NPH 5

1381 Kata
Hari ini Milly sedang bermalas-malasan di rumah. Eden sepertinya sedang sibuk dengan pekerjaan, buktinya saja pria itu dari kamarnya sejak tadi pagi. Milly tidak ingin ambil pusing, wanita itu menyibukkan diri dengan menonton infotainment yang ada di layar TV yang terdapat di ruang keluarga. Tidak banyak yang bisa dia lakukan karena Eden melarangnya untuk mengurus dapur, padahal Milly sangat suka berkutat di tempat itu. Ada banyak hal yang tidak bisa manusia ubah di dunia ini contoh kecilnya adalah perasaan, namun ada kala  perasaan itu bisa diubah oleh pemiliknya. Dan Eden selalu menekankan kepada dirinya bahwa dia tidak boleh menganggap Milly lebih dari sekadar teman. Sejak pernikahan itu terjadi, Eden merasa kurang nyaman ketika berada di dekat Milly yang notabennya adalah istrinya sekarang. Suara ketukan pintu membuat fokus Eden berubah. Pria itu pun berjalan menuju ke arah pintu, dia baru menyadari jika hari sudah pagi. Sepertinya dirinya terlalu  nama duduk di depan laptop. Dibukanya pintu itu menunjukkan visual sang istri sambil membawa nampan yang berisik makanan. "Aku membawakan sarapan untukmu," ucap Milly yang diangguki oleh Eden. Wanita itu pun masuk ke dalam Eden, kemudian meletakkan nampan itu di meja, persis di dekat laptop milik pria itu. Milly melirik sekilas yang mana layar benda di sana menunjukkan grafik yang tidak dia mengerti. "Kamu tidak tidur dari semalam?" tanya Milly yang menatap penampilan pria di depannya, di mana Eden masih memakai baju tidurnya semalam. Milly pun paham jika pria ini begadang. "Aku sudah tidur, kemudian aku bangun jam dua pagi untuk menyelesaikan pekerjaan ini," jelas Eden yang sungguh membuat Milly geram dengan kualitas tidur pria ini. "Kamu terlalu memaksakan diri, Eden. Bekerjalah di saat jam kerja. Istirahatlah di saat jam istirahat. Itulah rutinitas hidup yang baik," omel Milly. Eden tersenyum kecil, kemudian dia memegang bahu Milly, membuat atensi wanita ini ada pada dirinya. "Jangan khawatir, aku bisa mengatasi ini," ucap Eden. Milly menyingkirkan tangan pria itu di bahunya dengan paksa. "Sudahlah, selalu saja keras kepala," omelnya sambil beranjak menuju ke pintu. Dari pada dia dibuat kesal sepagi ini oleh Eden, lebih baik dirinya menyibukkan diri di taman. "Hei, kamu mau ke mana?" tanya Eden membuat pergerakan Milly yang membuka pintu pun terhenti. "Taman. Aku mau melihat bunga-bunga yang aku tanam," jawabnya. "Hmm, baiklah. Hati-hati," titah Eden yang kemudian duduk di kursinya dan berfokus lagi ke pekerjaan saat ini. Milly pun berjalan turun meninggalkan Eden di sana. "Hati-hati katanya. Memang aku mau nyebrang harus hati-hati? Dasar aneh," cibir wanita itu yang tentu saja tidak akan Eden dengar. Milly pun berjalan ke area taman yang ada di depan. Dari pada dia tidak memiliki pekerjaan, maka merawat bunga-bunga yang ia tanam bukanlah hal buruk. "Ternyata tidak seburuk perkiraanku," bisik Milly dengan wajah cerahnya menatap bunga-bunga yang mulai bermekaran, beberapa masih belum tumbuh bunga juga. "Nyonya, bunganya sudah saya bersihkan tadi," lapor seorang pria paruh baya yang merupakan tukang kebun di sini. Milly pun mengangguk mengerti, dia memang meminta Eden untuk mempekerjakan seseorang untuk merawat tumbuhan di rumah ini. Setidaknya rumah mereka tidak akan terlihat gersang jika dirawat dengan baik. "Baiklah, aku akan memandikan kalian," ucap Milly senang yang langsung diberi selang air oleh pria tadi. Hari cerah dengan langiy yang biru, sepertinya akan sangat cerah sekali sepanjang hari ini. Rasa kesenangan Milly yang menyirami bunga pun terhenti ketika melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah ini. Satpam pun membukakan pintu pagar, Milly meletakkan selang air tadi yang dengan sigap digantikan oleh tukang kebun. Dari dalam mobil itu keluarlah seorang wanita, dengan pakaian yang bisa dibilang kurang pantas. Ah, Milly ingat jika wanita ini adalah salah satu wanita milik Eden. Wanita itu berjalan mendekat Milly yang enggan beranjak dari tempatnya. "Hallo, apakah Eden di rumah?" tanya wanita itu. Milly menatap wanita itu yang memakai dress di mana belahannya terlalu pendek. Apakah wanita ini ingin memperlihatkan kaki jenjangnya? Belum lagi make up tebal yang terhias di sepanjang wajahnya itu. Apakah ini tidak terlalu pagi untuk badut datang? Seketika Milly mengenyahkan pikiran konyol itu. Raut wajahnya langsung diubah dengan senyum cerah miliknya. "Ada. Dia ada di kamar," jawab Milly. Wanita tadi pun mengangguk kemudian beranjak dari tempat Milly berada. Milly pun langsung berbalik menatap kepergian wanita tadi yang seenaknya saja. Sudahlah, dia sudah tau bagaimana ending dari hari ini. Milly pun memilih melanjutkan pekerjaannya. *** "Ssttt." Suara itu lagi. Milly menutup kedua