9

1544 Kata
"Lama banget perginya." Rona hanya melirik sekilas pada Rosadi, teman yang saat ini kosannya menjadi tempat menginap Rona. Tadi sebelum dia pergi ke rumah Aruna, motornya memang sedang dipakai oleh Rosadi yang buru-buru menemui pacarnya karena mereka bertengkar. Tapi karena Aruna yang berkata akan mendatanginya dengan motor, Rona yang panik langsung meminta agar Rosadi kembali. "Sekalian makan malam disana," jawab Rona kemudian. Dia duduk berhadapan dengan sebuah meja kecil, membuka kembali laptop miliknya. "Sebenarnya, emang bener kan lo pacaran sama Aruna? Semua orang bilang begitu soalnya," tanya Rosadi. Pria itu duduk mendekat pada Rona, menunggu Rona untuk menjawab. "Enggak." "Kalau begitu, lo sebenarnya suka sama dia tapi belum nembak?" Kali ini jawaban yang dikatakan oleh Rona sedikit lebih lama, sebelum kemudian pria itu menjawab dengan jawaban yang  sama. "Enggak." Rosadi mengerutkan keningnya bingung. "Lah, terus gimana? Kemarin gue denger, lo bahkan langsung lari pas denger dia pingsan. Terus tadi lo langsung kesetanan minta gue pulang cepet karena khawatir dia bakalan datang kesini naik motor. Kalau lo enggak suka, terus yang begitu namanya apa, Rona Senja?" Rona sama sekali tidak berniat untuk menjawab. Dia hanya sibuk pada layar laptop di depannya yang menampilkan baris demi baris skripsi nya yang masih perlu beberapa revisi. "Kalau kenyataanya lo emang suka, mendingan lo langsung bilang ke dia. Kelihatan kok kalau dia juga suka sama lo, daripada nantinya dia malah diambil orang," saran Rosadi. "Itu malah lebih baik," gumam Rona. Rosadi yang masih bisa mendengar ucapan Rona itu semakin dibuat bingung. Pasalnya kedekatan Rona dan Aruna itu sudah diketahui hampir oleh semua orang di kampus, tapi tidak ada yang benar-benar tahu apakah mereka menjalin hubungan sepasang kekasih atau tidak. Tapi setelah mendengar apa yang Rona katakan kali ini, sepertinya Rona dan Aruna memang tidak berpacaran, tapi melihat dari sikap Rona yang begitu mengkhawatirkan Aruna, itu juga tidak bisa disebut sebagai perhatian biasa sebagai teman. "Terserah lo lah. Gue cuma berharap nantinya lo enggak akan nyesel kalau dia dapet lelaki lain yang jauh lebih baik dari lo." Rona kali ini tersenyum, melirik ke arah temannya itu. "Percaya atau enggak, emang itu yang gue harepin. Gue berharap Aruna dapetin cowok yang baik buat dia." "Tapi semua orang juga tahu kalau dia sukanya sama lo, Bambang! Bukannya lo malah jahat kalau berharap begitu, padahal lo tahu kalau dia suka sama lo?" Sama seperti sebelumnya, Rona memilih tidak menjawab. Bukan karena dia tidak tahu jawabannya, justru karena dia sangat tahu jawaban nya. Jahat? Dia mungkin memang seperti itu. Tapi jika dia menerima perasaan Aruna, maka dia akan menjadi lebih jahat lagi. Menggelengkan kepalanya sekilas, dia kembali fokus pada pekerjaannya. Rosadi juga sudah sibuk dengan ponsel di tangannya, dari keningnya yang masih berkerut sepertinya pria itu dan kekasihnya masih belum berhasil baikan. Ting Kepala Rona menoleh pada layar ponselnya yang menyala, sebuah pesan dari Dita yang mengatakan jika gadis itu kembali menginap di rumah Baby. sepertinya Dita kembali terkena masalah karena keluarganya. Rona memutuskan untuk menjawab nanti. Tapi hanya berselang tak lebih dari lima menit, satu pesan lagi masuk ke dalam ponselnya. Kali ini gerakan tangan Rona langsung berhenti membaca nama Aruna di pop up layar ponselnya itu. Hanya sebuah pesan sederhana yang berisi ucapan terimakasih dari gadis itu karena Rona sudah bersedia datang. Padahal pesan itu juga sama saja tidak begitu penting dengan pesan Dita, atau bahkan pesan Dita bisa jadi lebih penting. Tapi orang yang beberapa saat lalu itu baru saja mengatakan bahwa dia tidak menyukai Aruna dan berharap Aruna mendapatkan pria yang lebih baik darinya, malah langsung membalas pesan tidak penting yang gadis itu kirimkan. Ke depannya, soal perasaan Rona sepertinya hanya Tuhan saja yang tahu. * "Lo mau kemana?" Aruna yang sudah bersiap dengan tas miliknya, menoleh pada Moria. "Mau nemuin calon imam." "Marbot masjid?" Aruna mencibir, sia-sia saja meladeni temannya yang satu itu. Dia bergegas berjalan keluar kelas kosong yang sejak tadi dia tempati bersama dengan Moria. Dia sadar bahwa temannya itu mengikuti langkahnya. "Memangnya Rona juga ada bimbingan?" Aruna mengangguk," makanya gue mau langsung nemuin dia. Soalnya gue enggak bisa ketemu kalau di rumah, dia masih nginep di rumah temennya." Jarak antara fakultas bisnis dan juga Ilmu Komputer terhalang sebuah gedung perpustakaan pusat yang lumayan besar, jadi bisa dipastikan jika jarak nya lumayan jauh. "Ya memangnya kenapa kalau enggak ketemu? Bukannya lo sama pacar-pacar lo dulu, lo malah lari-larian?" Langkah kaki Aruna langsung berhenti, dia menoleh kesal ke arah Moria yang menaik turunkan alisnya. "Jangan pura-pura enggak tahu alasannya apa! Lagipula sekarang gue udah tobat, jadi lo enggak usah julid." Moria terang-terangan mencibir. "Gue enggak yakin kalau lo beneran tobat. Nanti juga kalau ada yang nembak lo lagi, lo pasti bakalan terima. Gue kan udah hapal banget sama sifat lo yang satu itu." Dengan percaya diri Aruna mengibaskan tangannya. "Enggak akan." Sebenarnya dia bingung kenapa Moria masih saja mengikuti langkahnya bahkan sampai melewati ujung perpustakaan, dia pikir Moria hanya penasaran dia akan kemana dan kemudian pergi setelah tahu. Tapi ternyata sahabatnya itu masih saja mengikuti dirinya hingga akhirnya mencapai fakultas Ilmu komputer. Tapi Aruna tidak ambil pusing. Toh Moria tidak akan melakukan hal yang macam-macam. Kepala Aruna kemudian celingukan, mencari sosok Rona berada. "Sorry, mau tanya Rona ada dimana ya?" tanyanya pada seseorang yang baru saja keluar dari kelas. Gadis yang ditanyai oleh Aruna itu sempat menatap dengan tatapan yang tidak ramah, namun pada akhirnya tetap menjawab juga. "Di kantin." Aruna tersenyum, dia tahu dimana letak kantinnya. Maka dari itu masih dengan diikuti oleh Moria, dia langsung menuju ke arah kantin. Langkahnya sama seperti biasa, percaya diri dan tidak perduli meskipun banyak orang yang menatap penasaran padanya. Dia hanya ingin bertemu dengan Rona, jadi dia tidak perduli selain itu. Saat kemudian dia tiba di kantin, matanya yang sudah akrab dengan penampakan Rona itu langsung dengan mudah menemukan pria itu. Rona baru saja berdiri dari duduknya saat Aruna sampai di dekatnya. "Rona!" Pria itu menoleh, menatap Aruna dengan sedikit terkejut. "Kok disini? Tersenyum, Aruna kemudian baru menyadari jika Rona sedang bersama dengan seorang gadis di meja panjang itu. " Nyariin kamu," jawab Aruna. Rona tampak tidak keberatan, pria itu bahkan juga menyapa Moria yang melambai ramah padanya. "Kalau begitu, duduk dulu! Aku mau pesen makanan, kamu mau juga?" Karena Aruna sudah makan, maka dia menjawab tawaran Rona itu dengan gelengan. Pun dengan Moria. "Yaudah, tunggu sebentar ya?" Aruna mengangguk patuh, dia mengambil duduk di tempat yang ditinggalkan oleh Rona. Kemudian dia menoleh pada gadis yang menatapnya dengan tatapan tajam, seakan kehadiran Aruna disini adalah pengganggu yang harus disingkirkan. "Hai, temannya Rona ya?" sapa Aruna ramah. Tapi dengan terang-terangan, gadis itu langsung memalingkan wajah dengan senyum sinis. Moria yang langsung bereaksi dengan itu. Gadis itu langsung berdecih keras. "Gue inget, kalau lo adalah cewek yang juga lagi bareng sama Rona pas gue nyusulin Rona buat ngasih tahu Aruna pingsan. Iya kan? Kayaknya lo masih enggak nyerah buat deketin Rona ya," katanya. Kening Aruna berkerut dalam, dia menatap Moria dan gadis itu secara bergantian. "Dia deket sama Rona?" tanya Aruna. Moria tersenyum meremehkan kemudian. "Lo pikir, Rona bakalan mau deket sama cewek macam dia? Paling juga dia yang ngikutin Rona ke mana mana." Mendengar ucapan Moria yang merendahkan, gadis itu, Gemini tampak sangat marah. Sedangkan Aruna hanya menatap Gemini dengan tatapan dingin. Dia tidak suka dengan semua perempuan yang ada di sekitar Rona. Tapi kemudian sebuah adegan mengejutkan terjadi di meja itu. Wanita yang katanya dekat dengan Rona itu, Tiba-tiba saja mengguyur kepalanya sendiri dengan es teh manis yang ada di meja itu. Mata Aruna membulat, pun dengan Moria yang tidak kalah terkejutnya. "Aaaarrghh!" Ditambah gadis itu kemudian berteriak sambil memegangi rambutnya yang basah. Reflek Aruna dan Moria bergerak mundur menjauh dari tingkah gila gadis itu. "Kenapa?" Aruna langsung menoleh, mendapati Rona yang datang dengan membawa satu mangkuk soto dan juga minuman teh di dalam botol. "Ron, tadi dia--" "Rona! Cewek ini tiba-tiba aja nyiram aku. Dia enggak suka kalau aku deket sama kamu makanya dia langsung ngelakuin itu. Padahal aku udah jelasin kalau aku cuma mau makan bareng sama kamu aja." Aruna menedelik kaget, dia panik saat menatap ke arah Rona. "Ron, aku enggak ngelakuin itu. Aku bahkan kaget pas dia tiba-tiba nyiram kepalanya pakai air es dia sendiri," sanggah Aruna. "Apa?! Apa lo pikir masuk akal kalau gue nyiram diri gue sendiri? Lo pikir gue gila?" "Lo emang gila! Kenyataannya lo sendiri yang nyiram diri lo pakai air itu! Hah! Bisa-bisanya cuma buat narik perhatian Rona, lo sampai ngelakuin hal kayak gini," ujar Aruna tidak habis pikir. Dia menggelengkan kepalanya, memeganginya dengan satu tangan. Padahal dia datang hanya untuk bertemu dengan Rona setelah tahu bahwa pria datang ke kampus hari ini, tapi dia justru malah terlibat  dengan hal seperti ini. "Ron, kamu dapat orang kayak gini darimana sih? Dia itu---" "Cukup, Aruna." Tubuh Aruna langsung menegang saat mendengar ucapan dingin yang keluar dari mulut Rona. Jangan bilang, kalau Rona percaya dengan apa yang dikatakan gadis gila itu? "Apa maksudnya, Ron?" tanya Aruna lirih. Dia bisa melihat Moria yang ingin maju dan memberi penjelasan pada Rona, tapi Aruna sengaja menghalaunya. Dia hanya ingin memastikan, apakah Rona benar-benar lebih mempercayai gadis itu daripada dirinya? "Kamu seharusnya minta maaf, Aruna." Mata Aruna mengerjap, kemudian dia tersenyum sinis sambil menyugar rambut se pundaknya. "Ternyata bener kalau kamu enggak percaya sama aku," gumamnya. Dia menatap ke arah Rona kemudian, "Lo bakal nyesel, Ron!" **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN