NPH 4

1137 Kata
Eden tidak henti-hentinya melirik Milly yang duduk tepat di sampingnya. Saat ini mereka sedang menuju ke sebuah acara. Acara pembukaan butik ternama yang merupakan teman dari Eden. Awalnya Eden tidak ingin datang, namun Milly memaksakan karena tidak baik menolak undangan orang lain ketika si pemilik repot-repot datang untuk mengundang keduanya secara langsung. Dan sialnya adalah, Milly terlihat sangat cantik dengan gaun yang ia pakai. "Eden ... apakah ada yang salah dengan penampilanku?" tanya Milly yang menyadari jika pria ini selalu melirik kepada dirinya. Supir yang merupakan pelayan pribadi Eden dan Milly pun terlihat tersenyum kecil di balik kemudinya ketika melihat interaksi kedua majikannya yang terlihat lucu. Eden pun segera menormalkan raut wajahnya. "Tidak ada. Aku hanya melihat benda ini," sahut pria ini sambil menunjukkan sebuah benda kecil yang ada di kantong mobil yang terletak persis di depannya. Milly pun mengangguk mengerti, sepertinya dia terlalu pede dan mengira jika Eden sejak tadi memperhatikannya. Eden pun bernapas lega karena Milly tidak curiga kepadanya. Jujur, hal ini sering Eden alami ketika bersama Milly. Perasaannya menjadi aneh dan dia terlihat gugup ketika melihat Milly berpenampilan berbeda dari biasanya. Rasanya aneh. Tidak lama kemudian terdengar hiruk pikuk ketika pasangan ini menginjakkan kaki di depan bangunana yang mereka yakini adalah tempat acara. Dengan tangan yang mengapit lengan sang suami, Milly pun melangkah menuju ke pintu utama. Senyum cerah terpancar dari pasangan ini, di mana kemudian terdengar beberapa bisikan yang selalu menyertai mereka. Sepertinya orang-orang tidak berhenti membicarakan suami istri yang sudah sah sejak enam bulan lalu ini. Pasangan yang digadang-gadang memikiki pernikahan yang sempurna. "Terima kasih sudah datang. Aku sangat senang kalian bisa turut hadir di sini," ucap seorang wanita muda terlihat sangat cantik. Gaunnya pun terlihat berkilau, karena pada dasarnya dialah yang menjadi ratu malam ini. Milly pun menerima sambutan wanita ini dengan baik, sedangkan Eden hanya berdiri kaku di samping sang istri. "Sama-sama. Kita juga senang bisa turut hadir dalam pembukaan butikmu," sahut Milly yang terus saja tersenyum hangat. Kemudian, keduanya pun masuk, mencoba berbaur dengan sekitar. Meskipun pada dasarnya Eden tidak pernah bisa. Pria ini sangat anti sekali jika diundang ke sebuah pesta ataupun acara. "Cobalah berbaur, Eden," perintah Milly menatap suaminya ini dengan serius. Eden mengernyit, "Kamu tau sendiri aku tidak pernah bisa," jawabnya. "Ini, minumlah," lanjutnya lagi sambil memberikan gelas berisi minuman. Milly menerima gelas itu, kemudian menggeleng melihat sifat suaminya ini. Milly tahu jika Eden tidak nyaman berada di keramaian. Tetapi, dia juga butuh udara segar di mana jika terus menerus berada di dalam rumah, maka dia bisa gila. "Kamu juga minumlah," ucap Milly kepada pria ini. Eden menggeleng penuh, dia sejak awal memang tidak tertarik untuk datang. Milly pun tersenyum maklum. Acara belum dimulai, akan tidak sopan jika mereka pulang lebih dulu. "Aduh," pekikan kecil keluar dari mulut Milly, seiring dengan tubuhnya yang terhuyung ke depan. Untung saja Eden dengan sigap menahan tubuh wanita ini. Dan langsung saja mata elang Eden pun menoleh kepada si pelaku. "Kau--" "Eden, aku tidak apa-apa," potong Milly dengan cepat. Dia tidak ingin suaminya ini membuat keributan di acara orang lain. Sang pelaku yang merupakan seorang pria muda lengkap dengan jasnya pun tampak terkejut, lebih terkejut lagi ketika mendapati pasangan di depannya. "Milly?" Sepertinya pria itu mengenal keduanya. Eden sepertinya tidak mengingat sosok pria di depannya, tetapi berbeda dengan Milly yang tampak syok. "A ... drian." Satu nama itu keluar dari bibir Milly yang langsung mendapat pandangan bingung dari Eden. Otak Eden pun mencoba mencerna, menatap kembali wajah pria itu dan nama yang baru saja disebutkan oleh Milly. Seketika dia pun terkejut, namun masih bisa mengendalikan raut wajahnya. "Milly, kamu apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak bertemu," ucap pria bernama Adrian itu dengan ramah. Milly pun tersenyum canggung, berbeda dengan Eden yang memandang Adrian datar. "Aku baik. Kamu sendiri apa kabar?" jawab Milly sekaligus memberi pertanyaan yang sama. Adrian, pria ini adalah mantan kekasih Milly ketika SMA dulu. Keduanya menjalin hubungan sekitar delapan bulan, namun Adrian tiba-tiba pergi tanpa kabar meninggalkan Milly seorang diri. Dan karena itulah Milly menjadi sedih dalam sebulan di mana membuat Eden dan Kris menjadi kelimpungan. "Kalian--" "Aku Eden, suami Milly," ujar Eden memotong perkataan pria itu dan memperkenalkan dirinya. Eden tahu jika pria di depan mereka terkejut, sayangnya pria ini memiliki cara sendiri untuk menutupi itu semua. Seketika senyum miring tercetak jelas di sudut bibir Eden. "Ah, tentu saja. Kalian sudah kenal sejak lama, jadi memang sudah seharusnya menikah. Selamat untuk pernikahan kalian, maaf karena aku tidak tau," ucap Adrian dengan suara tawa rendahnya. "Terima kasih Adrian," kata Milly menatap pria itu nanar. Dulu dia sangat menyukai Adrian, bahkan dia sering menceritakan sosok pria ini kepada Eden dan Kris. Namun, karena kepergian Adrian yang tiba-tiba dan membuatnya sedih terlalu lama, maka Milly pun bertekad untuk melupakan pria ini. "Sepertinya aku harus segera pergi sekarang karena teman-temanku sudah menunggu di sana. Aku sangat senang bisa bertemu kalian. Sampai jumpa," pamit Adrian yang diangguki oleh Milly, tapi dihiraukan oleh Eden. "Kamu masih ingat Adrian?" tanya Milly menatap Eden yang berpura-pura sibuk memperhatikan sekitar. "Tidak," jawabnya bohong. Milly pun mengangguk, baguslah jika Eden tidak mengingat Adrian. Karena dia ingat betul bagaimana marahnya Eden ketika tahu pria tadi meninggalkan dirinya dulu. Tapi itu dulu, masa lalu, yang hanya bisa terkubur dalam tanpa harus diulang lagi. "Berapa lama lagi kita harus menunggu?" tanya Eden. Milly pun tersenyum kecil, kemudian mengambil kue kecil yang ada di piring. "Ini, makanlah," titahnya yang menyodorkan kue cokelat ke depan mulut Eden. Pria itu tidak serta merta membuka mulutnya, namun kerutan di dahi menjelaskan bahwa dia tidak ingin. "Sedikit," lanjut Milly yang masih memaksa Eden untuk makan. Mau tidak mau, pria ini pun membuka mulutnya dan mengunyah cokelat itu pelan. "Kamu tau aku--" "Tidak suka cokelat," potong Milly. Dia sengaja memberi Eden cokelat karena pria ini anti cokelat. Menurut Eden, cokelat membuat gigi-giginya menjadi rusak. Milly mengira semua yang Eden pikirkan pasti karena ucapan orang tua mereka sejak dulu. Anak kecil memang dilarang untuk makan permen dan cokelat, di mana nantinya akan merusak gigi. Namun, semua itu tidak akan terjadi jika mereka mengunyah dengan benar serta tidak malas gosok gigi. "Ada fakta yang mengatakan jika cokelat bisa membuat perasaan seseorang menjadi tenang. Kamu tidak harus selalu berspekulasi bahwa cokelat tidak baik bagi tubuh. Tidak selamanya hal yang kamu anggap buruk adalah buruk. Dan tidak selamanya juga hal yang kamu anggap baik akan selalu baik. Semua punya takarannya masing-masing," jelas Milly yang menatap serius Eden. Eden pun sama menatap Milly, mencoba menyelam lebih dalam di netra wanita ini. "Apakah cokelat juga bisa membuat perasaan seseorang menjadi aneh?" tanya Eden tiba-tiba yang mana membuat Milly mengernyit tidak mengerti. Kemudian wanita itu tertawa ringan. "Aku tidak tau, mungkin saja iya. Nanti aku akan coba cari artikelnya di rumah," jawab Milly yang kemudian mengikuti Eden memakan kue cokelat itu. Sedangkan Eden diam-diam memegang dadanya yang terasa aneh malam ini. Perasaan yang tidak biasa kembali hinggap di sana. Masih pada suka sama ceritanya nggak? Kalau suka, nanti aku lanjut hehe. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN