Bab 1. Awal Mamaku Reina Terkena Stroke
Namaku Rianti Putri Anggoro, hidupku buat aku terkadang terasa semerawut kata orang Jawa bilang semenjak, mama aku Reina terkena stroke dan papa aku juga terkena diabetes basah, sehingga kakinya bengkak dan basah sehingga menjadi susah keluar kemana – mana, seiring dalam waktu yang bersamaan pun, suasana di rumah menjadi ruwet bagiku, lagi – lagi membahas tetangga, yah walau pun, bagiku terasa aneh, mereka mengapa menyarankan untuk mencari asisten rumah tangga, seolah tidak mau membantu namun, aku pikir, ada benarnya, juga hal – hal kecil yang semestinya di lakukan oleh orang di rumah, menjadi tidak bisa di lakukan, dan sementara belum ada asisten rumah tangga, tetangga ujung – ujungnya akhirnya mau membantu karena memahami, keadaan di rumah seperti apa, aku tahu siapa dalang di balik semua ini, dan aku tahu apa tujuan si pelaku, tersebut, membuat keluargaku menjadi seperti ini, aku tahu dia ingin merenggut kebahagiaan kami semua, namun aku anak tunggal dari keluarga Reza Anggoro tidak tinggal diam, atas apa yang menimpa kami semua ini, dan aku tahu sebelum mama aku Reina kena stroke dan sebelum semuanya, ada sepupu aku bernama, Tania, dan waktu itu dia sering menginap di rumah aku, kejadiannya memang tidak lama dari tahun, di mana awal tahun itu, adalah tahun musibah bagi kami sekeluarga, namun sebelumnya, itu sebuah pertanda bagiku, ada sesuatu yang akan terjadi.
Aku lanjutkan ceritaku, mengenai sepupuku itu, yang bernama Tania, yah perlu di akui, kalau menurut aku dia adalah sosok artis gagal namum bergaya sombong, dan boleh di katakan justru dia yang sebenarnya pansos, atau mau panjat sosial, ada orang bilang, mulut itu cerminan diri sendiri, sikap dan semua yang menempel di dalam diri, dan di tunjukkan kepada orang lain, itulah sifat karakter asli kita, yang tanpa sengaja, orang menilai akhirnya tahu, sifat asli kita, dari itu semua.
Aku memang seorang penulis, Penulis Novel, bukan soal sombong tapi ini bicara kenyataan, dan bukan soal mau pamer atau show off tapi kenyataan, aku tidak pernah berkata, mengada – ngada, dan mengarang cerita tentang apa yang di lakukan, oleh kita semua, namun wajar saja, kalau seorang Penulis itu banyak ketemu orang lain karena dari pekerjaannya, yang memang berdasarkan orang yang beli novel itu berapa banyak, Novel pertamaku, berjudul Hani sudah masuk toko buku Singapura dan aku mendapat uang 15 juta dari sana, selain itu, aku bersahabat dengan seorang artis host acara program Tv Kebajikan, dan Tania, memang seolah seperti orang kesurupan, semenjak dia tahu, aku dan keluargaku ada hubungan dekat dengan host tersebut, bernama Irfan, dia membuat karangan cerita sendiri, seolah aku dan Irfan, bukanlah hubungan baik, padahal Irfan adalah sahabat aku, Irfan Sandika, itu nama lengkapnya, dan siapa yang tidak tahu dirinya, yang juga seorang Indigo, bagiku, masalah netizen, dengan Irfan, adalah masalah pribadi, namun mengapa, orang yang membenci dia, atau hatters, selalu saja membawa – bawa aku juga, padahal apa urusannya denganku, apapun yang Irfan katakan, padaku dan komunikasi kita selama ini juga benar adanya, Irfan pernah bilang padaku, kalau kita seperti keluarga sendiri, aku sudah di anggap sahabat sejatinya, namun Tania yang tahu dan mendengar semua itu, membalikkan fakta, seolah omongan itu tidak pernah ada dan hanya karangan aku saja, aku di katakan, olehnya, hanya melebih – lebihkan keadaan, karena mau show off sebagai penulis yang belum di kenal, bahkan membuat fitnah, kalau Irfan sebenarnya di kejar – kejar olehku, omongan tersebut memang tidak ada bukti, namun karena Irfan adalah sosok artis terkenal kadang ada orang yang justru terpengaruh oleh omongan Tania.
Kesabaranku sudah habis, pada waktu itu, Tania datang ke rumah, bawa donut, aku tahu ini hanya akting, aku tahu ini bukan suatu ketulusan hati untuk berbuat kebaikan kepadaku, dan aku tahu ini hanya pura – pura, dan aku tahu tujuannya, cari muka, agar aku di tuduh oleh mama aku, memusuhi saudara, padahal justru mama aku itu membela aku, atas semua ini.
“Kak Rianti ini ada donut buat mama dan papa yah”, katanya berpura – pura baik, emosiku sudah meninggi aku lempar makanan itu di depan wajahnya, hingga dia melotot, aku tidak akan pernah menyakiti siapapun, kalau bukan orang itu sendiri menyakitiku, dan aku bisa menilai hati seseorang mana yang baik dan yang buruk, karena aku orang yang tulus dengan semua, bahkan persahabatanku dengan Irfan bukanlah karena aku ingin di puji, Penulis punya sahabat arti, tapi karena ketulusan hati.
“asal kamu tahu yah Tania, aku sama Irfan itu benar – benar sahabat baik, terserah kamu mau memandang apa, terserahhhhh yahhhh, mau menilai apa, tapi aku bukan bela siapapun itu, urusan kamu benci sama dia, juga, bukan berarti kamu mau mengatur hidup aku seenaknya dan keluargaku, dan kamu itu siapa, cuma saudara bukan orang tuaku, sekaligus kamu perlu tahu kamu nginap di sini gratis” !!!!! bentakku keras.
“Kak, aku enggak pernah bahas apapun tentang Irfan lho kak”, katanya dengan gagap, dan orang yang merasa dirinya bersalah memang akan bereaksi ketakutan, karena menutupi kesalahannya.
“Kakak emang fans dia kan”, katanya kemudian dengan cengiran mengejek, seolah tidak percaya atas hubungan baik ini, dan memandang remeh diriku, aku sudah tidak tahan dan.
“Prakkkk”, tanganku melesat di pipinya, aku merasa sudah di rendahkan juga harga diriku, bahkan keluargaku di injak olehnya, suara – suara keras, dari luar kamar, orang tuaku, membuat mamaku akhirnya keluar kamar, untuk tahu apa yang terjadi, aku ceritakan ini semua padanya, Tania malam itu juga, di usir dan di tutup pagarnya, kalau sampai dia ke rumah lagi, kami semua sudah merasa di hina olehnya, tapi berbeda dengan apa yang di rasakan Tania, karena adalah orang yang penuh kebusukkan, hal itu bukanlah menyadarkan kesalahannya, dia malah menginjak tablet aku untuk menulis seolah dirinya merasa benar, sehingga papa aku juga ikut turun tangan, melawan anak ingusan tapi kurang ajar itu, dan memang sejak itu mama aku stroke, diam – diam, Tania bermain dukun, untuk menghancurkan keluargaku, bahkan dia membuat fitnah dengan keluarga besar lainnya mengenai kejadian ini semua, dia memutar balikkan cerita.
Hebat orang yang memang jahat memang hebat untuk akting, tapi asal tahu saja, kebaikan tetap akan menjadi pemenangnya, karena berjalan atas nama Allah, bukan setan, sisa dendamku masih mengeram dalam otakku, mengenai Tania, meskipun aku sudah tidak pernah menghubunginya lagi sejak saat itu.
Pagi itu, rumah kami kedatangan seorang tamu, perempuan bernama Dian sebagai fisioterapi mamaku, dan itu adalah orang bawaan dari sepupuku Gina, mengakunya, dia adalah orang yang kenal dekat Gina dan keluarganya tapi entah benar atau tidak, aku merasa suasana rumah semakin terasa aneh, semenjak kehadirannya dirinya, memang dia terlihat baik, tapi aku juga merasa ada yang janggal dari gerak – gerik posturnya, terkadang aku mencurigai apa yang sedang di lakukannya, selain fisioterapi, karena semenjak ada dia pun, keluargaku terasa aneh bagiku, sikapnya sudah berubah, mereka menjadi berbuat kasar, dan bicara menyakiti perasaanku, bahkan menyinggung, sudah hilang rasa menghargai dan segan kepada mama dan papaku, walau masih terbentuk sedikit, sudah hilang rasa segan juga kepadaku di depan orang tuaku, untuk berbuat sesuatu, kadang malah keadaan mereka di jadikan, kambing hitam oleh mereka, semua untuk mulai untuk mengatur kehidupan kami, sebenarnya berkali – kali, aku ingin bicara pada papa, atau mama, namun kadang waktunya belum tepat, aku merasa tertekan dengan ini semua.
Pada akhirnya, aku menghubungi Irfan, aku menelepon Irfan ini bukti aku memang bersahabat dengan Irfan, karena cuma aku yang di kasih kontak nomor w******p pribadinya, dengan cepat Irfan mengangkat teleponku, dan bibirku terasa ngilu tidak tahu, harus ngomong apa dengannya.
“Halo asalamualaikum”, kataku dengan suara terputus karena serak habis menangis.
“Walaikumsalam Rianti kamu kenapa”,? Irfan bertanya dengan suara perhatian, dan nada suaranya juga terdengar cemas.
“Aku enggak tahan kalau begini terus, aku mau cerita soal orang fisioterapi mamaku, itu yang namanya, Dian, aku merasa ada yang jangga dan aneh dengan sikap, dia enggak tahu gimana, aku merasa Dian kadang mencurigakan buat aku”, kataku.
“Malam ini, kamu ada syuting enggak aku mau ke rumah kamu”, ? tanyaku kemudian.
“Aku pas di rumah sekarang, yah sudah aku tunggu yah sekarang”, jawab Irfan.
Aku mematikan, telepon, dan memasukkan Hp ke dalam tas, lalu mengganti bajuku, dengan kaos berwarna putih serta celana jeans biru tua, dan kemudian menyisir rambutku, yang pendek lurus seleher, lalu menyemprot parfum, dan berjalan keluar rumah, hampir lima menit, aku belum mendapat taksi yang berhenti di tengah jalan, sampai akhirnya, aku berjalan, ke arah, Burger King yang dekat rumahku, dan ku menemukan taksi biru di sana.
“Pak Perumahan Pesona Indah yah”, kataku.
“Iyah mbak”, katanya sambil melajukan mobilnya, di dalam taksi, aku menerima pesan w******p dari Irfan.
“Rianti, aku juga mau ngomong sama kamu, tentang, Tania sepupu kamu itu”, kata Irfan.
“Aku melihat sesuatu dari dia”, kata Irfan kemudian.
“Aku juga lagi on the way ke rumah kamu, lagi di taksi”, kataku.
“Aku tunggu, sekalian nih aku lagi bikin nasi goreng nanti kita makan sama – sama di rumah yah”, kata Irfan, mengakhiri obrolan di pesan w******p.
Di dalam taksi itu, lamunanku mulai menjagaku, aku terbayang oleh masa lalu, sebelum semua ini, bayang – bayang tentang perseteruanku dengan Tania, yang masih menghiasi kedua mataku, aneh, memang sepertinya dia pun hadir ke rumah, untuk cari masalah, memang pada saat itu, dia sedang memakai Hpku, dan dia bertanya.
“Kok bisa yah punya nomor w******p Irfan Sandika”, katanya.
Dia seperti tidak percaya dengan apa yang di lihatnya, di kira, aku ini minta – minta, dengan mengemis, karena ingin berandai – andai yang tidak – tidak dengan Irfan, selalu saja, yang ada dalam pikiran Tania adalah tentang kejelekkanku, bahkan mencari celah di mana di mana ada kesempatan, aku akhirnya pun, menjadi terpikir, jangan – jangan Tania punya tujuan tertentu nantinya.
Tidak terasa, aku sudah sampai di depan rumah, Irfan, aku berdiri di depan pagarnya yang tinggi, sambil mengambil Hp dari dalam tasnya, dan menelepon Irfan, baru saja menelepon aistsen rumah tangga Irfan yang bernama Inem, sudah membuka pintunya lebih dulu.
“Oh ada, mbak Rianti, masuk mbak”, kata Inem.
“Irfannya di rumah kan mbak”, kataku.
“Iyah udah nunggu dari tadi”, kata Mbak Inem, aku berjalan ke arah ruang keluarga yang letaknya posisinya, dekat dengan kitchen set dapur, di sana, terlihat Mama Vina orang tua Irfan sedang mengobrol dengan Irfan, aku sudah menebak apa yang mereka bicarakan, pembahasan masalah fans – fans yang beragam orangnya karakternya, tetapi ini pembahasan, membuat aku memicingkan mata untuk mendengarkan karena ada sangkut pautnya denganku.
“ngomongin si Delia”, ? aku yang tanpa sengaja mendengar ikut menyebut nama fans Irfan tersebut, yang bernama Delia, aku sudah tahu cerita banyak mengenai Delia, meskipun hanya berapa persen saja yang aku dengar, Imagenya menurut kata Irfan tidak baik dalam grup, yah aku sendiri pun, juga merasakan keanehan sikap Delia, dia meremehkan aku mengaku sahabat Irfan, padahal aku bukan asal ngaku – ngaku ini berdasarkan apa yang di katakan oleh Irfan sendiri yang memang bilang aku ini sudah di anggap sahabatnya, Delia meremehkan aku karena Irfan memasukkan aku di grup tersebut, menurut Delia, katanya kalau Sahabat kenapa Irfan memasukkan aku di grup fans dia, tetapi satu hal yang orang lain tidak tahu, kalau aku punya nomor kontak pribadi, Irfan, dan sebenarnya Irfan sendiri memasukkan aku di grup itu bermaksud untuk aku sekedar baca Info saja.
“Ini nasi gorengnya sudah jadi”, kata Irfan menaruh piring di depanku.
“Lebih baik memang kamu enggak usah berhubungan dekat atau kalau perlu enggak perlu sama sekali berteman sama fans aku, kamu itu kan udah aku anggap sahabat, dan saudara sendiri juga keluarga sendiri juga, aku takut nantinya menimbulkan masalah, karena kalau fans orang di luar sana, lebih memandang sebelah mata di bandingkan sahabat, umumnya konotasi orang kalau fans itu adalah orang – orang yang Cuma mengidolakan, orang yang memuja, orang yang enggak selevel, padahal kita saling kenal itu karena satu misi, walau beda profesi, bukan maksud aku, untuk membedakan derajat manusia, derajat manusia itu sama saja, di mata Allah”, kata Irfan.
“Yang aku tahu konotasi, fans di mata orang luar, mereka itu orang – orang yang terlalu fanatik, tapi itu penilaian hatters saja, tapi sebenarnya menurut aku, penilaian itu sendiri, karena terlahir adanya dari kelakuan mereka sendiri, yang bukan menjaga nama baik idolanya, Irfan, intinya aku berkomunikasi dengan kamu, sudah seperti saudara, kita bukan fans dan idola, tapi sahabat, kamu sendiri yang pernah bilang itu sama aku, aku mengenal kamu, bukan karena mengidolakan, tapi karena jalan Allah yang mempertemukan kita untuk jadi sahabat dan saling bantu satu sama lain, kalau suatu saat nanti saling membutuhkan”, kataku.
“Masalah fans aku terus – terang, aku tahu banyak tentang mereka, terutama yang nama Delia, kadang dari mereka hanya orang – orang yang mencari kesempatan untuk mencari uang, orang – orang yang memanfaatkan grup untuk kepentingan pribadi, tapi enggak memikirkan keadaan orang lain, kadang nama aku jatuh jujur itu malah dari fansnya sendiri, karena mereka sering memberi kesan aku orang yang tidak baik, dan mengajarkan yang enggak – enggak pada mereka, namanya orang memuja beda dengan menyayangi, dan yang aku miliki saat ini, sejak aku kenal kamu, adalah kasih dan sayang, yang sebenarnya hal itu yang aku butuhkan dalam hidup, bukan di idolakan oleh orang lain melainkan di sayangi, dan itu lebih berharga artinya untuk aku daripada di idolakan, aku juga jadi artis karena usaha dan kerja keras, dan apa yang ku raih saat ini, aku juga hanya manusia biasa saja juga”, Irfan bercerita panjang lebar tentang dirinya.
“Dan satu hal aku mau buka – bukaan soal Tania, aku tahu orang itu memang dia punya tujuan yang enggak baik, dia mau kuasai hidup aku, bahkan bisa jadi nanti harta kamu juga, tapi juga dengan mengompori keluarga yang lain, dan dia mau menjelekkan nama baik kamu juga, semuanya apa yang membuat kamu bahagia mau di rebut itu yang aku lihat dari misinya selama ini”, kata Irfan.
Aku hanya terdiam, tertegun dan ingatan aku kembali lagi, pada masa itu, di mana yang di lakukan oleh Tania pada saat di rumahku, adalah menjeblak pintu kamar, ketika, mama dan papa sedang nonton acara Kebajikan, ini masalahnya bukan suka atau tidak suka, tapi sudah tidak punya tata krama lagi di rumah, wajar membuat kami sekeluarga naik darah, tetapi orang yang memang merasa dirinya salah, dan merasa dirinya benar, akan sepintar mungkin untuk menutupinya, bahkan memojokkan korbannya, seolah dirinya orang yang bersalah, dan orang berpikir negatif terhadap orang lain, padahal tidak mungkin, ada asap, ada api juga.
“Aku sudah benci sama Tania”, !! sentakku, dengan nafas tersenggal karena emosi mengingat nama dan terbayang wajahnya.
“Sudahlah, semua orang punya karmanya masing – masing”, Irfan menasehati diriku.
“Masih jam segini, kamu mau ngopi dekat sini ada warung kopi 24 jam”, kata Irfan.
“Iyah boleh, ayuk”, !! seruku.
Kami berdua meninggalkan rumah, dan Irfan memang punya motor satu di rumahnya, untuk jalan yang dekat – dekat rumah saja, aku memegang erat pinggang Irfan di boncengannya, dan dia mengendarai motornya dengan kecepatan tidak terlalu mengebut.
“Oh yah, Rianti kamu mau enggak jadi bintang tamu aku”, ? tanya Irfan.
“Buat acara Kebajikan, sekali – kali bintang tamunya seorang penulis, kamu kan sudah pernah juga ikut syuting sebelumnya di program aku sebelum acara yang sekarang ini”, kata Irfan lagi.
“Dengan senang hati aku mau dong tawarannya, besok jam berapa”, ? tanyaku.
“Kamu siap – siap aja nanti jam 2 siang oke”, jawab Irfan.
Aku melihat jam di layar Hp, sudah menunjukkan pukul 8 malam, dan aku berpamitan dengan Irfan, aku berniat untuk naik taksi, tapi Irfan mau mengantarku sampai ke rumah, akhirnya aku dan Irfan kembali ke rumah Irfan untuk Irfan mengambil mobilnya, dan di antar juga dengan supir pribadinya yang bernama Fikri, aku duduk di jok belakang, sambil menyandarkan bahuku, aku mulai berpikir kembali, tentang apa yang di bahas oleh aku dan Irfan masalah fans – fans itu dan juga Tania, aku jadi teringat Tania pernah berkata seperti mengancam diri aku.
“Asal kakak tahu yah, aku punya teman orang studio Tv tempat program Kebajikan acaranya Irfan itu”, katanya, dan entah apa maksudnya, sepertinya, dia punya niat yang sangat buruk dari sana, terhadap diri aku juga utamanya.
“Kamu tahu enggak Ri”, tiba – tiba saja menegur aku.
“Netizen itu asalnya dari fans aku, yang sering banget suka show off di media sosial tentang pemberitaan diri aku, terutama yang jelek – jelek juga, hal itu yang memicu mereka untuk berkomentar macam – macam, apalagi kalau yang jelek – jelek, orang luar mana tahu, dan kadang bikin status untuk memancing orang lain berkomentar, sikap mereka, seolah hanya untuk di puji diri sendiri juga sebagai idola aku, padahal untuk aku sendiri, untuk apa juga mereka melakukan hal itu, hanya kerena juga terpancing emosinya, karena adanya komentar buruk atau hinaan dari mereka, aku tahu mereka bersifat membela, tapi apakah artinya jadi membela, kalau justru hal yang di lakukan mereka malah semakin menjatuhkan, atau memang sengaja memang ingin pamer karena tergabung dalam grup fansnya aku, aku tidak habis pikir, dengan pemikiran para grup fans tersebut, aku di sana sebenarnya juga ingin memberikan pemasukkan juga kepada aku sendiri, kenapa harus aku juga di masukkan ke grup orang tersebut, sudah cukup aku punya kontak pribadi whatspp kamu, tidak perlu yang lain, aku pusing membaca chattingan orang yang di bahas itu berakhir dengan ricuh, yah kamu pun juga membela aku kadang sampai mati – matian, tapi aku tahu kamu membela aku sebagai sahabat, yang memang merasa sudah kenal aku seperti apa di banding orang lain, meski kadang karena adanya hal itu semua di kira sama orang lain, orang luar yang tidak tahu apa – apa tahu sok tahu tentang tindakan kamu , dan yang tahu dan yang rasakan itu aku sendiri dan kamu pribadi sikap mereka pun tidak jauh berbeda dengan keluarga kamu juga”, kata Irfan.
Padahal mereka, tidak tahu, apa yang aku pikirkan tentang Irfan sebenarnya, aku berpikir Irfan sudah seperti keluarga sendiri tidak lebih dan kurang itu saja, bukan karena aku ada maunya, seperti orang – orang itu, karena hanya ingin Irfan memuji sikap mereka, yang baik, di depan Irfan, aku sudah tahu itu tujuannya terkadang yang aku lihat dari fans Irfan, sedangkan aku sahabat, dan jangan sebut aku fans, aku berkenalan dengan cara yang berbeda, dengan Irfan, aku mengenal Irfan adalah sebuah kebetulan karena dia membeli novel pertamaku, bukan karena aku tergila – gila padanya.
Tapi kadang, orang yang memiliki prasangka buruk terhadap orang lain, akan mengira macam – macam ini semua, tapi semuanya sudah aku serahkan pada Allah, dan Allah yang maha tahu segalanya, termasuk dalang di balik mama aku kena stroke.
“Rianti, aku mau cerita kronologis tentang Tania lagi”, kata Irfan.
“Waktu pas abis di usir dari rumah kamu, dia tuh ke Palembang untuk cari dukun di sana, dan dia mengadu dengan mamanya yang macam – macam tentang kamu, katanya gini, keluarga kamu itu orangnya lebay baru masalah begitu saja, udah di dramatisir, dan kalian di anggap sombong karena adanya kehadiran aku di antara kalian, tapi aku enggak masalah akan itu semua, yang bisa lebih tahu segalanya itu Allah, dan sekarang apa yang kamu rasain ke aku, dan apa yang kamu rasain slama ini ke aku, apakah kita pernah punya masalah dan jadi ribut, selama ini kita damai – damai saja, dan aku enggak pernah ada masalah sama kamu kan juga, yang emang nyakitin hati kamu”, kata Irfan.
“Aku tahu hal itu”, kataku dengan suara serak, dan air mataku menetes, karena sudah tidak mampu lagi untuk menahan apa yang aku rasakan dalam hati.
“Aku emang enggak pernah, ada masalah apapun sama kamu, Irfan, tapi yang jadi masalah, justru entah kenapa, aku mulai punya perasaan enggak enak dengan orang di sekitar kamu terutama fans kamu, dan sekarang, aku tahu semuanya, dan aku tahu apa yang selama ini tertutup sekarang sudah terbuka, dan hal ini adalah pelajaran hidup buat aku, walau aku tahu itu sakit, dan entah kenapa rasanya, jadi sahabat kamu harus banyak cobaan”
“Pastinya, kamu tahu kan apa yang aku pikirin soal, Tania, dia itu emang sengaja pengen tahu, apakah benar sahabatan sama kamu, karena dia berpikir mama kamu itu gila cerita aku ini sahabat kamu, dan dia emang mau kuasai hidup kamu, sebenarnya itu yang aku lihat juga udah lama dari Tania”, cerita Irfan kemudian.
“Kalau begitu, apa benar dia emang kenal orang studio itu”, wajah aku berubah lebih serius ke arah Irfan.
“Fan, kamu tuh udah aku anggap seperti saudara dan keluarga sendiri, bahkan sahabat fan, emang orang di luar sana, mereka mungkin memandang enggak masuk akal di kira aku gila, karena kamu artis, tapi kenapa bisa begitu, karena hati, dan hal itu yang kamu rasakan sendiri juga, seseorang yang hadir karena ketulusan, enggak akan pernah minta apapun dari kamu kecuali hanya karena hati, ingin bersahabat dengan kamu saja tanpa minta imbalan apapun, kalau emang lagi susah, kita sama – sama susah dan senang bersama, bahkan menderita bersama Irfan, secara enggak langsung Allah seakan sudah merencanakan hal itu semua kita, karena apa yang kita alami secara enggak langsung adalah kebersamaan, yang tanpa kita sadari kita senasib”, kataku panjang lebar.
“Aku mau kasih tahu satu rahasia kalau begitu sama kamu”, kata Irfan sambil menarik nafas panjang dan menghembuskannya lagi dari mulut.
“Biasanya fans atau penonton acara aku, punya kenalan orang dari luar oranh – orang di luar dari penonton atau fans, bahkan penonton sendiri, itu sebenarnya
bukan fans, mereka tuh Cuma orang cari uang untuk jadi penonton bayaran bahkan fans itu sendiri, sebenarnya mereka kebanyakkan orang – orang yang berkumpul untuk cari kesempatan untuk keuntungan sendiri, kamu mending emang enggak usah hubungan dengan fans siapapun itu orangnya, aku lihat nanti takut ada celah dari keadaan kamu sendiri yang kayak begini Rianti, Ri....”, air mata Irfan menetes seakan ada yang berat dia mau ungkapkan ke aku tetapi karena melihat diri aku adalah orang yang berbeda dari yang dia kenal selama ini mungkin kebanyakkan akhirnya dia menceritakannya.
“Kamu terima aku sebagai sahabat, dan kata – kata kita tepat untuk jadi sahabat adalah dari mulut aku sendiri, tapi hal ini memang komunikasi secara pribadi kita sendiri, termasuk aku, mama kamu, dan mama aku, bahkan keluarga kita berdua, dan hal ini enggak ada orang yang tahu dan yang lihat, sedangkan fans aku itu adalah orang seperti aku ceritakan tersebut, kamu tahu enggak yang namanya Desi, dia tuh memanfaatkan grup untuk cari muka, keuntungan dia sendiri, bahkan merugikan aku juga, selama ini yang buat jelek nama idolanya adalah fansnya sendiri, bahkan hal itu sesuatu yang sebenarnya enggak di lakukannya, sekarang kamu lihat apa aku seperti yang kemarin terjadi di berita itu, di bilang katanya, homo, padahal video joget – joget itu, aku lagi di kamar di sebarin sama fans yang main ke rumah, dan dia mengundang netizen untuk komentar buruk, sedangkan netizen sendiri, adalah orang yang enggak pernah ketemu sama kamu, Cuma tahu aku tahu dari Tv, dan berita – berita aku di Tv tapi fans yang emang suka ketemu sama kamu memanfaatkan sisi buruknya untuk menjatuhkan aku, sekarang kamu lihat apa aku sejelek itu, seburuk itu, itu aku di jebak juga di kasih obat enggak jelas di kamar aku, di tukar sama lagi – lagi fans yang melakukannya, dan fans sendiri, sering kasih aku hadiah macam – macam Cuma buat narsis di media sosial, karena bisa posting foto di Instragram kasih aku hadiah atau foto sama aku, Cuma di jadikan alat, yang nanti kalau sudah bosan di buang, mereka bilang fans sejati, tapi buat aku yang sejati itu hati bukan barang, dan aku kenal kamu, aku merasa menjadi orang yang lebih berharga, karena satu – satunya orang yang menghargai diri aku itu kamu”, kata Irfan.
“Karena aku kenal kamu dari hati yang tulus tanpa minta apapun dari kamu, aku Cuma pengen punya saudara yang emang kita bisa sehati, lagian sebenarnya aku merasa agak berat kamu masukkin aku ke grup fans kamu itu kalau begitu, yah kalau masih kamu punya acara kan bisa undang aku secara pribadi”, kataku.
“kalau boleh tahu, apa orang yang kamu maksud itu salah satunya emang orang yang kenal dengan Tania”, ? hal itu membuat ingin bertanya pada akhirnya, dengan sangkut pautnya mengenai Tania, kepada Irfan menyeruput cappucino baru kemudian, menjawab pertanyaan aku.
“Aku rasa iyah, seperti yang aku bilang tadi ke kamu”, kata Irfan.
“Tapi apapun yang terjadi nanti kita sama – sama hadapinya”, Irfan mengenggam pergelangan aku erat di atas meja, dan sorot matanya menatap aku tajam, seakan dia sudah sangat yakin dengan yang di ucapkannya.
“Yang aku pahami secara keadaan juga, orang sudah mulai berani, karena sudah beranggapan aku punya orang tua yang sakit dua – duanya”, aku menambahkan kata – kataku.
Aku melirik jam di layar hp, sudah mulai waktu larut malam, dan Irfan mengantar aku pulang setibanya, di rumah, aku berhenti sejenak di depan kamar mama, dan papa yang belum tidur, mereka juga nonton acara Kebajikan Irfan karena merasa pembawa acaranya adalah sahabatnya, sekali lagi karena merasa kenal dekat, bukan karena fans, dan itu hubungan persahabatan.
“Acaranya masih yah, tadi aku baru ngobrol banyak sama Irfan”, ceritaku sambil berdiri dari ambang pintu kamar.
“Kamu ganti baju dulu sana, terus kita ngobrol”, suruh Reina mamaku, sambil tiduran di tempat tidurnya.
“Iyah ma” ! seruku, dan langsung masuk ke dalam kamar, kemudian mengganti baju, setelah selesai aku kembali ke dalam kamar, untuk nonton bersama acara tersebut.
Aku masuk ke dalam kamar, dan menaruh tas di atas tempat tidur dan kemudian mengeluarkan Hp dari dalam tas, untuk mengirim pesan w******p kepada Irfan.
“Fan, kapan yang acara kamu undang aku jadi bintang tamu, kalau kita ketemu lagi nanti atau aku ke rumah kamu lagi saja, aku cari waktu yang tepat lagi, untuk bahas masalah ini, sepertinya kita harus ngobrol panjang lebar dan detail masalah Desi, aku juga punya feeling, kalau Desi itu jangan – jangan kenal salah satu dari keluarga aku juga, dan aku juga feeling, kalau Desi bisa jadi emang kenal dengan, Tania, sepupu aku yang sudah terlihat sudah mau menguasai hidup aku bahkan dia pun di rumah sok ngatur, Irfan aku mau cerita tentang Tania, dia tuh memaksa aku buat lihat video joget – joget itu ke aku, dan dia seperti ngancam aku kenal orang studio tempat acara program Kebajikan itu”, kataku dengan suara agak keras, karena aku terbawa emosi begitu menyebut, apalagi mengingat nama Tania di otak aku
“Kamu memang, sudah tahu cerita tentang Desi yang lain”, ? tanya Irfan.
“Hah sudahlah Fan, keluarkan saja aku dari grup fans kamu, yang justru malah bikin masalah itu tambah runyam, aku punya feeling ke arah sana juga fan”, kataku kemudian.
“Apa yang di lakukan, Desi memang dia seperti pengen orang kenal dia sebagai fans kamu, dia pengen numpang tenar entah gimana gitu dari sikapnya, kalau aku perhatikkan dari chattingannya di grup, dan seperti tipikal orang yang akan menyingkirkan siapa saja, orang yang dekat sama kamu, dan melebihi dirinya, padahal aku jadi teman dan sahabat kamu, tulus tanpa minta adanya persaingan apapun, aku jadi sahabat kamu itu di jalan yang tulus, dan di jalan Allah, bukan jalan sesat seperti fans kamu itu kebanyakkan, seharusnya dia menghargai kamu secara pribadi kamu, dan bagi aku artis itu manusia biasa, bukan Tuhan, enggak pantas di dewakan seperti itu, dan pasti kamu juga pikiran seperti itu, aku menghargai kamu, sebagai diri kamu sendiri, bukan karena artis atau apapun, kelebihan seseorang itu juga karena Allah”, kataku panjang lebar.
“Iyah Rianti, sebenarnya apa yang aku rasakan begitu, fans itu hanya orang yang mau jadikan aku alat aja biar mereka bisa pansos, dan mereka bisa di kenal orang cuma karena mereka numpang foto sama aku, atau posting foto tentang diriku di Instragram, tapi bukan dari hati yang tulus, mereka bilang idola sejati, apakah seseorang yang mengidolakan seseorang itu bisa di sebut sejati, menganggumi bukan berarti mencintai, tapi mencintai adalah rasa menyayangi, menganggumi itu adalah waktu yang sesaat, sedangkan mencintai adalah waktu yang lama, aku juga sama kayak kamu Rianti, dari orang lain, aku bukan butuh fans tapi butuh kasih dan sayang yang tulus, dan orang yang bisa menghargai diri aku sebagai manusia, bukan sebagai dewa yang di dewakan oleh orang lain, hanya karena aku ini jadi artis, hanya karena aku ini berusaha untuk jadi publik figure, aku memang punya cita – cita, dari dulu, untuk jadi publik figur, tapi, aku juga manusia biasa, dan aku bisa seperti itu.