bc

(Bukan) Istri Terbuang

book_age18+
19
IKUTI
1K
BACA
revenge
dark
family
HE
time-travel
love after marriage
forced
opposites attract
friends to lovers
arranged marriage
badboy
boss
heir/heiress
drama
tragedy
sweet
bxg
lighthearted
serious
kicking
city
office/work place
rejected
secrets
superpower
rebirth/reborn
affair
polygamy
like
intro-logo
Uraian

Aruna Elara Pradipta pernah mencintai Wira Nagendra Wirajaya sepenuh hati. Namun, cinta itu hanya membawanya pada penghinaan, fitnah dan akhirnya kematianKetika membuka mata, ia justru kembali ke lima tahun sebelum semua penderitaan itu dimulai. Kini, Aruna tak lagi menjadi gadis polos yang buta oleh cinta. Ia kembali dengan tekad baru untuk berdiri, melawan dan membalaskan rasa sakitnya. Dan Aruna akan pastikan, setiap orang yang pernah menghancurkannya, merasakan luka yang sama dalam hidup mereka. Terutama Wira Nagendra Wirajaya, suami yang selalu menantikan kematiannya. "Aku sudah mati sekali karenamu." "Dan aku akan pastikan kau menyesali setiap luka yang pernah kau torehkan padaku." - Aruna Elara Pradipta.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bangkit Dari Kematian
Hujan malam itu turun begitu deras, seolah langit turut menangisi kepedihan seorang wanita yang duduk di tepi ranjang, tubuhnya menggigil dalam kesendirian. Aruna Elara Pradipta, seorang wanita sederhana yang terlahir dari garis keturunan keluarga besar Pradipta. Usianya baru 28 tahun, tapi luka-luka batin yang ia tanggung sudah seperti beban berusia satu abad penuh. Hidupnya seharusnya menjadi dongeng indah. Ia berhasil menikah dengan pria yang diam-diam sejak kecil Aruna kagumi, Wira Nagendra Wirajaya berusia 30 tahun , pengusaha muda sekaligus pewaris utama dari Wirajaya Corporation yang dikenal dingin, tegas dan penuh wibawa. Hatinya yang selalu bergetar setiap kali melihat pria itu berjalan melewati taman rumah keluarga mereka, membuat Aruna kecil pernah bermimpi suatu hari bisa berada di sampingnya, menggenggam tangannya dan mendengar suaranya menyebut namanya dengan lembut. Dan takdir atau lebih tepatnya perjodohan yang diatur keluarga besar Pradipta dan Wirajaya, membuat mimpi kecil itu terwujud. Pada hari pernikahan, Aruna benar-benar percaya ia sedang hidup dalam dongengnya sendiri. Gaun putih yang ia kenakan seakan menjadi simbol bahwa cintanya akhirnya terikat dengan pria idamannya. Senyum merekah di wajahnya ketika cincin melingkar di jarinya sembari berbisik dalam hati, “Akhirnya, aku memiliki dia seutuhnya. Kini aku adalah istrinya.” Namun, kenyataan tidak selalu berpihak pada hati yang tulus. Hari-hari setelah pernikahan, Aruna mulai menyadari dinginnya perlakuan Wira. Senyum pria itu hanya sekilas, tatapan matanya kosong, bahkan genggaman tangannya terasa seperti formalitas. Ia mencoba memahami, mencoba menyesuaikan diri, mencoba sabar. Tetapi setiap malam yang ia lalui justru penuh dengan hampa. Sampai akhirnya, kebenaran pahit itu terungkap, Wira tidak pernah mencintainya sedikitpun. Hatinya masih terikat pada seorang wanita lain, Meyra Anindita, kekasih yang sejak awal selalu berada di sisi Wira. Meyra datang seperti duri dalam daging. Manis di hadapan Wira, tapi berbisa di hadapan Aruna. Fitnah demi fitnah ditabur, membuat Aruna tampak seperti istri yang tidak berharga. Hingga pada suatu malam, di ruang keluarga yang sepi, Wira menatapnya dengan mata penuh amarah, seolah ingin menelannya hidup-hidup. “Berhenti menangis seperti itu, Aruna!” bentak Wira lantang, membuat d**a Aruna bergetar. “Tangisanmu tidak akan mengubah kenyataan!” Aruna terisak, menatap suaminya dengan mata penuh harap. “Aku sungguh tidak melakukan apa yang Meyra tuduhkan. Aku tidak pernah---” “Diam!” potong Wira, suaranya meledak. “Jangan sekali-kali kau menyebut nama Meyra ku dengan mulut kotormu itu!” Meyra ku? Wira selalu menyebut kekasihnya seperti itu, seolah-olah nama itu harus diumumkan dan diakui seluruh dunia. Namun, kepada Aruna? Tidak sekalipun ia pernah mengucapkan panggilan selembut itu, apalagi mengakui Aruna sebagai miliknya di hadapan orang lain. Aruna menggeleng, air matanya jatuh tanpa henti. “Aku hanya ingin menjelaskan ....” “Jelaskan? Apa yang ingin kau jelaskan?” Wira melangkah maju, menunduk, wajahnya begitu dekat hingga Aruna bisa merasakan dingin napasnya. “Sejak awal aku tahu, kau hanyalah sebuah beban. Aku menikahimu bukan karena aku mau, tapi karena keluargaku memaksa. Jangan pernah bermimpi aku akan mencintaimu,” ucap Wira dengan tajam dan penuh kebencian. Air mata Aruna semakin deras. “Tapi… aku mencintaimu, Wira ....” Wira terkekeh sinis, bibirnya melengkung tajam. “Cinta? Kau pikir cinta murahanmu bisa membeli hatiku? Jangan mimpi, Aruna. Satu-satunya wanita yang kucintai adalah Meyra. Kau hanyalah bayangan memalukan yang menerobos masuk kehidupku. Dan sekarang, kau berani mencoba menyakitinya dengan perbuatan kotormu itu?!” Tangannya menghantam meja di samping sofa hingga gelas pecah berhamburan. Bukan hanya meja saja, tetapi Wira juga kini mencengkram wajah Aruna dengan kekuatan penuh yang ia miliki, hingga wajahnya terasa mati rasa. Aruna mencoba menyingkirkan tangan Wira, tapi tubuhnya terlalu rapuh dibanding kekuatan lelaki itu. Air matanya jatuh, bercampur dengan rasa sakit dan ketakutan. “S-sakit, Wira ....” “A-ku bersumpah, aku tidak melakukan itu, percaya padaku, Wira …,” ucap Aruna dengan isak tangisnya. Wira tetaplah Wira, yang tidak akan mendengarkan apapun yang Aruna katakan, sekalipun ia berkata jujur. Di mata Wira, hanya Meyra saja yang benar dan itu hal yang paling menyakitkan untuk Aruna. Pada akhirnya Wira pun melepaskan cengekram tangannya dari wajah Aruna dengan kasar. “Keluar dari rumah ini! Malam ini juga. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi!” Aruna terdiam, seolah petir menyambar tubuhnya. Bibirnya bergetar, ingin membela diri, tapi Wira mendahului dengan suara lebih tajam. “Keluar, Aruna! Lebih baik aku memiliki istri mati daripada hidup dengan perempuan murahan seperti kau!” Kata-kata itu menghantamnya lebih keras daripada badai di luar sana. Aruna yang tak bergeming sedikitpun membuat Wira semakin naik pitam, membuat pria itu yang pada akhirnya bertindak sendiri dengan menyeret Aruna keluar dari rumahnya. “Wira, aku mohon jangan mengusirku, bila kau mengusirku kau tahu ‘kan, bagaimana Ayahku akan sangat marah padaku? P-pasti ia akan melakukan sesuatu hal buruk padaku …,” ucap Aruna dengan amat sangat memohon. Tapi Wira tak menghiraukan perkataan Aruna sedikitpun, ia terus membawa Aruna hingga mencapai pintu utama rumahnya. Suara petir dan air hujan yang begitu deras langsung berpadu jadi satu, membuat Aruna bergetar ketakutan. Dengan kasar, Wira pun menghempaskan tubuh Aruna keluar membuat tubuhnya otomatis langsung terkena tetesan air hujan yang begitu deras. “Wira---” “Jauhkan tangan kotormu itu dariku, sialan!” peringat keras Wira terhadap Aruna saat istri yang tak ia harapkannya itu berusaha menyentuhnya. “Pergi dari rumahku, kehidupanku dan jangan pernah sekalipun memperlihatkan wajahmu padaku, kau harus selalu mengingat itu, Aruna!” Aruna menangis di tengah hujan, tentu air matanya tak akan terlihat, tetapi hatinya begitu terasa sakit mendengar semua perkataan Wira padanya. “Mulai detik ini, kau bukan istriku lagi, Aruna.” Tubuh Aruna benar-benar lemas ketika Wira mengatakan perkataan yang tak pernah ia harapkan di hidupnya. Aruna mencoba meraih Wira, tapi tubuh pria itu sudah lebih dulu menghilang di balik pintu rumah yang menjulang tinggi *** Malam itu, Aruna benar-benar diusir. Tubuhnya terhuyung di bawah derasnya hujan. Tidak ada pelukan, tidak ada tangan yang menggenggam, hanya dinginnya jalanan yang menelan langkahnya. Sudah hampir tiga jam ia berjalan tanpa tujuan. Setiap langkah bagai menyeret luka yang tak kasat mata. Jalanan gelap, lampu jalan hanya sesekali menyala, memantulkan bayangan rapuh seorang wanita yang kehilangan segalanya. Aruna menatap langit, hujan menampar wajahnya seolah ikut mempermainkan dirinya. Bibirnya gemetar, lalu suara lirih itu pecah di tengah derasnya hujan. “Kenapa …?” bisiknya sendu. “Kenapa kau begitu tega padaku? Aku… aku hanya ingin menjadi istrimu, hanya ingin kau melihatku sedikit saja… Bukankah itu tidak berlebihan?” Langkahnya goyah, ia berhenti sejenak, menatap kosong ke arah jalanan yang sepi. “Apa aku… memang setidak pantas itu? Sampai-sampai cintaku kau anggap sampah?” Suaranya pecah, tenggelam bersama gemuruh hujan. “Aku meninggalkan segalanya untukmu, Wira. Bahkan mimpiku, harga diriku… hanya agar aku bisa berada di sisimu.” Tangannya mengepal, tubuhnya bergetar, entah karena dingin atau amarah yang mulai tumbuh dari luka. “Tapi apa balasanmu? Kau lempar aku seperti binatang… kau membuangku dari rumahmu… dari hatimu yang memang tak pernah ada untukku ….” Aruna tertawa getir di antara tangisnya. Suara tawanya pecah, hancur. “Aku ini gila… gila karena terlalu mencintaimu. Padahal sejak awal, Tuhan sudah memberi tanda, tapi aku buta… buta karena namamu, Wira.” Ia kembali melangkah, meski kakinya hampir tak mampu lagi. Hujan terus mengguyur, membuat dunia di sekitarnya kabur, tapi di hatinya hanya ada satu nama, satu luka. “Wira ....” Aruna menyebut pelan, suaranya bergetar. “Andai suatu hari aku diberi kesempatan lagi… aku bersumpah, aku tidak akan lagi datang padamu dengan cinta… Tapi dengan dendam. Dendam yang akan membuatmu menyesal sudah pernah menginjakkan kakimu di hidupku.” Air matanya bercampur dengan hujan. Tubuhnya semakin lemah, pandangannya berkunang-kunang. Tanpa Aruna sadari sebuah mobil di belakang tubuhnya melaju dengan cepat dan langsung menabrak tubuhnya. Tubuhnya terpental keras, terhempas beberapa meter dari titik tabrakan. Suara tulang beradu dengan aspal bergema pilu. Cairan merah mengucur deras dari pelipis, hidung dan mulutnya. Lengan kirinya terkilir, kakinya penuh sayatan tajam. Gaun yang masih ia kenakan kini basah bercampur lumpur dan darah, membuatnya tampak seperti boneka usang yang dibuang. Aruna terengah, napasnya pendek dan berat. Pandangannya kabur, wajah Wira sekilas melintas dalam benaknya, tatapan dingin, bentakan, cengkeraman kasar, semua perlakuan kejam yang menoreh luka batinnya. “Kalau saja… aku bisa memutar waktu… aku akan memilih jalan yang berbeda… dan membuatmu merasakan sakitku ini.” Setelah itu, dunia meredup. Hanya hujan yang tetap turun, menutup tubuhnya yang terkulai kaku. Malam itu menjadi akhir, tapi juga menjadi awal dari takdir yang akan mengubah segalanya. Namun, justru pada saat itulah, di antara batas hidup dan mati, sesuatu yang tak masuk akal terjadi. Kegelapan yang menelannya tiba-tiba memudar, berganti dengan cahaya hangat. Aroma teh hangat menyapa hidungnya. Kain seprai lembut menyentuh kulitnya. Matahari pagi menyusup melalui celah jendela. Aruna membuka matanya dengan napas yang terengah-engah. Betapa terkejutnya ia ketika menatap sekeliling. Ini adalah kamarnya. Kamar lama yang ia tinggali lima tahun lalu, sebelum pernikahan terjadi dan sebelum semua mimpi buruk itu dimulai. Tangannya bergetar saat meraih kalender di meja kecil di samping ranjang. Dan saat matanya membaca tanggalnya, pupilnya membesar dan napasnya tercekat. “Tidak mungkin …,” bisiknya. “Ini… lima tahun sebelum aku menikah dengan Wira.”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
314.7K
bc

Too Late for Regret

read
317.0K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.3M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
144.9K
bc

The Lost Pack

read
436.1K
bc

Revenge, served in a black dress

read
152.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook