Ke Kota
Langit mendung, sore ini mungkin akan turun hujan, Kinan menyuruh masuk ke dalam rumah Rifal anaknya yang masih berusia 3 tahun.
"Rifal, ayo masuk nak, takut hujan!"
"Ujan, Buk!" jawab Rifal.
"Iya sayang? Tar hujan loh!" tanganku melambai padanya, dia menuruti dan masuk ke dalam rumah.
Kuraih Gawaiku, berselancar di medsos, berharap ada pesan dari Mas Fahmi suamiku, namun nihil. Sudah beberapa bulan ini Mas Fahmi jarang menelponku, kalau ku telpon nadanya selalu dialihkan, di WA juga jarang dibalas, alasannya sibuk, sesibuk apa dia hingga tak rindu akan keberadaan kami disini, meski kiriman uang tetap mengalir lancar seperti biasa, namun kami juga rindu akan kehadirannya.
"Mas, sibuk tah? Rifal pingin telfonan nih!" ketikku mengirim pesan, centang satu tanda masuk, mungkin HPnya gak aktif. Lama ku tunggu , namun hasilnya tetep sama, pesan yang kukirim belum masuk, aku menatap HPku itu dengan rasa kecewa, tak tahukah dia bahwa rindu ini sudah di ubun-ubunnya, apa jangan-jangan dia-- ya Allah jauhkan fikiran burukku ini, jangan jadikan prasangka ini merajai hatiku, lindungilah keluargaku dari hal-hal yang tak kuinginkan amin, pintaku dalam hati.
Fahmi Alamsyah suami dari Kinanti, menikah 4 tahun yang lalu, mereka teman satu sekolah di SMK. Tiga tahun berpacaran putus nyambung, setelah lulus dari SMK, Kinan bekerja di toko swalayan, sedangkan Fahmi bekerja di luar kota tepatnya di Surabaya di sebuah pabrik besar.
Meskipun jarak yang cukup jauh, namun kisah mereka tak lekang oleh jarak dan waktu, mereka bisa mengatasinya, pertengakan- pertengkaran kecil sering kali menjadi bumbu kisah asmara mereka. Akhirnya mereka mantap untuk bersatu di pelaminan.
Awal menikah Kinan mengikuti suaminya ke tempat kerja, mereka hidup di rantau berdua di rumah kontrakan sederhana, yang penting berdua. Satu bulan setelah pernikahan Kinan hamil, dan melahirkan di rumah orang tuanya, Fahmi tak masalah pada awalnya, karena sang buah hati masih terlalu kecil untuk di ajak perjalan jauh, mungkin nanti kalau sudah cukup besar, dia akan menjemput istei dan anaknya, dan selama itu dia rela pulang pergi ke kotanya 2 bulan sekali.
Flash Back
"Yang, Rifal udah tidur?" tanya Fahmi ketika dia pulang cuti untuk bertemu anak dan istrinya.
"Iya yang, baru saja, kenapa yang? mau main?" tanya Kinan menggoda suaminya .
Fahmi malah senyum-senyum, "Yang, Rifal kan udah besar, kayaknya udah gak apa-apa kalau kita kembali ke kossan, aku capek wira-wiri yang.
"Ya udah tar aku ngomong ke Emak perihal ini ya?" jawab Kinan pada suaminya.
"Gimana kalau gak boleh sama Emak Yang?" tanya Fahmi sambil tidur rebahan di samping istrinya.
"Ya aku kan harus nurut suami Yang, Aku harus ikut kamu kemanapun!" jelas Kinan pada suaminya,
Fahmi tersenyum, dia memeluk istrinya dari belakang, membawanya kepelukan, dan bersama menggapai malam panas yang syahdu, saling melepaskan kerinduan yang lama terpendam.
***
"Mak, Mas Fahmi minta aku sam Rifal ikut ke Surabaya Mak, dia capek wira-wiri sini Surabaya katanya?" Kinan memulai pembicaraan sambil ikut membantu masak untuk sarapan pagi.
"Loh, koh mendadak! Emak gak mau pisah dari Rifal Ki, dia cucu pertama Emak, Emak gak rela Ki!" kata Emaknya sedih.
"Tapi kasihan Mas Fahmi Mak, dia di sana sendirian, gak ada yang ngopeni, kalau aku ikut, paling tidak sepulang kerja, ad ayang membuatkan minum, menyiapkan makan?"
"Tunggu sampe Rifal besar Ki, rumah akan sepi tanpa celotehan Rifal?" kata emak masih tetap dengan memaksa.
"Maaf Mak, Kinan harus nurut sama suami, dosa Kinan mak kalau gak ikut apa kata suami, kan Emak yang selalu ngingatin Kinan untuk patuh dan taat sama suami?" kataku masih tetap memaksakan diri.
"Iya Emak tahu, tapi bapakmu kan juga kerja diluar pulau Ki, rumah ini akan tambah sepi klaau kmu dan Rifal pergi."
"Iya Kinan tahu, tapi sudah kewajiban Kinan Mak untuk ikut suami, nanti sore Kinan mau berangkat Mak, Mas Fahmi sudah memesan travel untuk kami."
"Kok cepet Ki, Emak kira satu minggu lagi?" keluh Emak tambah sedih.
"Soalnya Mas Fahmi ada tes kepegawaian menjadi mandor Mak, jadi takut gak nututi, dan lagian Mas Fahmi harus disiplin Mak agar dapat poin plus dari perusahaannya." terang Kinan panjang lebar.
Emaknya diam tak berdaya, tak tahu lagi apa yang akan dikatakannya untuk membuat anak dan cucunya tinggal, dia juga tidak mau menghalangi keinginan menantunya. Emak Etik tidak cukup dekat dengan Fahmi, karena Fahmi tipe orang yang kaku , irit ngomong, bicara seperlunya saja, itu yang mbuat Emak Etik sungkan sendiri pada menantunya.
Sore hari mobil travel datang menjemput, Kinan yang sudah bersiap-siap sedari tadi, mengambil pakaian milik dia dan Rifal yang di taruh di dalam tas besar, tak banyak yang dia bawa, seperlunya saja agar tidak terlalu berat
"Mak e, Fang icut Apak ya?" kata Rifal dengan gaya bicara khas anak-anak.
"Rifal ninggalon Mak e ya? gak kasian sama Mak ' jawab Emak sambil bercucuran air mata memeluk dan mencium Rifal tak rela.
"Engak, kan udah ada tante Tia ama Mak e, Fang icut Apak ja!" kata Rifal dengan wajah cemberut.
"Mak kami pamit, doakan ya Mak." pamit Kenan ketika salim ke Emaknya.
"Tia, jangan kebanyakan main, temani Emak, bantu kalo sudah bangun tidur!" kata Kinan pada adeknya.
Ya mbak!" jawab Tia santai.
"Hati-hati ya nduk, kalo Rifal rewel pulang saja?" kata Emak masih dengan nada tak rela.
"Pamit Mak." kata Fahmi kepada mertuanya sambil mencium tangannya.
Mobil travel itu berjalan menjauh, melaju cepat menuju ke Surabaya, di jaln Rifal terus mengoceh, dia merasa takjub melihat ke luar jendala mobil, karena selama ini dia tidak pernah keluar kotaenuju Surabaya,. Setelah 4 jam perjalanan, setengah sembilan mereka sampai di tempat kos, Fahmi membawa tas yang berisi baju anak dan istrinya kedalam, kemudia keluar lagi untuk membeli makan malam.
"Risal, liat nih, ayah bawa martabak kesukaan Risal!" pnaggil Fahmi ketika datang membawa nasi dan martabak untuk makan malam. "Dek, ambil piring ya?" suruhnya kemudian.
"Beli nasi apa Mas?" tanya Kinan Setelah mengambil piring dan sendok serta air minum botol yang tadi dibawa dari rumahnya untuk bekal dijalan.
"Nasi rames Dek, banyak yang nutup, kan hari minggu dek!" terangnya sambil membuka bungkusan martabak.
"Maabak Yah!" seru Risal kegirangan dwngan nada cadelnya.
"Iya, dimakan sama nasi ya?" suruh Fahmi sambil mengambilkan nasi di bungkusan nasi miliknya.
"Ini saja Mas, Aku gak mungkin habis, ini banyak loh Mas bungkusannya?" kata Kinan pada suaminya.
"Wes toh dek makan, kamu itu kurus banget, jarang makan tah? padahal udah kukirim uang setiap bulannya?" omel Fahmi pada Kinan
"Ya gak kurus-kurus amat sih Mas! udah porposional kok?" jawab Kinan tak terima.
"Halah porposional! gayamu dek? kalau kurus ya kurus, wong tulang di selangka di lehermu kelihatan kok!"
"Wes makan, tak habisin nih, tar kalau aku kegemukan gak usah ngeyel loh ya?'
"Ya biar toh, biar empuk tumpaane?" katanya sambil nyengir.
"Eh, apaan sih Mas!"
Kebahagiaan seperti ini yang dirindukan Kinan, makan bersama, bercanda, dan yang penting kumpul bersama disetiap saat. Sebenarnya Kinan istri yang setia, tapi hal ynag gak disukai suaminya adalah dia pemalas, dan terkadang suka membantah suami, namun selama berumah tangga, bantahan Kinan masih di maklumi ole Fahmi, dan Fahmi lebih banyak mengalah pada Kinan, seperti pada saat liburan di kantor, Fahmi mengajaknya ke Mall menyurunya untuk membeli laat make up, tapi dia malah beli baju couple untuk meraka berdua, katanya " Lah wonh cuma dirumah saja, jarang keluar, ribet mau make up?"
"Dek, tidur yuk, Rifal pasti capek! Mas juga harus bangun pagi ke kantor." ajak Fahmi pada Kinan.
"Iya Mas! Aku juga ngantuk bnaget nih, dah kenyang!" sahutnya sambil nyengir.
Flash Back end