telinganya berharap tidak mendengar suara-suara menjijikkan itu lagi. Sudah cukup selama mereka hidup bersama Milly mendengar uara itu. Seakan-akan kedua telinganya dipaksa untuk mendengar itu. Bahkan Eden tidak memedulikan orang di rumah ini yang mungkin saja mendengar pergulatan pria itu. "Menyebalkan," keluh Milly sambil menyambar earphone miliknya. Hanya ini satu-satunya benda yang bisa menyelamatkan dirinya dalam keadaan seperti ini. Namun, entah sengaja atau kesialan bagi Milly, suara itu terus terngiang-ngiang di telinganya. Dia ingin memasukkan dua manusia itu ke kandang singa agar dicabik-cabik dengan brutal oleh singa yang kelaparan. Milly tahu Eden adalah pria yang b******k, dan sayangnya dia sudah terjebak dengan pria b******k itu. "Sial!" Wanita itu mengumpat dan melepas penutup telinganya dengan kasar, melemparnya sembarangan. Kemudian dia menyambar jaket cokelat miliknya serta tas kecil yang selalu ia bawa. Dia harus benar-benar mengungsi saat ini. Setidaknya dia harus menjernihkan pikiran. "Tidak perlu mengantar, aku hanya ingin jalan-jalan ke taman dekat sini," tuturnya kepada sang supir. Beberapa orang yang akan mengikuti Milly pun mengurungkan niatnya. Mereka tahu jika sang majikan sedang tidak dalam mood yang baik. Untung saja kompleks rumah Eden dilengkapi dengan taman yang tentunya bersih karena ini berada di lingkungan yang bisa dibilang sangat elite. Milly mengirup udara segara kali ini, berharap segala pikirannya mengenai Eden dan wanita itu hilang dari otaknya. Milly mengambil duduk di kursi taman panjang tepat di dekat pohon besar. Pohon-pohon yang tumbuh membuat suasana di sini terlihat semakin sejuk meskipun masih berada di perkotaan. "Hai," panggil sebuah suara berat dari belakang tubuh Milly yang membuat wanita itu terkejut. Dia pun menatap si pelaku yang merupaka seorang pria lengkap dengan pakaian santainya. Kaos serta celana jeans terlihat sederhana memang, tetapi Milly sangat tahu barang-barang bermerk, jadi tidak mungkin apa yang pria ini kenakan barang murahan. "Apakah aku mengejutkanmu?" tanya pria itu dengan nada bersalah. Dengan cepat Milly merubah raut wajahnya dan mempersilakan pria itu untuk duduk. Si pria pun duduk tepat di samping Milly, yang sepertinya terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba. "Maaf karena mengagetkanmu barusan. Perkenalkan, namaku James," ujar James. Milly menerima uluran tangan pria itu dan menyebutkan namanya juga. "Aku bukan warga komplek sini. Bibiku tinggal di dekat taman ini, dia sedang ada urusan dan aku diminta untuk menjaga rumahnya. Rumah putih itu adalah rumah Bibiku," jelas James menujuk ke sebuah rumah besar berwarna putih dengan pagar yang menjulang tinggi. Tidak sebegitu jauh dari taman ini, namun masih terlihat. Milly pun mengangguk mengerti. "So, apa yang membuat seorang wanita cantik siang-siang datang ke taman ini?" tanya James yang mengundang gelak tawa wanita yang duduk tepat di sebelahnya. "Aku hanya ingin bersantai, James. Kamu bilang bahwa kamu menjaga rumah Bibimu, memang Bibimu ke mana?" tanya Milly balik. Sepertinya dia memiliki teman baru sekarang selain Kris dan Eden. Memang sejak lama dia harus membuka hatinya untuk pria lain, entah teman ataupu pasangannya kelak. Tidak salah, bukan? "Bibi dan Pamanku sedang menghadiri wisuda anaknya di Australia. Karena rumah tidak ada yang menjaga, maka akulah yang selalu ditugaskan," terang James. "Selalu ditugaskan? Ini bukan pertama kali kamu di sini?" tanya Milly yang diangguki oleh pria itu. "Tapi, aku baru sekarang melihatmu," lanjutnya. Mungkin karena dia juga kurang dekat dengan penghuni komplek sini, maka dia pun tidak kenal. Lagi pula dia pikir penghuni komplek ini adalah semuanya pekerja serta ibu-ibu sosialita. "Memang rumahmu di mana?" tanya James. Dia sudah sering ke sini, tetapi ini adalah pertama kalinya dia bertemu Milly. "Di sana. Lebih tepatnya rumah ketiga dari belokan itu," jelas Milly yang menunjuk ke sebuah belokan di seberang taman. Tentu saja rumah Eden tidak kelihatan dari tempat mereka. "Oh di sana. Pantas saja, aku belum pernah lewat sana," balas James. "Jika kamu bosan, kapan-kapan datanglah ke rumah Bibiku. Mereka mungkin akan lama mengunjungi anaknya. Sekitar sebulan," tawar James yang disambut baik oleh wanita ini. "Baiklah, kapan-kapan aku akan berkunjung." Keduanya pun larut dalam obrolan mereka. Kehadiran James membuat Milly lupa akan kekesalannya di rumah. Pikirannya memang sedikit tersingkir karena keberadaan James, namun ketika dia sampai di rumahnya, mungkin rasa kekesalannya kembali muncul. Kehidupan rumah tangga memang ribet seribet soal matematika yang belum ketemu jawabannya. Btw, jangan lupa tap love dan komen kalau kalian ingin hehe. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN