Sebab Tanpa Awal Mula

774 Kata
Tia sedang sarapan saat mamaknya menghampiri. Tia: Loh mamak belum ke kede? Mamak: Kau sendiri mau kemana? Tia: Sekolah lah mak, kemana lagi? Mamak: Kelen kan libur karena corona. Mamak pun nggak jualan. Tia: (menepuk jidat) Ah iya! Lupa aku. Mamak: Kebijakan pemerintah untuk kita di rumah aja. Jadi, abis makan, kau ganti baju trus bereskan rumah ya nak. Tia: Iya mak (menjawab dengan setengah hati) Ini adalah sulung dari 5 bersaudara sekaligus anak perempuan satu-satunya, ia tentu saja hanya memiliki jadwal petugas kebersihan dan kerapian penuh waktu, dalam artian nonstop. Tanpa ada yang berniat membantu. Inilah alasan Tia benci liburan sekolah, karena sekolah adalah satu-satunya jalan agar terhindar dari pekerjaan rumah. Kalau sekarang? Mustahil menghindar, bisa-bisa menonaktifkan dia oleh Mamaknya. Seminggu berada di rumah saja, Tia merasa bosan. Tak hanya bosan, ia juga membatalkan. Tia demam. Tia menurut saat dibawa mamaknya untuk berobat ke puskesmas. Puskesmas dalam situasi sunyi, hanya 3 orang yang berobat ke sana dengan kasus yang sama yaitu demam. Perawat: (Respon lambat seperti dibuang Tia) Mamak: Kelewat kelen tak mau memegangnya ya, cuman demam bisa dia. Perawat: Maaf, ibuk. Kami menyetujui seperti itu, memilih seperti yang meminta. Mamal: Jadi kelen pikir anakku ini yang dianggap corona. Cemananya kelen ini sebagai tenaga medis. Seharusnya kelen kan diperlakukan, itu tugas kelen. Perawat: Buk, tenang buk. Sudah milikku, kami tidak setuju seperti itu. Harap mengertilah, buk. Jangan salah paham dulu. Mamaknya tidak terima dan keadaan semakin ricuh. Tia: (menarik tangan mamaknya keluar dan menarik maaf pada perawat)  Mamaknya terus merepet sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Terima kasih telinganya pengang mendengar suara cempreng mamaknya. Setelah penderitaan panjangnya, akhirnya Tia menemukan secercah cahaya kebahagiaan kompilasi mamaknya berhenti berbicara. Rasa-rasanya ia ingin sujud syukur sekarang juga. Mamak berhenti melangkah dan berpesan sesuatu pada Tia. Mamak : Mamak ke tempat Wak Merlin dulu ya, mau bagi-bagi cerita sama dia. Kau pulang ke rumah, langsung tidur. Tia : Obatku belum Mamak belikkan. Mamak : Wih gampang itu (mengibaskan tangan), nanti di kede Wak Jenab mamak belikkan, yah? Pogi pulang. Tia : Iya mak Mamak Tia ke rumah Wak Merlin yang merupakan tetangga samping rumah, sedangkan Tia melangkah ke rumah dengan malas-malasan. Keadaan rumah sungguh mengenaskan, mainan adik-adiknya berserakan di sana-sini, bekas makanan berupa coklat juga turut serta menghiasi lantai. Sehingga lantai yang semula putih harus rela bertransformasi menjadi coklat cenderung hitam. Tia : (kedua tangan memegangi kepala) Amak pening kepala! Tio : Woi santuylah Kak! Pala teriak-teriak, dongarnyo kami. Tia : Kau dah bosar tapi tak ado akal kau. Adek kau menyerak tak ko larang. Bikin tambah kerjaan aja, awak udah domam, tambah panas gara-gara kelen. Ish (berjalan masuk ke kamarnya dan membanting pintu) Rino : Udah gilak kayaknya kakak kita, ye kan bang (menoleh pada Tio) Tio : setuju. * Wak Merlin mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan Mamak Tia. Sampai tak ingat untuk berkedip, bahkan terikut sensasi marah yang dirasakan Mamak Tia. Wak Merlin : Iyo botul itu, tak cocok itu rasoku. Botul-botul kelewat orang tu, tutup ajalah puskesmas itu, nggak usah bukak lagi kalok nggak mau nya melayani masyarakat. Mamak Tia : Yang sakitnyo yokan, dipikirnyo anakku itu corona. Wih janganlah sampek, jauh-jauhlah dari kito ni yo. Karna kota kito ni bolum ado korban, mudah-mudahan toruslah tak ado sampek botul-botul ilang virus ni. Wak Merlin : Samo-samolah kito bedoa, aman-aman sajo kota kito ni. Biar bisa kito jualan lagi, udah muak jugonyo kito di rumah torus. Mamak Tia : Iyolah, Kak. Baleklah aku dulu, kasian anak-anak tu. Ondak belik obat si Tia lagi. * Tia berada di kamarnya, memang benar dia sedang berbaring di tempat tidur. Tetapi tidak menuruti pesan mamaknya yang meminta untuk langsung tidur. Dia senyum-senyum memandangi layar hp yang menampilkan wajah Elsya, temannya. Elsya : Wih beb rindu kali aku sama kau. Kenapa baru hari ini kau vc aku, semalam-semalam kau kemana? Tia : Biasalah, namanya jugak orang sibuk. Kalok kau enaklah tenang-tenang, kakak kau ada. Elsya : Tenang-tenang ko bilang? Ngupas udang jugak nya aku. Tia : Masik jualan Mamak kau di tengah lockdown? Elsya : Nggak lah ecek-ecekku nyo. Pala serius kali. Tapi kalok kutengok-tengok mukak kau pucat lah. Tia : Iya, lagi domam aku ha. Inilah kesempatanku bisa main hp. Itupun karena Mamakku masih di luar, kalok udah pulang mana lah bisa main hp, disuruh tidurlah aku. Elsya : Iyalah, Mamak kau kan memang disiplin. Cepat sembuhlah kau yo. Tia mendengar suara Mamaknya sedang memarahi adik-adiknya. Bantahan tidak terdengar sama sekali, memang sepatuh itulah adik-adiknya. Tetapi sangat pelawan kepada kakak mereka. Mamaknya membuka pintu kamar, melihat Tia yang sedang tertidur. Mamaknya pun keluar setelah meletakkan obat di meja samping tempat tidur Tia. Tia : (membuka mata) Bacooot (tangannya digerakkan membentuk pelangi) Dua hari meminum obat rutin, Tia sembuh, walaupun obat itu dibeli di kedai dengan harga Rp 500,- efeknya hebat, ampuh hilangkan demam. Daripada dia berobat di puskesmas, hanya mendengar keributan dan bukan menyembuhkan. Untuk selamanya ibuku adalah dokterku
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN