Risal Sakit

1124 Kata
Bab 2 Sejak Kinan pulang karena Emak sakit, dia kembali menjalankan sebagai keluarga LDR lagi, namun Fahmi masih seperti biasa pulang 1 atau 2 bulan sekali, setelah Emaknya membaik, Kinan kembali lagi bersama suaminya, puncaknya ketika penyakit yang di derita emaknya bertambah parah, dia tinggal lebih lama di rumah Emaknya, sampai akhirnya Emaknya meninggal, Kinan masih saja tinggal untuk menemani adiknya yangasih SMP, sedang bapaknya kembali bekerja diperantauan. Sudah 3 bulan suaminya tidak pulang, dan juga jarang memberi kabar. Sejak dia menolak ikut suaminya ke tempat kos, Kinan tidak tega membiarkan adik semata wayangnya hidup sendirian, apalagi dia masih SMP. Sebenarnya masih ada Kakek Neneknya, merwka tinggal tak jauh dari rumah Emaknya Kinan, sekitar 4 rumah jaraknya. Namun Tia selalu menangis tak mau ditinggalkan oleh Kinan, Kinan menjadi serba salah. Dia tidak tega meninggal Tia sendirian, akhirnya Kinan meminta pengertian suaminya untuk tetap tinggal. "Ada apa Dek!" tanya Fahmi pada malam harinya setelah banyak pesan Kinan yang tak ia balas. "Ya kangen lah mas, apalagi?" sungurnya pada Fahmi. "Salah siapa? Aku kan sudah ngajak kamu ke kossan, kamu sendiri yang kekeh gak mau meninggalkan Tia!" kata Fahmi menyalahkannya. "Gak usah bahas itu deh! Rifal dari tadi nangis minta VC, tapi gak diangkat-angkat sama Mas!" "Bateri lowbat, lupa ngechas!" lagian aku sekarang mandor, tugasku lebih sibuk lagi mengurusi para karyawan sekarang!" terang Fahmi kepada Kinan. "Sesibuk apa sih Mas, sampai gak bisa balas WA dariku? kan bisa pulang kerja kamu balas Wa-ku?" tanya Kinan lagi. "Sudahlah, kalau telpon cuman mau bertengkar lebih baik ditutup saja!" jawab Fahmi dan langsung menutup telepon. "Mas ... mas ... " teriakan Kinan tetap tak digubris oleh Fahmi, dan bunyi tut tut pada telepon pertanda telepon mati ia dengar. Hatinya begitu sakit, kenapa Fahmi bisa berubah dingin, bahkan saat di telpon pun dia menjawab sekedarnya, ya Allah apa yang terjadi pada suamiku, batin Kinan kesal, sedih dan kecewa. "Kenapa mbak Kinan, telpon dari Mas Fahmi ya?" tanya Romla tetangganya yang kebetulan lewat di depan rumah Kinan saat kinan kesal pada Fahmi yang baru saja memutus telpon secara sepihak. "Iya Mbak Rom?" jawabnya tanpa semangat. "Awas loh mbak, LDR an itu berat, kalau slaah satu pihak gak kuat, ya bisa pindah kelain hati?" terang Romla menasehati tapi bagi Kinan menakuti. "Ah gak mungkin Mas Fahmi kayak gitu Mbak! saya yakin sama dia?" jawab Kinan yakin, namun di sisi hati yang lain dia membenarkan apa yang di ucapkan Romlah. "Kenapa gak mbak Kinan saja yang ikut, kasian loh Mas Fahminya sendirian, berasa gak punya istri tar ada yang nikung Masnya?" kata Romla kali ini memanas-manasi Kinan. "Tia gak ada yang jaga Mbak, sekarang dia kan kelas 3 SMP, jadi saya juga gak bisa ninggalin dia, kasian Mbak, Emak baru meninggal, dia terguncang banget!" jawab Kinan sedih. "Iya juga sih Mbak! Tapi kalau kelamaan bisa jadi nanti rumah tangga Mbak Kinan yang terguncang!" kata Romlah yang membuat hatinya membenarkan perkataan Romla. "Ya sudah saya mau belanja dulu Mbak di warung Bu Sul, monggo mbak?" pamit Romla. "Oh iya Mbak monggo?" jawab Kinan mempersilahkan. Swtelah kepergian Romla, Kinan memikirkan apa yang di katakan Romla, semuanya memang benar, hubungan LDR, apa bila salah datu pihak tidak kuat, akan ada perselisihan, posesif dan bahkan perselingkuhan, hah membayangkan kata yang terakhir dipikirkannya membuat dia bergidik ngerik, Ya Allah jangan sampai itu terjadi? pintanya dalam hati. "Mbak, Tia minta uang dong? mau jajan!" kata Tia dari dalam rumah bersama Rifal. "Fang uga Buk?" kata anak semata wayangnya. "Loh, Rifal belum tidur sayang, mau beli apa, sudah malam nih?" jawab Kinan pada anaknya, dia memberikan selebar uang sepuluh ribuan kepada Tia, "Rifal gak usah beli permen ya? tar giginya berlubang, hii banyak kumannya?" kata Kinan sambil memberikan uang dua ribuan kepada Rifal. Itulah enaknya hidup di desa, uang dua ribuan sudah bisa membeli beberapa macam makanan, kalau di kota karena jarang ada warung jadi kalau mau beli makanan ya di Indomaret atau Alfamart, dan sekali Rifal belanja pasti uang lima puluh ribu ludes, dengan makanan yang tak sebarapa banyak coba kalau di desa sudah bisa untuk jajan satu minggu itu. *** Hari ini Badan Rifal panas, panasnya melebihi dari biasanya, aku panik, meminta Tia mengeluarkan sepeda, aku mau bawa Rifal ke bidan di kampungku. "Bu Heni, Assalamualaikum Bu Heni!" panggilku setengah berteriak didepan pagar bidan Heni. "Ada apa ya bu, kata pembantunya, Bu Heni keluar Bu, belum pulang?" terang pembantunya. "Oh ya dah, makasih!" aku bingung harus membawa Rifal kemana, sedangkan di sini cuman ada satu bidan, terpaksa aku membawa dia ke Puskesmas. Setibanya di Puskesmas aku mengurusi administrasi, sedangkan Tia menggendong Rifal, selesai mengurusi administrasi, kemudian kami antri di depan ruang tunggu dokter umum. Tiba giliran nomer antrianku di panggil, aku menemui dokter. Rifal di tidurkan di tempat tidur pasien, setelah di periksa, dokter menyarankan untuk di chek darah, takut ada DB atau Typus. Aku beesama Tia menuju Laborat untuk mengambil sampel darah Rifal, sedangkan Rifal sendiri terlihat pucat, lemah tak berdaya. untung diruang laborat tidak antri sehingga Rifal segera ditangani. setelah selesai aku masih harus kembali ke ruang dokter untuk mendengarkan penjelasannya. "Dari hasil tes ini, anak ibu terkena DB, normalnya, jumlah trombosit dalam tubuh manusia berkisar antara 150.000-400.000 per mikroliter. Virus DBD bisa menurunkan jumlah trombosit hingga dibawah 150.000 per mikroliter. dan begitupun trombosit anak ibu menurun, dan harus rawat inap." jelas dokter panjang lebar. "Iya sudah Pak Dokter, bagaimana baiknya dah untuk anak saya." jawab kinan pasrah. Akhirnya peeawat menangani Rifal, dia disuntik untuk memasukkan selang infus, Rifal menangis sekencang-kencangnya, membuat Kinan tidak tega, setelah selesai memasang infus, Rifal di pindahkan ke ruang Rawat Inap yang ada di Puskesmas itu. Karena ruang yang terbatas, tak ada bedanya antara ruang anak dan ruang dewasa, semua dijafikan dalam satu ruang, ada empat tempat tidur pasien dalam ruang itu, dan hari itu ada tiga yang yerpakai diantaranya untuk Rifal. Kucoba menelpon Mas Fahmi, nadanya di alihkan, namun kucoba juga berulang kali, biar dia tahu keadaan anaknya. Berkali-kali kucoba telpon tetap saja nada di alihkan terdengan dari suara telponnya. "Kemana sih kamu Mas, masak jawab telepon saja gak bisa, sesibuk apa kamu mas?" batin Kinan sedih. Baru tengah malam telepon, Fahmi telpon balik ke Kinan, "Ada apa dek!" kata Fahmi masih dengan nada dingin. "Rifal dirawat inap di Puskesmas Mass!" terang Kinan pada Fahmi. "Kok bisa?" jawab Fahmi terkejut, bagaimanapun dia khawatir terhadap anaknya. "Kata dokter terserang DB Mas? pulanglah Mas, dia nanya terus, kapan Bapaknya pulang, kasihanilah dia Mas? "juga aku!" batin Kinan. "Ya lihat besok atau lusa, aku harus ijin dulu ke perusahaan, aku tidak bisa sembarang cuti sekarang? tugasku sekarang mandor, aku harus mencari ganti mandor yang lain, siapa tahu ada yang mau, kalau gak ada yang mau terpaksa aku ambil cuti tahunan" terangnya Fahmi panjang lebar. "Iya dah Mas, aku tunggu Mas." jawab Kinan sedih
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN