2.

1494 Kata
Entah kenapa dan bagaimana caranya, seorang Arana Moura bisa datang lebih pagi dan berangkat sendiri. Seperti saat ini, gadis itu terlihat asik berbincang lewat sambungan telpon dengan sahabatnya sejak SMP, siapa lagi jika bukan Wildan. "Bacot lu, pindah nyebrang Negara gak ngasih tahu." Kesalnya. "Ya maaf, kan waktu itu lo pasti sibuk mikirin Jefri yang balik lagi kan, gue takut lo jadi makin banyak pikiran..." Ara terdiam mengingat kejadian itu. Lalu tersenyum dan menggeleng tak peduli. "Eh iya Dan, gue ada kenalan cowok dan namanya itu mirip kayak lo..." "Mirip gimana?" "Lo kan Aliandra Wildan Pratama, nah yang ini tuh Aliandra Syarief... Ganteng jir hahaha..." "Dih, inget ada Alex... Jangan sampe deh tuh orang digebukin tunangan lo," "Kemarin hampir kena dong dia, ngerasa bersalah sih..." "Makanya jangan kecentilan, tiap ada yang ganteng kesemsem a***y banget dah..." Ara tertawa mendengar kalimat itu. "Enggak pernah ih, terkesima doang hehe... Kebiasaan sama Al--" Tiba-tiba saja seseorang memeluknya dari arah belakang. "Alex?" "Iya, ini aku..." Ucapnya. Ara langsung saja menutup panggilannya bersama Wildan dan menatap Alex yang kini melepaskan pelukannya. "Siapa yang nelpon kamu?" Tanya Alex sembari melipat lengan di depan d**a. "Ini Wildan..." Jawab Ara ragu, kemudian terdiam menunggu reaksi yang akan Alex berikan. "Ouh..." Sahut Alex dengan santai. Bahkan sampai membuat Ara mengernyit heran. "Tumben nih orang... Ish, harusnya lo bersyukur Ra, berarti Alex udah bisa percaya sama persabatan lo..." Pikirnya. Alex menarik pinggang ramping Ara agar lebih dekat dengannya. "Alex ih, malu tahu..." Rengek Ara berusaha melepaskan diri. "Syuut... Tamannya sepi yaang," ucap Alex. "Eh iya, tadi berangkat sama siapa? Dari jam berapa, hn? Aku jemput kok gak ada," tanya Alex. Ara tersenyum dan tak sengaja ia melihat sosok Ali tengah berjalan tepat di lorong belakang Alex. Ia terdiam. "Itu Ali bukan, sih? Dia mau ke mana yah? Ke perpus atau--" "Yaang? Are you okay?" Tanya Alex membuyarkan lamunannya. Ara tersadar dan kembali fokus pada pria di hadapannya. "Tadi berangkat pake taksi, soalnya aku baru inget kalau Selina minta aku buat nemenin dia dulu ke toko buku, jam 7." "Emang udah buka," "Nah, justru itu. Kita sampe nunggu satu jam sampe tokonya buka," ucap Ara. Alex mengangguk pelan. "Maaf yah, aku gak bilang karena aku udah terlanjur bilang kelas aku masuk jam 9, takut tidur kamunya keganggu..." Sesal Ara. Alex membelai wajah manis Ara dengan lembut. "Iya, gak pa-pa. Lain kali bilang aja, kamu mau berangkat jam berapa bilang aja..." "Aku mau bilang, cuma kan kalau dadakan takut kamunya masih tidur." "Eh iya, nanti aku ada latihan. Kalau kelas kamu udah selesai atau kamu mau pulang, kasih tahu. Okay?" Ara mengangguk paham. "Ya udah sana, katanya mau diskusi dulu sama tim." Alex mengecup bibir Ara sekilas. "Nyosor aja terus!" Alex terkekeh pelan. "Ya udah, aku pergi yah... Kamu langsung ke kelas, udah jam 9," "Okay, siap bos!" Sahut Ara dan Alex pun berlalu. Sedangkan Ara, ia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan terlebih dahulu. Sebelum itu, ia mengirimkan pesan pada Selina agar memberi kabar jika sudah ada tanda-tanda Dosen akan masuk. Ia meraih buku yang hendak di kembalikan dan memeluknya di depan d**a. "Hai cantik!" "Ternyata ada junior kita yang cantik gays..." "Cantik sih, tapi punyanya Alex..." Ara terkekeh pelan mendengar kalimat terakhir yang ia dengar. Yap, ia sadar, sangat sadar jika keamanannya dan kenyamanannya selama di kampus itu berkat Alex. Karena Alex jarang bahkan terbilang tidak ada yang mengganggunya secara berlebihan. Ia hanya mengangkat bahu tak peduli, dan melenggang masuk ke dalam perpustakaan. Harum buku dan suasana tenang langsung Ara rasakan. Ara sangat menyukai harum dari buku dan dompet baru, entahlah, ia hanya suka saja. Kemudian ia berjalan menuju meja penjaga perpus untuk mengonfirmasi bahwa ia telah mengembalikan buku. Setelah itu, ia berjalan mendekati rak untuk menyimpan bukunya kembali. "Ekhem..." Ara langsung berbalik dan tersenyum begitu saja. "Eh Ali, hai..." "Hai... Suka baca buku apa?" Tanya Ali, seseorang yang menyapanya. "Fantasy," "Sini duduk," Ara pun mengangguk dan duduk berseberangan. "Kenapa suka baca buku fantasy?" "Gak tahu, suka aja hehe..." Jawab Ara. Tiba-tiba saja Ali memperlihatkan sebuah foto dari ponselnya. "Sodara aku suka banget sama BTS," ucapnya. "Oh ya? Aku juga suka kok," Ali menegakkan posisi duduknya. "Dia sering cerita ke aku, katanya banyak yang suka ngebuly. Bahkan kakaknya pun katanya suka ikutan ngebuly dia," "Ah ya ampun, kasian..." "Heem, padahal menurut aku ada banyak hal positifnya juga. Contohnya aja kerja keras mereka, kekompakan mereka saat dance, terus nahan ego yang ingin tampil jadi yang paling menonjol, profesionalitas... Banyak lagi sih kalau kita ngeliatnya dari sisi positifnya..." Ucap Ali. Ara terdiam. Ia kembali memutar tentang Alex yang pernah bertengkar dengannya hanya karena hal itu, bahkan Alex menyebutnya tidak berguna. "Kamu gak pa-pa?" Tanya Ali. "I--iya, aku gak pa-pa..." "Bagus Li... Cari kesukaan lainnya, buat Ara nyaman..." Gumamnya dalam hati. Ara membuang nafas dan kembali tersenyum. Drrrt... Drrrt... Drrrt... "Bentar," Ara langsung mengecek pesan masuk pada ponselnya. From: Selina Ra, Dosennya gak masuk. Nyebelin ih, mana gue udah beli buku yang di suruh beli! Ck. Nyebelin banget... Ara terkekeh pelan membaca pesan yang dikirimkan temannya itu. "Cie ada yang kirim pesan. Siapa? Pacar?" Tanya Ali. "Ah ini Selina, temen aku. Aku gak punya pacar," Ali mengernyit heran. "Terus yang kemarin? Yang Alex-Alex itu?" "Dia tunangan aku. Lebih dari pacar." Jelas Ara. Seketika Ali terdiam dan menunduk. "O--oh gitu, aku--aku kira dia kalian belum tunangan..." Ara mengangguk paham. "Ini aku pake cincinnya, bagus kan? Gak ngerti lagi deh, selera Alex tuh bagus haha..." "Iya, makannya dia pilih kamu..." Ucap Ali. "Bisa aja," ucap Ara tersipu malu. "Ya udah, sana masuk kelas! Tanyain, ada tugas apa, terus kerjain." Ara mengangguk pasti. "Okay, duluan yah... Dah..." Ara pun berlalu meninggalkan perpustakaan dan Ali yang menggeram tertahan. Ali menatap punggung Ara yang perlahan menghilang di balik pintu perpustakaan. "Gue bisa gila kalau kayak gini". Ali menggeram tertahan. Di sisi lain Ara terlihat berjalan menuju kelasnya dan untuk mencapai gedung fakultasnya, Ara perlu melewati gedung tempat olah raga, di mana terdengar sangat ramai dari dalam sana. Sudah dapat di pastikan jika saat ini tengah ada latihan basket. Ara menghentikan langkahnya dan memutuskan untuk masuk ke dalam gedung stadionnya. "Woah, rame juga... Ini pada gak masuk kelas semua atau kelasnya emang siang..." Pikirnya. Ara langsung mengambil tempat duduk di samping kanannya. "Ayooo Kak Alex!" "Woah, nomor punggung 06 gans syekali..." "s**t, keringetnya kak Alex... Ya ampun, bisa ganteng gitu yah dia..." Ara tersenyum mendengar hal itu. "Eh Ara, maaf yah... Aku kira kamu--kam--" "Gak pa-pa, kalau sekedar kamu ya gak pa-pa..." Ucap Ara tersenyum pada seseorang yang entah siapa namanya, tapi gadis itu mengenalnya, pasti karena Alex. Ara kembali memfokuskan diri pada tunangannya yang tengah mendrible bola dan melemparnya pada ring. "Woaaah! Yeaaay, masuuuk! Ayo Lex! Aku di sini!!" Pekik seseorang yang duduk di seberang kirinya. Ara melirik ke arah gadis itu. "Eh, maksudnya gimana, tuh... Apa Alex yang minta perempuan ini buat dateng nonton dia?" pikir Ara. Lalu beberapa menit kemudian Alex berhenti dan duduk di kursi tepi lapang untuk beristirahat. Tak sengaja ia melihat Ara yang berjalan keluar lapangan. Lapangan kampus mereka memang berada di dalam ruangan, layaknya studion. Ia mengernyit heran. Alex langsung meraih ponselnya dari dalam tas dan benar saja, Ara mengiriminya sebuah pesan. From: Mine Alex, aku bosen... Mau pulang aja, udah gak ada kelas lagi..." Kamu masih latihan ya? To: Mine Ya udah, tunggu aja di pos satpam. Aku ganti dulu baju. From: Mine Iya, jangan lama... Alex pun menyimpan kembali ponselnya dan meminta izin untuk menyelesaikan latihannya lebih awal. Lagi pula itu hanya latihan biasa saja, tidak ada pembimbing, hanya bermain seperti biasa saja. Ia pun berlalu. Sedangkan Ara, ia baru saja sampai di pos satpam dan langsung saja melipat tangan menunggu Alex datang. Tin... Tin... Mendapatkan suara klakson, Ara langsung menoleh ke arah kanannya. "Butuh tumpangan?" "Ali... Aku kira siapa, emangnya kita searah?" Ali semakin merendahkan kaca mobilnya. "Searah, tapi masih jauhan aku. Udah, ayo masuk!" Tanpa pikir panjang, Ara pun masuk ke dalam mobil teman barunya itu. "Seatbeltnya," "Udah aku pasang, yuk berangkat." Ali pun melajukan mobilnya dengan kecepatan normal. "Cape ya, Ra?" Ara melirik Ali sekilas dan, "iya, gak tahu kenapa hari ini aku cape banget... Aku itu mau tidur cukup ataupun enggak ya gini, jadi semangat atau enggaknya itu sesuai mood aja..." Ali tersenyum dan mengangguk paham tanpa mengalihkan fokusnya dari jalanan. "Berarti lagi unmood dong?" "Gak tahu juga, haha..." Jawab Ara. "Di depan ada yang jualan es krim, mau?" Ara langsung mengangguk senang. "Pengen banget... Udah agak lama sih gak makan es krim," "Kenapa?" "Ya karena Alex nge--Alex ya ampun... Aku lupa tadi itu di minta dia buat nunggu di pos, aduh gimana dong!?" Paniknya. Ara langsung menelpon Alex, namun tidak ada jawaban. "Gimana dong Li... Alex bisa marah," Ali menghentikan laju mobilnya. "Kamu tenang aja, ya udah aku langsung anterin kamu pulang aja, beli es krimnya bisa lain kali." Ara mengangguk setuju dan Ali pun kembali melajukan mobilnya dengan sedikit menambah kecepatan. Dengan ekspresi wajah khawatir dan takut, Ara terus mencoba menghubungi Alex. "Dasar, Ara bego..." Rutuknya pada diri sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN