itu seolah mengetahui menyakitnya dan menawatkan suatu kesempatan. Flashback On. Mei datang dengan gaya yang menakjubkan. Dia segera menuju ke arah Sinta yang hanya duduk di kursi roda dan memegang perutnya. Di sisinya ada Kevin yang terus memberi semangat pada Sinta. "Kalian sepertinya membutuhkan ginjal yang cocok untuk nyonya Sinta, kan?" tanya Mei. Kevin yang pernah melihat Mei akhirnya membuang sifat dinginnya. Apalagi wanita itu datang dengan hal yang membuatnya tertarik. "Benar... Bagaimana kau tahu?" tanya Kevin. Mei awalnya tampil seperti malaikat yang datang dari surga. Dia seolah menawarkan suatu penyelesaian masalah dari Sinta. "Kebetulan aku mendengar percakapan seorang dokter. Dan aku memiliki seseorang yang mau menjual ginjalnya tapi tentu saja dengan biaya yang mahal." "Aku tidak perduli. Katakan saja siapa?" desak Kevin. "Kau sama sekali tidak basa basi ya tuan. Aku akan memberi tahumu siapa dia asal kau mau menikah denganku. Aku ingin kita membuat perjanjian di depan hukum." Kevin tidak memiliki firasat yang baik, tapi dia juga tidak memiliki pilihan. Ia tidak sanggup melihat ibunya cuci darah seminggu sekali. "Katakan apa yang kau inginkan?" "Kau harus menikah denganku," jawab Mei tanpa ragu. Dia kemudian memberikan surat perjanjian pada Kevin. Di sana tertulis jika Mei akan memberi tahu identitas orang yang menjual ginjalnya jika pernikahan mereka sudah berjalan enam bulan. Jika sampai Kevin meminta cerai sebelum 10 tahun pernikahan maka Kevin harus menyerahkan semua aset perusahaannya pada Mei. Jika Mei melanggar janjinya maka ia akan membayar denda sekaligus dituntut atas tuduhan penipuan. Di situlah, Kevin menyadari kelemahan perjanjian yang Mei berikan. Di sana tidak tertulis jika Mei yang meminta cerai terlebih dahulu maka dirinya akan memberikan kompensasi. Jadi Kevin tidak akan memberikan Mei apapun jika wanita itu meminta cerai lebih dahulu. Flashback Off. Mengingat hal itu Sinta menyesal tidak menghentikan perjanjian itu. Dia sadar jika sudah berumur jadi tidak perlu ginjal lagi. Dia bahkan ingin menjalani hari tua apa adanya dan berbahagia melihat Kevin menikah dengan wanita yang ia cintai. Sayangnya semua sudah terlanjur dan Sinta hanya bisa menyesalinya. 'Maafkan ibumu Nak. ' Dia tidak bisa tidur nyenyak akibat pernikahan putranya dengan Mei yang pernah menikahi pria paruh baya. Apalagi wanita itu merebut pria tua yang bernama Karim dari istrinya sehingga rumah tangganya hancur. Sinta memiliki firasat jika Mei bukan wanita baik. Mana ada wanita baik - baik yang mengejar pria lain sebelum dua minggu meninggalnya sang suami. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN