NPH 3

1367 Kata
"Saya sudah mengatakan kepada beliau kalau tidak boleh berada di area dapur, Tuan. Tetapi, Nyonya--" "Sudahlah," potong Eden dengan nada tingginya. Pria itu berjalan menuju ke tempat Milly yang sibuk menutupi lukanya. "Sudah aku katakan untuk jangan ke dapur, kenapa kamu keras kepala sekali, Milly," ucapnya kepada wanita itu yang membuat Milly menoleh kepadanya. Kemudian menampilkan sederet gigi putih miliknya di sana, membuat Eden tidak bisa berbuat apa-apa. "Semalam aku mendapat resep baru, aku ingin mencobanya. Sayangnya tadi lantai sedikit licin, jadi keseimbanganku berkurang," balas Milly yang kemudian merapikan peralatan P3K-nya. "Sudahlah, aku tidak ingin mendengar alasanmu. Sekarang bersiaplah. Kita akan pergi ke rumah nenek," perintah Eden yang membuat Milly langsung berdiri dari tempatnya dan memandang punggung Eden yang sudah menghilang di belokan menuju kamar. "Dia selalu tidak mengatakan sejak awal kalau mau ke rumah nenek," keluh Milly. Wanita ini bergegas berganti baju. Sudah lama sekali sepertinya mereka tidak ke rumah nenek, itu semua karena Eden. Eden selalu menolak jika diajak ke rumah wanita yang sudah tak lagi remaja itu. Alasannya hanya satu, Eden malas mendengar neneknya bertanya perihal cicit. Bahkan baik Eden dan Milly, keduanya tidak pernah tidur bersama, bisa dikatakan jika Milly masihlah suci. Jika Eden sendiri, pria itu sudah sering gonta-ganti wanita. Dan disinilah mereka sebuah rumah yang Tak kalah mewahnya dengan rumah Eden. Kedua pasangan itu pun masuk yang mana langsung disambut oleh seorang pria tua yang merupakan pekerja di sini, pekerja lama bahkan sebelum Eden lahir. "Apakah Nenek ada?" tanya Eden dengan langkah kaki yang masuk ke dalam rumah diikuti oleh Milly di sebelahnya serta pria tua tadi. "Iya. Nyonya sedang berada di taman samping rumah ini," jawab pria itu. Eden dan Milly pun segera menuju ke sana. Dan benar saja sang nenek sedang asyik bersantai di pagi hari, menikmati udara segar di sini serta beberapa bunga yang ditanam oleh pelayan rumahnya. "Nenek," panggil Eden yang membuat wanita tua itu menoleh, dan dalam sekejap senyum cerah terpancar di wajah wanita yang tidak lagi muda itu. Eden dan Milly mengambil tempat duduk tepat di samping kursi roda milik sang nenek. Ya, wanita itu sudah tidak bisa berjalan, kini dia selalu menggunakan kursi roda ke mana pun ia pergi. "Kalian datang," ucapnya. Milly mencium punggung tangan sang nenek, diikuti oleh Eden juga. Wanita tua itu menatap kedua cucunya dengan senyum cerah. "Iya, Nek. Nenek apa kabar?" tanya Milly mewakili. Wanita itu mengambil satu tangan Milly. Digenggam dan dielusnya tangan itu, hal ini tidak luput dari penglihatan Eden yang sejak tadi menyaksikan interaksi keduanya. "Nenek baik, Nak. Bahkan ketika kalian datang, tubuhku terasa lebih sehat," jawabnya. Milly tersenyum hangat menatap wanita yang merupakan alasan dibalik pernikahan yang mereka jalani selama enam bulan ini. "Kamu dan Eden apa kabar? Sudah lama kalian tidak berkunjung," tanya Nenek. "Kami baik, Nek. Maaf baru bisa berkunjung sekarang. Pekerjaan kantor menyita waktuku," jawab Eden dengan rasa bersalah. Ya, memang sudah lama merek tidak datang ke sini. Rumah yang menjadi tempat Eden, Milly, dan Kris menghabiskan waktu bersama. Di sini juga Eden dibesarkan oleh sang nenek dulu karena kedua orang tuanya seringkali bepergian ke luar negeri. "Syukurlah. Apakah datang untuk membawa kabar baik kepada Nenek?" tanya wanita tua ini yang membuat Milly langsung melirik Eden, begitu juga dengan Eden yang langsung menatap Milly di sana. "Ah, itu masih sedang kita usahakan, Nek," sahut Eden kemudian. "Kenapa kalian selalu menunda-nunda? Sudah lama Nenek ingin menggendong cicit. Bagaimana kalau Nenek tidak bisa sempat melihat anak kalian?" ucapnya yang membuat Eden dan Milly khawatir. "Nenek jangan bicara seperti itu. Nenek akan selalu di samping kami. Bahkan Nenek bisa mendampingi cicit Nenek ke altar pernikahan nanti," seloroh Milly yang membuat Eden menatap wanita itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Nenek pun tersenyum dan membelai rambut Milly yang halus. Milly pun ikut tersenyum. Dia dan Nenek Eden memang dekat sejak dulu. Dan dia juga sudah menganggap Nenek Eden adalah neneknya, karena pada dasarnya Milly sendiri tidak memiliki nenek. "Kamu persis sekali seperti Citra," tutur Nenek yang menyebut mama kandung dari wanita ini. Ya, mama kandung Milly sudah tiada sejak lama, lebih tepatnya ketika dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Hingga menjelang SMP, sang papa menikah lagi dan memberikan Milly mama baru yang sangat sayang kepadanya. Milly cukup bersyukur memiliki orang tua yang baik kepadanya. "Kalau dia berada di sini pasti dia bangga melihatmu, Nak," ucap Nenek lagi yang membuat Milly terharu. Baik keluarga Eden, Milly, ataupun Kris memang sudah dekat sejak dulu. Persahabatan orang tua mereka yang dijalin sejak lama pada akhrinya diteruskan oleh anak-anak mereka. "Nek. Apa Nenek sudah makan?" tanya Eden memotong percakapan kedua wanita itu. "Belum. Karena kalian sudah ada di sini, bagaimana kalau kita makan bersama?" jawab sang nenek yang membuat kedua cucunya setuju. Milly membantu mendorong kursi roda diikuti oleh Eden yang melihat kedekatan keduanya dari belakang. Dan hal ini semakin membuat pria ini merasa bersalah. *** D an di sinilah keduanya sekarang, kamar milik Eden yang ia tinggali sebelum dirinya menikah dulu. Milly menatap keluar jendela di mana menampilkan visual taman yang ada di rumah ini. Sudah sebulan lalu semenjak mereka datang berkunjung, dan Milly merindukan tempat ini. "Istirahatlah, aku tau kamu lelah mengurus Nenek," titah Eden kepada istrinya di sana. Pria itu sendiri sedang duduk di sofa empuk yang ada di dalam kamarnya ini. "Aku tidak lelah," jawab Milly dengan pandangan yang menatap ke luar sana. Eden mengembuskan napasnya sebentar. "Milly, maaf soal perkataan Nenek. Setiap kita berkunjung, Nenek selalu menanyakan hal yang sama. Aku tau kamu pasti merasa tidak nyaman. Nanti aku bicara kepadanya untuk tidak mengatakan itu lagi," kata Eden. Itulah neneknya yang selalu menanyakan perihal anak ketika Milly dan Eden. Entah bagaimana cara keduanya mewujudkan keinginan nenek mereka. Tidak mungkin jika keduanya harus terus-terusan berkata bohong. "Jangan, itu akan membuatnya sedih," tolak Milly yang mana langsung menatap pria itu dengan posisi yang sama di dekat jendela. "Aku tidak mau kesehatannya terganggu hanya karena perkataan kita," lanjutnya. Eden pun diam dan membenarkan yang dikatakan istrinya itu. Lalu, dia berdiri hendak menuju ke pintu. "Aku akan keluar membeli makanan sebentar. Kamu istirahatlah, jika butuh sesuatu segera hubungi aku," ucap Eden yang diangguki oleh Milly. Pria itu pun keluar dari kamar, meninggalkan Milly yang termenung bisu di dalam kamar. Pada akhirnya Milly pun tersadar akan posisinya saat ini. Di mata Eden, dia hanyalah teman, sahabat, dan keluarg, bukan istri. Milly pun tahu jika Eden sangat menjaga harga dirinya, bahkan pria itu tidak pernah melakukan skinship yang lebih. "Bahkan kamu tidak pernah menatapku sebagai wanita yang sesungguhnya," lirih Milly yang melihat mobil Eden sudah keluar dari pekarang rumah besar ini. Ya, Eden tidak pernah menatapnya sebagai wanita yang sesungguhnya. Bahkan berkali-kali Milly berusahan agar pernikahan ini berjalan selayaknya pernikahan pada umumnya. Sayangnya semua hanya angan yang tidak akan pernah terwujud di dalam hidupnya. "Aku malam ini tidak pulang. Velle sedang sakit, jadi aku harus menemaninya," ucap Eden di seberang telepon milik Milly. Milly sengaja menghubungi Eden lebih dulu karena hingga malam tiba pria itu tidak kunjung pulang. Rasa khawatir yang ada di dalam diri Milly pun seketika lenyap dan membuatnya tersadar akan posisinya. "Oh begitu, baiklah. Ucapkan salamku untuk Velle, dan semoga dia cepat sembuh," sahut Milly menguatkan hatinya kembali. "Ya, terima kasih, Mil. Dan maaf karena lupa untuk menghubungimu. Besok pagi-pagi aku akan pulang," balas Eden. "Baiklah. Hati-hati di jalan," kata Milly yang kemudian mematikan panggilan mereka. Velle dulunya adalah kekasih dari Eden. Wanita yang lebih muda dari Milly, dan tentu saja wanita itu sangat cantik. Hubungan Eden dan Velle tidak begitu lama, hanya berjalan dua bulan hingga keduanya memutuskan hubungan secara baik-baik. Dan bisa disimpulkan jika Velle adalah mantan dari Eden sekarang. Sesuai dengan perjanjian yang sudah mereka tandatangani sebelumnya. baik Eden ataupun Milly tidak berwenang mencampuri perasaan masing-masing. Dan itu artinya kedua orang ini boleh melakukan hubungan dengan siapa pun. Eden sudah melakukan itu, sedangkan Milly tidak. Dibandingkan pria, pikiran wanita lebih besar. Mereka tidak bisa menjalin hubungan lain ketika masih terikat dengan hubungan seperti ini. Rasanya akan sangat bersalah lagi ketika bersama orang yang bahkan tidak seharusnya kita dekati. Kehidupan pernikahan memang rumit bagi semua orang. Bagaimana menurutmu? Apakah pernikahan itu rumit? Dan kira-kira boleh tidak jika melakukan hubungan seperti Eden dan Milly?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN